<>
THALIA
<>
"Ini nomor dua puluh tujuh, Kak."
Supir taksi online itu menggugahku dari lamunan, menyadarkan bahwa mobil yang kutumpangi telah sampai di tujuan.
"Oh, iya bener, udah sampai. Makasih ya, Pak!" Aku melangkah turun dari mobil sembari menenteng sebuah keresek hitam. Di dalam kresek hitam itu, terdapat boks makan berukuran besar yang melindungi brownie cokelat buatanku. Aku tidak terlalu gemar membuat kue, tapi demi Pak Darmo, aku rela keluar dari zona nyamanku perihal masak-memasak.
Rumah Pak Darmo bernuansa minimalis dengan halaman kecil yang terawat. Terdapat koleksi bunga anggrek yang mempercantik tampilan halaman itu. Aku mendekat ke pintu utama, bersiap untuk mengetuknya. Tanganku yang sudah terangkat terhenti di udara ketika indra pendengaranku menangkap suara berisik dari dalam.
Senyumku terkembang. Aku ingat, Pak Darmo punya sepasang putri kembar yang baru saja memasuki sekolah dasar. Tawa dua gadis itu nyaring sekali, tapi aku juga bisa mendengar suara berat Pak Darmo, serta suara lain yang lebih lembut sesekali menimpali.
Hidungku menghangat tiba-tiba. Ah, sial, ini reaksiku ketika bendungan air mataku mulai terisi. Betapa bahagianya memiliki keluarga lengkap. Aku jadi teringat Alvin, seseorang yang kurang lebih bisa berbagi perasaan longing for someone you didn't even remember clearly yang sedang memenuhi benakku saat ini. Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. Kenapa pikiranku malah memunculkan lelaki itu?!
Akhirnya, tanganku beradu dengan permukaan pintu kayu bercat putih di hadapanku.
Ketika pintu terbuka, spontan aku menguluk salam, "Assalamu'alaikum."
Pak Darmo berdiri di ambang pintu. Wajahnya semringah sekali. Dengan nada penuh semangat, ia menjawab salamku. Kemudian, "Hadirin sekalian, kita sambut tamu kehormatan kita, Thaaaaaaliiiaaaaa!"
Aku melongo menyaksikan Pak Darmo menggeser tubuhnya dan menunduk, memunculkan pemandangan ruang tamunya. Dua gadis kesayangan Pak Darmo berdiri di sana. Keduanya mengenakan baju berwarna merah mudah cerah yang persis sama. Ikat rambut dengan manik-manik berbentuk buah-buah warna-warni menghiasi rambut mereka.
"Selamat datang Kak Thaliaaaaaa!" sambut kedua gadis itu bersamaan.
Aku menggunakan tangan kanan untuk menutup mulut. Pak Darmo selalu penuh hal-hal out of the box, termasuk caranya menyambut tamu.
Setelah penyambutan terlampau heboh itu selesai, istri Pak Darmo tertawa renyah sambil mengarahkanku duduk di ruang tamu. Zizi dan Zaza, sepasang kembar itu, menawarkan diri untuk membawakan barang-barangku.
"Oh ya, ini emang oleh-oleh untuk kalian. Coba dibuka," ucapku sambil berdebar penuh penantian. Seharusnya, brownies-ku sama sekali tidak gagal, tapi tetap saja perasaan seperti ini muncul acapkali seseorang akan mencicipi masakanku.
Si kembar benar-benar cocok menjadi bintang iklan! Mata bulat mereka semakin membulat begitu sepotong brownies memasuki mulut.
"Enaaaak bangeeeet!"
"Rasanya kayak surgaaaaa!"
Aku terkekeh, sedangkan hatiku dipenuhi bunga-bunga. Si kembar tertawa dan tersenyum, menunjukkan gigi mereka yang kecokelatan akibat kue buatanku.
"Nanti sikat gigi ya, anak-anak cantik!" Istri Pak Darmo memperingatkan. Setelah kedua gadis itu kembali bermain dengan setumpuk lego di ruang tengah, istri Pak Darmo duduk di sofa ke ruang tamu, menemani suaminya. "Mas, ini kamu nggak maksa anak didik ngirim ginian ke rumah kita, kan?" hardiknya yang langsung membuat Pak Darmo cengengesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andaikan Saja Kita
Roman pour AdolescentsRANK #1 comingofage [25.08.2020] RANK #1 mentalhealth [30.08.2020] RANK #1 ambis [02.10.2020] RANK #1 olimpiade [17.10.2020] Gimana rasanya suka sama cowok yang naksir sama sahabat kamu sendiri? Terus, setelah kamu putus asa, dia malah datang dan ga...