10 | Putih

2.3K 503 43
                                    

"Aku ingin selamanya seperti ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku ingin selamanya seperti ini ... mungkin kah?"

<>

THALIA

<>

Tanganku mengucek mata dengan ganas, berusaha keras menghilangkan kantuk karena tak ingin terkena semprot Mama dan Mbah Putri. Gagal, rupanya, karena baru saja kepalaku terantuk ke belakang dan aku hampir terjengkang dari kursi tanpa sandaran yang kini sedang kududuki.

Hentakan tiba-tiba itu praktis mengembalikan kesadaranku sepenuhnya. Mama yang sedang meracik sarapan memandangku dengan tatapan jenaka. Ia berdecak kemudian mengutarakan kata-kata yang menjadi andalan ibu-ibu seluruh Indonesia, "makanya jangan nonton drama sampai jam tiga pagi."

"Ma, please, aku nggak pernah nonton saat hari sekolah! Masa liburan gini nggak boleh begadang sekali-kali." Aku mendengus sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Ralat, ternyata kantukku belum hilang sempurna. Tidurku hanya dua jam. Seusai sholat Subuh, Mama langsung menyeretku untuk mencuci sayuran dan menemaninya membuat sarapan. Belum lagi suara Mbah Putri melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an terdengar dari kamarnya, menjadi nina bobo merdu untuk telingaku.

"Nontonnya boleh, jam tidur yang berubah drastis baru nggak boleh. Nggak baik untuk kulit. Nanti kalau kamu jerawatan Mama nggak mau beliin skincare." Mama menuangkan segelas air ke wajan di atas kompor yang berisi kangkung yang telah ditumis, menimbulkan suara berdesis.

Sayangnya, bau sedap yang menguar dari sayur kangkung super sedap ala Mama masih tidak bisa menahan kelopak mataku yang sudah sangat berat. Aku menidurkan kepalaku di permukaan meja makan dengan lenganku sebagai bantal.

Aku terbangun ketika tangan dingin seseorang menyentuh pipiku. Anehnya, aku berada di kasur, bukan ruang makan seperti tempatku terlelap tadi.

"Hah!" aku segera mendudukkan diri dan menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari petunjuk di mana keberadaanku sekarang. Setelah lensa mataku berhasil fokus ke depan, pemandangan Mama sedang berkacak pinggang adalah yang pertama kali kusaksikan.

"Lupa ya, tadi jalan sendiri ke kamar? Ini yang Mama nggak suka, kalau ketiduran habis begadang pasti lupa dunia seisinya. Nggak pakai berdoa juga kan, tidurnya? Udah jam setengah sebelas ini. Sekarang bangun, cuci muka, terus makan, gih." Mama tak henti-hentinya mengomel, sementara aku malah berusaha mati-matian menahan kedua ujung bibirku supaya tidak tertarik ke atas.

Ya Tuhan, terima kasih telah mengabulkan doaku untuk kembali bersama Mama yang seperti ini. Aku merindukannya dan rindu ini mulai terbalaskan sedikit demi sedikit. Aku ingin selamanya seperti ini ... mungkin kah?

Aku menghampiri Mama dan Mbah Putri yang sedang bersantai di ruang tengah dengan rambut basah usai keramas. Tanganku membawa sepiring nasi dan lauk-pauk masakan Mama.

Andaikan Saja KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang