49. Memories Place

1.6K 95 1
                                    

💫💫💫

Hari terakhir ujian nasional diadakan, seluruh murid kelas dua belas dari berbagai jurusan berhambur keluar kelas. Mereka bersorak karena penyiksaan selama ini berakhir. Segala macam bimbingan belajar dan try out diikuti, demi menambah ilmu dan kemantapan mengikuti ujian nasional. Kini, saatnya mereka melepas penat dan memikirikan langkah selanjutnya; memilih fakultas dan universitas yang akan dituju. Namun, ada juga yang memilih tidak melanjutkan studi, dengan alasan ingin langsung bekerja.

Di ruang kelas XII IPA-3, Aurelia merapikan alat tulis dan dimasukkan ke dalam ransel. Ia menoleh, mendapati Rere yang duduk di barisan belakang juga melakukan hal yang sama.

Ruangan yang terdiri dari tiga puluh kursi yang ditata berjarak itu, terlihat bersih dan sengaja disterilkan agar tidak terjadi kecurangan yang dilalukan oknum tak bertanggungjawab. Seperti, meja dan kursi yang dicat ulang, loker dikeluarkan agar tidak memenuhi ruangan, dan setiap hendak ujian, panitia memeriksa laci atau barang bawaan murid-muridnya.

"Eh, Axel!" Aurelia memekik saat tangannya ditarik paksa oleh Axel. Ia merintih, cekalan tangan Axel begitu kuat, hingga menimbulkan nyeri di pergelangan tangannya. Semua mata memandang keduanya yang tergesa-gesa melewati koridor.

Axel terus mempercepat langkah, menaiki tangga, menuju lantai dua. Tujuannya adalah UKS, tempat pertama kali dirinya dengan Aurelia menjalin kisah kasih. Di sinilah, ia menyadari jika Aurelia adalah cahaya bagi kehidupannya yang kelam.

Axel menutup pintu UKS dengan kasar, lalu dikuncinya rapat-rapat, agar tak ada seorang pun datang mengusik. Tak lupa, ia menutup gordyn jendela, supaya tak ada pasang mata yang mengintip tentang apa yang akan dilakukannya. Kini ruangan menjadi gelap.

Aurelia berdiri menegang mengamati Axel yang bertindak kasar. Cowok itu menghampiri Aurelia, dan mendorong tubuhnya hingga terbentur dinding. Axel menyejajarkan tangan kanannya di kepala Aurelia seraya menatap manik hitam gadis itu dengan intens. "I hate this fucking distance."

Aurelia mengerjap beberapa kali saat Axel berbisik di telinganya. Aurelia menghela napas berat, ruangan itu terasa seakan kedap udara ditambah dengan hadirnya Axel dan kontak fisik dengan cowok itu.

"Rel, can we get back together?" tanya Axel dengan lirih. Sorot matanya terlihat sayu dan wajahnya pucat. Axel seperti kurang tidur. Apa selama ini Axel begadang untuk belajar? Tapi, haha. Mustahil. Yang ada di pikiran Axel kan, hanya Aurelia.

"Xel, we've ever talked about this before," jawab Aurelia. Ia menguatkan diri untuk membalas tatapan Axel, meski dalam hati ia ingin menangis. Ia lemah berada di posisi yang menyakitkan. Dipaksa meninggalkan orang yang dicinta, demi menuruti perintah orang tuanya.

"Segampang itu lo nyerah? Lo gak mau perjuangin gue? Perjuangin hubungan kita? Apa selama ini, kehadiran gue gak ada artinya buat lo?" Axel menempelkan keningnya di kening Aurelia seraya menatap pahatan wajah gadis itu dengan sendu.

Aurelia meremas seragam sekolahnya, jantungnya berdebar tak keruan. Ia takut, pihak sekolah akan menghukumnya jika melihatnya dengan Axel dalam posisi ini. "Xel ...." Aurelia mendorong tubuh Axel dengan pelan seraya menyibakkan rambut dan menatap Axel dengan tajam. "Gue harus bisa lakuin ini," batinnya.

"Gue gak bisa jauh dari lo. Gue gak mau pisah. Hubungan ini, harus tetap berlanjut. Gue gak mau kehilangan lo," ujar Axel. Ia menggenggam tangan Aurel dengan erat, berusaha meyakinkan gadis itu tentang perasaannya dan keinginannya untuk mempertahankan hubungan terlarang ini.

"I can't." Aurelia mengalihkan pandangan ke sudut ruangan. Dadanya naik turun menahan emosi yang menyeruak. "Xel, we don't work!"

"But, i love you!" Axel memekik sembari mengusap wajahnya dengan kasar. Penampilannya yang acak-acakkan, menambah kesan bad padanya. "I don't wanna lose you!"

"How many times do i have to tell you?" Aurelia mengembuskan napas berat, jengah melihat sikap keras kepala Axel. "Hubungan ini gak bisa dilanjut, Xel! Orang tua gue larang gue untuk deket sama lo!"

"Fuck them!"

"What?!" Aureli menaikkan satu alisnya, tak menyangka Axel berkata kasar seperti itu pada orang tuanya. "Orang yang lo maki tadi itu orang tua gue, Xel! Gue gak nyangka, lo bisa sekasar itu ngatain mereka demi nurutin ego lo!"

"Mereka gak pernah muda apa gimana, sih? Kenapa segitunya larang gue pacaran sama lo? Gue yakin, saat mereka muda juga pernah lakuin hal yang sama kayak kita! Mereka juga pasti pernah mesum—"

"Axel!" Aurelia menampar pipi Axel, aura kemarahan terlihat di wajahnya. Ia menggeram seraya menunjuk wajah Axel dengan sorot benci. "Sikap lo yang kayak gini, bikin gue memilih urung untuk mencintai lo!"

"Rel! Aurel!" Axel memekik saat Aurelia berlalu meninggalkannya. Ia berteriak melampiaskan segala amarah saat pintu UKS itu terbanting dengan keras. Ia mengambil telepon kabel yang terletak di sisi ranjang, menariknya dengan paksa hingga membuat kabel itu terputus, kemudian dilemparkan ke jendela. Kontan, pecahan kaca terdengar nyaring dan menarik perhatian siapa pun yang mungkin mendengarnya.

Axel terduduk lemas sembari mengepalkan kedua tangan di atas pahanya. Ia mendongak menatap langit-langit ruangan itu dengan kobaran api di netra abunya. "Kenapa Tuhan gak pernah adil sama gue? Kenapa Tuhan gak pernah kasih kebahagiaan untuk gue? Apa salah gue?!" Axel memekik seraya menjambak rambutnya. "Fuck!"

💫💫💫

Published : 6 Juli 2020

Vote + Comment

Love,

Max

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang