51. Destiny

479 40 10
                                    

Welcome back!
Season 2 of this story.
Happy reading!

"Welcome, to happy market." Sapaan bel berdengung ketika pintu kaca didorong, memecah keheningan malam. Meskipun sudah jam 10 malam, mini market berlogo semut tersenyum itu tetap buka 24jam, karena satu-satunya market yang menjadi penyelamat warga di waktu kapan pun.

Dug! Sebotol minuman vitamin C  diletakkan di meja kasir, sontak penjaga kasir yang bersandar di etalase seraya memejam pun terenyak. Kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul, namun ia langsung bangkit seraya menarik plastik putih berlogo Happy Market dengan detail yang menjelaskan jika plastik dibuat dari bahan yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.

"Totalnya delapan ribu," ucap gadis itu sambil memasukkan botol dingin dengan butiran air es di kemasannya ke dalam plastik.

"No plastic," potong si pembeli seraya menyerahkan uang sepuluh ribu.

Sedetik kemudian, pergerakan keduanya terhenti ketika dua iris saling bertemu. Sekian lama hilang dari pandangan, entah takdir apa yang sedang dirancang, kini Tuhan kembali mempertemukan keduanya. Cukup lama, bahkan uang sepuluh ribu itu masih belum tersentuh.

Namun, seketika bel kembali berbunyi, menghadirkan lelaki jangkung bermasker hitam, dengan cueknya berjalan ke etalase camilan. Sepertinya, ia sedang mempersiapkan logistik untuk menemani kegiatannya malam ini.

Sadar dari lamunan, gadis itu langsung mengetik dengan cepat, terpampang di layar monitor sejumlah harga yang harus dibayarkan. Lantas, ia menyerahkan uang kembalian dua ribu seraya menunduk dalam-dalam. "Terima kasih, ditunggu kedatangannya lagi." Slogan yang wajib diucapkan seluruh pegawai di Happy Market.

"Tambah ini." Lelaki itu meletakkan dua gelas mie instan rasa soto dan kare ayam. "Tolong, sekalian diseduh."

Mata sayu penjaga kasir mengamati lamat-lamat apa yang disodorkan pembeli, lantas dengan gesit ia memindai barcode pada kemasan dan menerima uang dari si pembeli. Manik hitamnya mengikuti ke mana lelaki itu duduk, di depan market, sementara pembeli lainnya tadi sudah menumpahkan beberapa barang belanjaan dari keranjang, dan sigap mengeluarkan dua lembar seratus ribuan.

Tak butuh waktu lama, lelaki jangkung dengan sweater biru itu keluar membawa dua kantong plastik, mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Mungkin, karena jalanan sangat sepi dan cuaca yang dingin, membuatnya ingin cepat sampai rumah.

Kepulan air panas yang mendidih dalam gelas sterofoam mengeluarkan bau sedap. Gadis itu membawa dua mie instan dengan hati-hati, mendorong pintu market dengan bahu dan membiarkan pintu itu tertutup dengan sendirinya. Kuciran rambut yang diikat bergerak ke kanan dan kiri mengikuti langkah.

"Laper banget, ya? Sampai pesen dua mie?" tanyanya basa-basi sembari meletakkan mie itu di meja bundar yang ditempati lelaki berambut belah samping.

"Yang satunya buat lo," jawab lelaki itu dengan singkat, namun karena tak ada tanggapan, ia menarik tangan si pegawai untuk duduk di bangku besi, di hadapannya. "Makan."

Gadis itu membisu, mengamati dengan ekspresi bingung ke arah lelaki yang sedang meniup mie beberapa kali agar cepat dingin, lalu menyantap dengan lahap. Suara decakan mie bercampur kuah membuat siapa pun yang mendengar tergiur dan ingin menyicipi juga.

"Nunggu apa? Keburu dingin mie-nya."

Terenyak, gadis itu membuka tutup kemasan dan bungkus garpu plastik dengan ragu. Tangannya mengaduk mie yang mulai mengembang dan menggulung mie itu beberapa kali, meniupnya dan memakannya secara perlahan. Wajahnya memerah menahan panas dan kepulan uap yang menguar dari dalam gelas mie instan.

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang