34. Make Us Proud

1.5K 99 0
                                    

💫💫💫

Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Aurelia dengan rambut yang digerai. Ia menyampirkan sling bag, kemudian duduk di sofa sambil memakai kaos kaki motif kelinci.

Melinda yang sedang menonton televisi, menoleh menatap Aurelia dengan datar. Ia mengecilkan volume televisi dan mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Aurelia. "Rel, Mama mau tanya."

Usai memakai kaos kaki, Aurelia menegakkan tubuhnya kemudian mengenakan hoodie pink pemberian Axel dan merapikan rambutnya yang berantakan. "Tanya apa, Ma?"

Melinda menghela napas panjang, raut wajahnya terlihat gusar. "Kamu mau kuliah di mana? Jurusan apa?"

Aurelia menghentikan kegiatannya sejenak, mengalihkan atensi dari layar ponsel kepada sang mama. "Hmm, Aurel pengin kuliah jurusan hukum."

"Hukum?" Melinda menaikkan satu alisnya, heran. Kenapa tiba-tiba Aurelia memutuskan mengambil jurusan yang berbeda dari jurusan di sekolahnya saat ini? "Kenapa gak ambil yang sesuai jurusanmu aja? Teknik atau MIPA?"

Tahu hal ini akan menjadi perselisihan, Aurelia sudah menyiapkan beragam alasan dan argumentasi untuk mempertahankan pilihannya. "Ma, selama ini Aurel selalu menuruti keinginan Mama sama Papa. Bahkan Aurel masuk jurusan IPA, juga karena keinginan kalian, padahal nilai di bidang IPA gak begitu bagus. Aurel lebih suka hafalan daripada berhitung."

"Pilihan IPA juga nantinya kasih dampak yang baik, bukan sekadar ego Mama sama Papa," ujar Melinda membela diri. Wanita dengan sorot tajam itu memang selalu mendikte Aurelia, bahkan hal sepele pun selalu ia yang menentukan. Seakan, Aurelia tak punya pilihan dan kehendak bebas terhadap hidupnya sendiri. "Papa kemarin telepon, bilang kalo kamu harus coba kedokteran."

"What?!" Aurelia memekik, kali ini pilihannya orang tuanya terlampau gila. Mana bisa ia masuk kedokteran?! Nilai kimia aja cuma dapet 3! "Ma, jangan bercanda ah!"

"Mama gak bercanda," jawab Melinda dengan tegas, ekspresi wajahnya sama sekali tak menunjukkan gurauan sedikit pun. "Seenggaknya, daftar dulu. Kalo gak lolos, coba jurusan teknik."

"Mama!" Aurelia berteriak frustrasi, ia menyandarkan tubuhnya di sofa dan menatap nanar layar televisi di depan sana. "Aurel gak suka jurusan itu, Aurel gak bisa! Aurel gak mau melakukan hal yang memberatkan hidup Aurel nantinya!"

"Tapi, itu semua akan kasih masa depan yang baik untukmu," kekeh Melinda, diraihnya tangan Aurelia dan dielus dengan lembut. "Kali ini, turuti kemauan kami. Papa cuma minta kamu menuruti ini, setelah itu kamu bebas melakukan apa saja."

Aurelia menoleh, menatap Melinda dengan sendu. "Mama tau kan, kuliah kedokteran itu mahal. Kita mana punya uang segitu banyak? Biaya masuknya aja ratusan juta, belum biaya per semester, harga buku yang bisa berjuta-juta dan praktiknya juga, semua biayanya mahal."

"Kamu pikir, Papa kerja di Jepang buat apa? Buat biayain hidup kita. Buat biayain sekolah kamu. Kalo masalah biaya, selama ini Mama sama Papa selalu menyisihkan uang. Dari awal kami memang niat menyekolahkanmu di kedokteran." Melinda berusaha meyakinkan seraya meremas tangan Aurelia, sorot matanya yang semula tajam kini berubah menjadi hangat. "Rel? Please, bikin kami bangga?"

Aurelia mendesah, lalu meringis. Kepalanya tertunduk menekuri sepasang kaos kaki kelincinya. Dalam hati ia menangis, dihadapkan dengan dua pilihan yang sulit. Antara keinginan hatinya atau menuruti permintaan orang tuanya?

💫💫💫

Published : 21 Juni 2020

Vote + Comment

Love,

Max

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang