31. Run!

1.5K 105 1
                                    

💫💫💫

Terik mentari masuk melalui celah gordyn putih, membuat si putri tidur merasa terusik. Ia meraih bantal di sebelahnya, lalu ditutupkan ke wajahnya. Masih dalam posisi terlelap, ia mendesah merasakan linu di sekujur tubuhnya. Merasa ada yang mengganjal, kontan dilemparkan bantal itu ke sembarang tempat, lalu beringsut duduk.

Rambutnya yang berantakan seperti rambut singa, dan saliva yang meluber di sekitar mulutnya, membuat pesona gadis itu lenyap. Ia mengusap wajah lalu melotot tajam saat menatap jam dinding. Kontan ia berlari ke luar kamar dan berteriak memanggil mamanya. "Mama! Kok gak bangunin Aurel, sih?!" gerutunya pada Melinda yang asik menyesap teh hangat sambil menonton acara infotainment.

Melinda melirik Aurelia yang berdiri di sebelah televisi, kemudian kembali fokus menatap layar televisi berukuran 32 inch itu. "Mama capek bangunin kamu. Kayak kebo."

"Ih, Mama!" Aurelia berteriak frustrasi. "Aurel telat nih! Ini udah jam setengah tujuh! Mama tega ih, lihat Aurel dihukum guru!"

"Salah sendiri, makanya kalo malem jangan begadang, baca novel wattpad atau apalah itu," ujar Melinda dengan cuek, tak peduli melihat ekspresi Aurelia yang bersungut marah.

Aurelia menghentakkan kakinya, tak ada gunanya berdebat dengan sang mama. Ia selalu di posisi yang salah, dalam hal apa pun. Dengan secepat kilat, Aurelia bersiap-siap. Tanpa sarapan, ia langsung ngacir setelah pamit dengan Melinda. Langkahnya dipercepat agar sampai di halte, matanya melirik jam tangan yang menunjukkan pukul 06.45 WIB. "Dah lah, telat gue!"

Tepat saat Aurelia berhenti di halte, bus tujuan SMA Glory pun datang. Ia segera naik dan memberi perintah pada si sopir yang sudah dikenal untuk mempercepat membawa bus itu. "Masih ada limabelas menit. Semoga gue gak telat," gumam Aurelia yang duduk di dekat pintu sambil meremas kedua tangannya.

Kernet datang menghampiri, meminta bayaran pada Aurelia dan segera diserahkan uang sepuluh ribu pada lelaki bertindik di telinga. Kedua kaki Aurelia bergetar, takut dihukum Bu Fatimah. "SMA Glory!" Tepat saat kernet mengucapkan tempat tujuan, Aurelia langsung bergegas turun, dan tanpa sengaja menabrak beberapa orang yang berdiri bergelantungan di bus.

Aurelia segera berlari, tersisa lima menit sebelum gerbang benar-benar ditutup. Jalanan yang ramai membuatnya harus berhati-hati saat menyebrang. Manik hitamnya membola saat Pak Atta hendak menutup gerbang sekolah. "Pak, jangan ditutup!" Aurelia berlari menyebrangi jalanan, untung saja tidak ada kendaraan yang lewat. "Pak, tunggu!"

Pak Atta menghentikan kegiatannya sejenak kemudian mengembuskan napas berat dan memberikan akses masuk pada gadis itu. "Lain kali jangan terlambat, Mbak!" ucap pria berkumis lebat, dijawab anggukan Aurelia.

Kini, Aurelia melangkah dengan sisa tenaga. Napasnya tersengal-sengal, sesekali ia berhenti melangkah dan berusaha menghirup udara, memberikan oksigen ke kepalanya. "Thank God," ujarnya sambil menengadah menatap hamparan langit biru.

Aurelia melanjutkan langkah menuju ruang kelas yang sudah ramai, kemudian meletakkan ranselnya dengan kasar dan merebahkan kepala di atas meja. Rere yang asik melihat drama Thailand si Bright, kontan menjeda video itu dan beralih menatap Aurelia. "Tumben telat?"

Aurelia diam, tak menanggapi. Ia hanya mengibaskan tangan, memberi isyarat jika dirinya sedang malas bicara. Seandainya semalam Axel tak berulah, Aurel tak seharusnya mengantar pulang cowok itu dan merawatnya untuk sejenak. Pasti sekarang Aurelia tidak akan ngos-ngosan seperti ini.

Sembari menunggu Bu Dewi membuka kegiatan belajar, Aurelia kembali memejam dan mengumpulkan tenaganya. Tapi, pikirannya melayang pada sosok yang dikhawatirkannya saat ini, Axel.

💫💫💫

Published : 15 Juni 2020

Vote + Comment

Love,

Max

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang