61. "Rel, bangun."

430 13 1
                                    

vote & comment

"Ga, lo udah belajar untuk ujian besok?" Edo menyikut lengan Ega untuk mendapatkan perhatian dari lelaki yang sibuk scroll TikTok. Ujian pertama hari ini terasa melelahkan, mereka dituntut untuk menghapalkan pasal-pasal demi menganalisa kasus hukum yang diujikan dalam mata kuliah Hukum Jaminan.

Tidak seperti Edo yang mempersiapkan ujian dengan matang, Ega justru lebih santai dan mengandalkan keberuntungan saja. Ia pusing melihat puluhan materi yang diberikan dosen, dan jenuh dengan kegiatan hapal-menghapal.

Keduanya, setelah dari kampus, diminta oleh Axel untuk bergegas ke Rumah Sakit Nirmala. Letaknya tak jauh dari kampus, sekitar tigapuluh menit. Sementara, Axel mengajukan izin untuk ujian susulan, karena harus merawat gadis yang menghubunginya semalam.

"Rel?" Edo berbisik pelan, seraya menyentuh tangan Aurelia, berharap gadis itu segera siuman. Pukul 12.00 WIB, masih tak ada tanda-tanda kesadarannya. Lantas, Edo kembali menyebut namanya di telinganya. "Aurel?"

"Eng..." Tiba-tiba, suara erangan keluar dari mulut Aurelia. Matanya perlahan mengerjap, menyesuaikan dengan cahaya di ruangan itu. Ia kembali mengerang, mengumpulkan kesadaran akibat efek obat bius. Kepalanya berkunang-kunang, pandangannya menerawang ke depan.

"Aurel? Lo udah sadar?" Edo sedikit berteriak saat melihat teman lamanya itu berhasil melewati masa kritis. Lantas, ia menyikut lengan Ega, membuat lelaki itu turut terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Aurelia menoleh ke kanan, mendapati dua lelaki yang wajahnya tak asing baginya. Namun, ia tak banyak tenaga untuk merespons. "Ega? Edo?" sapanya dengan lirih.

"Iya! Ini gue, Edo! Dan ini, Ega!" Edo berseru bahagia, menyalami tangan Aurelia dengan antusias. "Akhirnya lo sadar! Gue khawatir banget setelah dengar kabar tentang lo!"

"Ssst!" Ega menyela. "Jangan berisik! Biarin Aurel ngumpulin nyawanya dulu!"

Edo mencebikkan bibir lalu mengambil sebotol air mineral di atas nakas. "Minum dulu, Rel," ucapnya seraya membantu Aurelia untuk bersandar. Ia memegangi botol itu sembari Aurelia meneguk perlahan minumannya.

"Axel cemas banget lihat kondisi lo. Semalaman dia gak tidur demi jagain lo." Ega membuka suara. Game online yang dimainkan kini disudahi. Ia duduk di ranjang, dekat kaki Aurelia. Matanya menatap lurus ke arah gadis yang wajahnya sayu.

Edo mengangguk setuju, kemudian menutup botol itu dan meletakkan kembali di nakas. "Bahkan, Axel sampai bolos ujian karena gak mau ninggalin lo."

Aurelia terdiam. Selain karena efek bius yang masih tertinggal dan membuat kepalanya pusing, ia juga masih belum sepenuhnya sadar dan berusaha mencerna ucapan mereka.

"Axel sayang banget sama lo." Edo kembali melanjutkan ucapannya. Senyum tipis terukir di bibir.

"Axel mana?" tanya Aurelia seraya mengedarkan pandangan. Kenapa di ruangan yang cukup besar ini hanya ada Ega dan Edo? Ke mana Axel? Bukankah tadi Edo mengatakan jika Axel tidak ingin meninggalkan dirinya? Lantas, ke mana lelaki itu pergi?

"Tadi dokter panggil dia untuk bicara tentang kondisi lo," jawab Ega.

Lantas, Aurelia terdiam dan kepalanya tertunduk. Ia berusaha mengingat kejadian yang menimpanya tadi malam. Namun, ingatannya hanya sampai pada tragedi pembegalan, setelah itu tak ingat apapun.

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang