54. Kuliah

328 16 1
                                    

Suara kriuk kulit ayam yang krispy serta aroma panggang sangat menggoda selera, siapa pun tergiur ingin menyicipi menu dari restoran yang setiap harinya selalu ramai dikunjungi pelanggan. Restoran yang terdiri dari dua lantai itu menyajikan menu andalannya; ayam goreng krispy beserta saos, mayonaise dan lumeran keju. Level kepedesannya bisa dipilih; level satu hingga lima. Harga yang ditawarkan masih tergolong ramah di kantong pelajar, sehingga kerap dijadikan basecamp untuk mengisi perut sepulang sekolah.

Seperti saat ini, memasuki jam makan siang, tampak antrean cukup panjang di dua kasir, untuk memesan menu favorit mereka. Selain dijual satuan,, terdapat opsi paket menu ayam dengan harga yang berbeda pula.

Beralih ke meja yang berada tak jauh dari kasir, tampak lelaki tengah duduk seorang diri seraya menyantap makan siangnya dengan lahap. Ransel hitam diletakkan di kursi di sebelahnya, kemeja flanel biru dilinting sebatas siku dengan kaos hitam polos sebagai dalamannya. Manik abunya sesekali berpendar mengamati sekitar, mencari objek yang sejak lima belas menit yang lalu ditunggu. Porsi 2 nasi yang dipesan kini telah habis disantap, cukup untuk mengganjal perutnya yang sejak pagi belum diisi.

Kini, lelaki itu menyandarkan punggung pada sandaran kursi, menghabiskan es teh manisnya kemudian menarik selembar tisu untuk mengelap mulut yang penuh noda. Ia kembali melihat ke sekeliling dengan raut cemas, pasalnya sebentar lagi kelas akan dimulai, namun gadis itu belum juga datang. Saat hendak beranjak dari duduk untuk menyuci tangan di wastafel, ia dikejutkan dengan sebuah suara yang menginterupsi, memanggil namanya. Lantas, senyum mengembang di bibirnya. "Rel, ikut gue kuliah, yuk?"

Aurelia yang baru saja sampai setelah mengantar pesanan kepada customer, dibikin bingung dengan ajakan Axel yang tiba-tiba. Alisnya mengerut, diliriknya sesaat jam dinding yang menunjukkan pukul setengah satu. "Belum waktunya gue untuk pulang, Xel. Masih banyak kerjaan di sini."

Axel berdecak, sebelum menjawab ia sempatkan untuk menyuci tangan sebentar, menitipkan barang-barangnya yang tergeletak di meja kepada Aurelia. Hanya butuh dua menit, kini dirinya kembali seraya memasukkan dompet dalam saku dan menggendong ranselnya. "Gue udah izin ke bos lo."

"Hah?" Aurelia semakin tak paham. Netranya bertukar pandang ke arah kasir, di situ ia dapat melihat Vania tengah tersenyum tipis ke arahnya seraya mengacungkan ibu jari. "Kok bisa lo izin ke Ci Van?"

Kekehan terdengar dari mulut Axel, melirik ke arah Vania, kemudian kembali menatap Aurelia yang berdiri di hadapannya. "Gue sering makan di sini, dia temannya teman gue." Mendengar itu, Aurelia pun manggut-manggut saja, lalu kembali ke belakang untuk berganti pakaian sekaligus pamit kepada Vania, yang telah memberi izin padanya untuk pulang lebih awal.

Kini, keduanya menyusuri jalanan, di bawah terik mentari yang sangat menyengat,, membicarakan banyak hal, seperti pekerjaan Aurelia dan kekhawatirannya jika nyelonong masuk gitu aja ke kelas Axel. Sementara cowok itu terus berargumen bahwa tidak akan terjadi masalah, karena banyak juga yang ikut kelasnya, tetapi bukan mahasiswa dari universitas tersebut. Hanya untuk menemani teman mereka di kelas.

Tak butuh waktu lama, karena jarak restoran dengan kampus cukup dekat, mereka mempercepat langkah menuju kelas yang berada di lantai dua. Gedung bertingkat lima yang super megah itu bisa disimpulkan bahwa hanya orang yang berasal dari kaum menengah ke atas yang mampu kuliah di sana. Hal itu cukup membuat Aurelia minder, apalagi ia hanya mengenakan pakaian sederhana; jeans kulot hitam, kemeja yang dijadikan outer dengan tanktop putih sebagai dalaman. Sepatu sneaker putihnya pun terlihat lusuh, sangat tidak cocok untuk dipakai ke tempat mahal seperti ini.

Sepanjang menyusuri koridor, Aurelia membiarkan tangannya terus digandeng Axel, meskipun banyak tatapan dari mahasiswi yang terlihat iri melihat kedekatannya dengan Axel. Namun, peduli apa? Tujuannya saat ini hanya untuk menuntaskan rasa pensaran mengenai dunia kampus dan perkuliahan. Sampai di kelas yang dituju, Axel mengajaknya untuk duduk di deret ketiga, posisi yang strategis untuk dapat memperhatikan dosen dengan jelas.

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang