41. Distance

1.4K 84 3
                                    

💫💫💫

Pasca insiden kemarin, Aurelia terus diabaikan Melinda. Mereka tinggal serumah, tapi seperti orang asing yang tidak saling kenal. Melinda memang belum bisa memaafkan putrinya, karena ia pun tak habis pikir kenapa Aurelia berani berbuat hal memalukan itu? Apa lagi di sekolah!

Saat jam makan tiba, Aurelia duduk di hadapan Melinda. Suasana sangat sunyi, hanya terdengar dentingan sendok dan garpu saja. Tak ada yang membuka suara, kalau pun Aurelia berbicara, Melinda diam tak menanggapi. Kemudian, usai acara makan, Melinda langsung bangkit, mencuci piring lalu bergegas masuk kamar.

Aurelia mengembuskan napas berat, napsu makannya hilang. Ia bahkan hanya menyantap dua sendok makan saja, selebihnya ia mengenyangkan perut dengan menenggak air putih yang banyak. Karena menangis membuatnya dilanda dahaga.

Aurelia kembali ke kamar, menyibukkan diri berkutat dengan apa pun yang bisa mengalihkan pikirannya saat ini. Ia sedih, kalut, tak tau harus bagaimana. Rere menanyakan tentang kondisinya, namun tak ada satu pesan dari Rere yang dibalasnya. Aurelia masih belum siap menceritakan semua, apa lagi Rere bilang kejadian antara Aurelia dan Axel sudah menggemparkan SMA Glory. Kemungkinan juga sampai ke media sosial, apa lagi saat ini setiap hal apa pun yang terjadi, bisa secepat itu untuk viral.

Aurelia malu terhadap apa yang dilakukannya. Ia terlalu menuruti hawa napsu yang justru membuatnya terjerumus ke hal buruk. Jika saja kemarin bisa menahan napsu, ia tak akan mengalami kejadian ini. Tidak, bukan hanya itu. Jika saja ia tak mengenal Axel, sudah dipastikan hidupnya akan tenang. Tapi, apa daya, cinta sudah membutakannya, dan kini Aurelia harus siap menanggung seluruh konsekuensi yang ada.

Kemarin, Evan menelepon Aurelia. Gadis itu terus menangis, memohon ampun pada sang papa untuk memaafkannya. Di seberang sana, ia yakin pria itu sangat tercabik hatinya, melihat kelakuan putrinya yang mengecewakan. Aurelia tak hentinya menangis, dan kala itu Melinda yang tak sengaja melewati kamar Aurelia dan mendengar obrolan putri dan suaminya itu, memilih diam.

Suasana rumah sudah tidak nyaman bagi Aurelia, namun gadis itu tak punya pilihan lain, selain tetap berusaha menunjukkan jika dirinya benar-benar menyesal atas perbuatannya dan mengambil hati sang mama untuk mau kembali bicara dengannya lagi.

Aurelia menutup novelnya saat mendengar suara televisi dinyalakan. Jantungnya berdebar tak keruan, ia mengumpulkan keberanian untuk menemui sang mama. Ia bangkit dan melangkah dengan pelan, saat tangannya membuka kenop pintu, jantungnya terasa mau copot. Padahal dulu semudah itu jika ingin bicara dengan sang mama, tapi sekarang jeda itu semakin terasa, membuat keduanya terasa asing.

Aurelia menatap Melinda yang sedang menonton televisi dengan sorot datar. Sedetik kemudian, keduanya saling bertukar pandang. Aurelia dapat merasakan aura kebencian di mata mamanya. Ia menghela napas dalam-dalam, kemudian menghampiri Melinda dan duduk di sebelahnya. "Ma?"

Melinda diam, tak berniat sedikit pun untuk menoleh menatap sang anak. Baju daster panjang itu terlihat kumal, seakan wanita itu memang jarang memerhatikan fashion. Terbukti, uang bulanan Evan hampir seluruhnya ditabung, dan sisanya untuk kebutuhan sehari-hari.

"Ma, Aurel—" Aurelia belum sempat melanjutkan ucapannya, Melinda sudah lebih dulu bangkit dan meninggalkannya. Wanita itu memilih masuk kamar, membiarkan televisi dalam keadaan menyala.

Aurelia meringis, sedetik kemudian ia menangis. Ia bersandar di sofa dengan tangan menutupi wajahnya. Ia terisak, merasakan sesak dalam dadanya. Ia tak tahu harus sampai kapan di posisi ini, jeda dengan orang tuanya sendiri, sungguh membuatnya seperti anak durhaka.

Rasanya, benar-benar ingin mati saja.

💫💫💫

Published : 28 Juni 2020

Vote + Comment

Love,

Max

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang