60. Sunyi

232 10 2
                                    

vote & comment

Embusan angin yang cukup kencang membuat bulu kuduk Aurelia meremang. Sweater motif zigzag berbahan tipis itu tak mampu menghalau dinginnya angin malam. Suasana tampak sepi, kendaraan mulai jarang terlihat. Wajar saja, kini sudah pukul 22.30 WIB.

Kecepatan motor bebek itu semakin ditambah, si pengendara tak ingin berlama-lama kala rasa takut kian menyelimuti. Bukan saja hantu yang ditakuti, tetapi tingkat kriminalitas yang tinggi pun berhasil membuat seluruh penghuni di sekitar situ tak berani beraktivitas di malam hari.

Aurelia paham bahwa kini dirinya sedang menguji nyali, kalau saja tidak ada pekerjaan tambahan dari resto tempatnya bekerja, seharusnya ia pulang pukul 20.00 WIB. Namun, keterlambatannya itu juga tetap dihitung sebagai lembur dan ia akan diberi upah lebih. Itu kenapa, ia menyanggupinya.

60km/jam. Itulah kecepatan rata-rata saat ini. Sekitar 10 menit lagi, ia akan sampai di rumah. Akan tetapi, dari pantulan kaca spion, tiba-tiba sebuah lampu menyorot cukup menyilaukan, membuat Aurelia hilang konsentrasi. Lantas, ia mengurangi kecepatan motornya dan bergerak ke sisi kiri, berniat memberi jalan bagi pengendara yang di belakangnya.

Ternyata, tak hanya satu, tetapi dua motor besar mengikuti. Suara knalpot yang sedikit menggelegar membuat Aurelia was-was. Ia segera melajukan motornya dengan cepat, dan berusaha menghindari pikiran negatif yang mulai memenuhi kepalanya. Namun, tiba-tiba salah satu pengendara motor menyamai posisinya. Dua lelaki berboncengan itu mencoba mendekati Aurelia, tapi gadis itu tetap mengabaikan meskipun nyali makin ciut.

"Serahin motor lo!" seru lelaki yang duduk di jok belakang sambil menodongkan pistol. "Berhenti sekarang atau gue bunuh lo!"

Air mata mulai membasahi pipi. Di balik kaca helm itu, Aurelia menangis sejadi-jadinya. Ia menggeleng, tak ingin menyerahkan satu-satunya kendaraan yang dimiliki. Motor ini jauh lebih berharga daripada nyawanya sendiri. Ia memberanikan diri untuk semakin menambah kecepatan, namun sedetik kemudian terdengar suara tembakan yang menggelegar. Lantas, jantung Aurelia kian berdebar, ia menangis sesenggukan.

"Minggir!" ujar si penadah sambil terus mendekatkan motornya dengan motor Aurelia. Merasa ancamannya tak digubris, lantas si pengemudi tersebut langsung mendorong motor bebek itu hingga pengendaranya tersungkur.

Terdengar teriakan nyaring Aurelia saat membentur kerasnya jalanan. Ia tergeletak tak berdaya dan merintih kesakitan, samar-samar penglihatannya yang buram menangkap bayangan empat lelaki berbaju serba hitam itu mengambil alih motornya dan melaju pergi. "Jangan ... ambil ... motorku ..."

Lirih sekali suaranya, namun ia tak bisa berbuat apa-apa selain merelakan motor tersebut diambil oleh para pembegal. Luka di sekujur tubuh cukup membuatnya sulit bergerak. "Tolong ...." Suaranya tercekat, rengeknya tak mungkin didengar oleh siapa pun. Ia hanya berharap, ada orang baik yang menemukan dirinya saat ini.

Tangannya berusaha merogoh saku celana, luka di siku membuatnya tak bisa banyak bergerak. Namun, ia tak bisa berdiam diri saja. Tenaga yang hampir habis, ia kerahkan untuk mencari kontak di ponsel yang layarnya retak itu. Satu nama yang terbesit di pikirannya; Axel.

•••

02/09/23
-maxiva

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang