💫💫💫
"Xel, lo gila? Tio bukan tandingan lo! Dia lama di dunia boxing, bahkan jauh lebih lama dari lo!" Edo berdiri di depan Axel sambil mengusap wajahnya dengan kasar. "Gue gak mau lo kenapa-napa! Tio itu berani mati!"
Axel menghentikan kegiatannya yang sedang melilit tangan dengan kain putih, kemudian mendongak menatap Edo dengan seringai. "Kebetulan banget, gue lagi pengin bunuh orang."
"Axel!" Edo memekik frustrasi, tak tau lagi harus dengan cara apa menasihati Axel yang keras kepala. Sementara di luar sana, suasana mulai riuh. Para penonton meneriaki nama Tio, si juara yang tak terkalahkan.
Edo menyentuh kedua pundak Axel, ditatapnya sahabatnya dengan tajam. "Kalo lo masuk ke ring, gue gak bisa bantu. Cuma lo yang bisa nyelamatin diri lo sendiri."
Axel mengangguk, disentuhnya tangan Edo, memberi isyarat jika ia tidak akan mengalami hal yang ditakuti Edo. "Lo tenang aja, gue gak bakal kalah."
Kini keduanya memasuki ruangan sesak dan pengap. Teriakkan dilontarkan untuk menyemangati jagoan masing-masing. Axel berhenti sejenak saat berdiri di depan ring, mengedarkan pandangan ke penjuru kemudian menunduk memasuki ring dari sela-sela jaringnya. Axel memilih posisi di sudut kiri, sementara lawannya di sudut kanan.
Edo terus memberi masukkan kepada Axel tentang apa yang harus dilakukan. Taktik yang mungkin bisa melumpuhka Tio. Edo memijat kedua pundak Axel, berusaha merilekskan tubuh cowok itu agar tidak tegang dan terjadi cidera otot.
Manik abu Axel terus bertukar pandang dengan manik hitam Tio. Cowok bergelar The King of The Ring itu sama sekali tak membuat nyali Axel ciut. Justru Axel semakin tertantang untuk melampiaskan emosinya saat ini. Dada bidang Axel yang proporsional berhasil menyita seluruh mata kaum hawa. Tangannya sedari tadi dikepalkan, tak tahan untuk melayangkan pukulannya.
Tio mengulas senyum remeh, karena mendapat lawan yang tak sebanding dengannya. Axel? Sekali libas, juga langsung tewas!
"Tio, siap?" tanya lelaki berusia duapuluh tahunan yang berposisi sebagai wasit dan memimpin jalannya tinju ini. Ridho, namanya. Tim Tio mengangguk, terlihat pria bertubuh gempal terus memberi arahan pada Tio agar tidak melakukan kesalahan sedikit pun. "Tim Axel, siap?" tanya Ridho, dijawab anggukkan mantap oleh Axel.
Axel dan Tio saling berhadapan, sementara Ridho berada di antara keduanya untuk memberi arahan agar melakukan fair play. Saat Ridho meniup peliut, pertandingan pun dimulai. Tio dan Axel terus melindungi diri dari pukulan-pukulan yang diarahkan ke wajah lawan masing-masing.
Sorak sorai penonton terus menyemangati, membuat suasana terasa panas. Pasalnya, Axel dan Tio sama-sama kuat. Tio menggeram karena sempat menyepelekan Axel, ternyata lawannya itu tak kalah tangguh. Tio terus melakukan taktik, sesekali memukuli wajah Axel yang langsung ditahan cowok itu dengan kedua tangannya. Pantang menyerah, Tio beralih memukul perut Axel, membuat cowok itu tertunduk menahan sakit dan memberi kesempatan pada Tio untuk memukul wajahnya.
Kini Axel terjatuh dengan darah mengucur di hidungnya. Wasit memberi aba-aba, Axel pantang menyerah. Ronde kedua pun dimulai. Axel yang babak belur karena pukulan Tio, sementara Tio masih terlihat bugar, hanya terdapat luka di pelipis saja.
Axel memfokuskan pandangan, kedua tangan yang terluka mengepal kuat di depan wajahnya. Rambutnya yang acak-acakkan serta keringat di tubuhnya, membuatnya terlihat menarik. Axel melayangkan pukulannya dan mengenai rahang Tio, membuat cowok itu terhuyung jatuh. Axel tersenyum puas.
Ridho menjeda, Axel dan Tio duduk di tempat masing-masing, dan diberi arahan oleh coach. Axel menenggak minumannya sampai habis, deru napasnya tersengal-sengal. Edo terus memijat pundak Axel dan menatap pilu pada luka memar di wajah Axel.
Kini, ronde ketiga dimulai. Tio dan Axel semakin beringas, saling melempar tinju dan berpijak dengan ketahanan kaki agar tidak oleng. Pasalnya, ini adalah babak penentuan menang dan kalah. Keduanya mendapat skor seimbang.
Axel menghajar Tio habis-habisan, hingga cowok itu terbaring sambil menutupi wajahnya. Ridho segera melerai, karena Axel tampak kesetanan. Segala emosi cowok itu berhasil dilampiaskan pada Tio.
Yanto, coach Tio, meneriakkan nama anak didiknya agar bangkit. Dengan segenap kekuatan yang tersisa, Tio bangkit sebelum hitungan wasit mencapai angka sepuluh.
Kini, pertandingan dilanjutkan. Tio terus memukuli wajah Axel, meski dihalang oleh kedua tangan lawannya itu. Tapi, Tio tak kehabisan akal, ia pukul sisi kanan wajah Axel dan mengenai rahang cowok itu. Mulut Axel mengeluarkan darah, kesempatan emas bagi Tio untuk kembali memukuli Axel.
Tio duduk di atas tubuh Axel, memukulinya tanpa ampun. Axel tak berdaya, matanya tak bisa dibuka. Telinganya berdenging, samar-samar ia mendengar Edo meneriaki namanya. Namun, riuh penonton yang merasa puas melihat pertandingan ini, semakin membuat kepalanya pusing. Hitungan wasit tak dihiraukan, Axel ambruk.
Edo terus berteriak dengan ponsel yang didekatkan di telinganya. Saat Ridho menyudahi hitungannya, kini Edo masuk ke ring dan berusaha menyadarkan Axel. "Xel! Axel!"
💫💫💫
Published : 14 Juni 2020
Vote + Comment
Love,
Max
KAMU SEDANG MEMBACA
Sejauh Bumi & Matahari
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM BACA] Genre: Teenfiction - Young Adult | 17+ "Lo sengaja usik gue buat dapetin perhatian gue, kan?" Axel menaikkan turunkan aslinya. "Gak usah sok polos. Gue tau, lo naksir gue." Aurelia mencondongkan tubuhnya, sontak Axel terkesiap...