52. KFC

391 31 3
                                    

Vote & Comment, please 🤗

"Paket hot wings tiga ya, Kak!" ucap seorang pelanggan berseragam putih abu-abu yang kini mengantri di barisan pertama. Ia menoleh ke belakang, mencari keberadaan teman-temannya yang duduk di dekat pintu, kemudian terenyak ketika penjaga kasir menagih sejumlah harga yang harus dibayarkan. Gadis berusia tujuh belas tahun itu buru-buru mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan menunggu beberapa saat untuk mendapatkan uang kembaliannya. "Atas nama Rizka," lanjutnya, kemudian bergabung dengan dua temannya.

Sistem pemesanan yang diterapkan Kriuk Fried Chicken; ketika remote yang diberikan kepada pelanggan berbunyi, artinya pesanan siap diambil di meja kasir.

Suasana restoran cukup ramai, selain lokasi yang dekat dengan beberapa sekolahan dan kampus, harga yang dipatok pun relatif murah dengan kualitas rasa tak jauh beda dengan brand ayam krispy si kakek yang berasal dari Amerika.

Pelayan KFC resto super sibuk, dua penjaga kasir tak henti meladeni pesanan customer, di bagian dapur sibuk memanggang ayam, sementara di sudut lain terdapat dua wanita tengah membungkus pesanan yang harus diantar via online.

Seorang wanita berpostur semampai memasuki restoran. Kaki jenjang yang dibalut hot pants dipadukan kaos putih oversize membuatnya terlihat kece. Belum lagi aksesoris tas dan sepatu branded menunjukkan bahwa dirinya berasal dari kalangan atas.

Wanita berambut pirang di beberapa helainya itu duduk di meja nomor tujuh, tepatnya dekat dengan kasir. Ia letakkan tas jinjing merek Eropa itu di meja, kemudian mengeluarkan ponsel untuk membaca beberapa notifikasi di layarnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri, senyum terulas ketika menangkap sosok yang amat dirindukan, tangannya melambai seraya berseru, "Aurel!"

Perempuan yang dipanggil itu menoleh, membalas sapaan hangat saat bertemu pandang dengan manik cokelat milik bosnya. Lantas, ia tinggalkan pekerjaannya sejenak untuk menghampiri wanita yang dua tahun lebih tua darinya. "Ci Vania!"

Keduanya berpelukan, wanita berdarah chinese itu menghabiskan satu bulan lebih untuk kembali ke negara asalnya.

"You look prettier!" Aurelia tak hentinya mengagumi paras Vania Adiwijaya yang menjadi idolanya sejak pertama kali bekerja di sini.

"Xie xie," Vania terkekeh. Meskipun besar di Indonesia, ia tetap menjunjung tinggi budaya dan bahasa leluhurnya. Maniknya berpendar, kemudian menatap Aurelia lagi. "Resto gimana? Aman, kan?"

"Yap! As you see, Ci. Setiap hari selalu rame," jawab Aurelia seraya menunjuk ke arah kasir. "Oh iya, Tante Mey sama Om Kenzo gimana kabarnya?"

"They're doing good," ujar Vania. Ayah dan ibunya tinggal di sana untuk sementara waktu, sementara dirinya harus kembali ke Indonesia untuk mengurus beberapa bisnisnya, termasuk restoran ini.

"Oh iya, ai bawain oleh-oleh buat you." Vania mengeluarkan kotak kecil dari tas, lalu menyerahkannya kepada Aurelia. "Ai yakin, you pasti cantik banget pake ini."

Ragu, Aurelia menerima kotak itu. Ketika membukanya, matanya membulat menatap batu saphire yang berkilauan. Lantas, ia letakkan kembali kotak itu dan menggeleng pelan. "This is too much, Ci. Aku gak bisa terima ini."

"No." Vania menyela, bangkit dari duduknya dan meraih kalung emas putih itu untuk dipasangkan ke leher Aurelia, pegawai yang sangat dipercayainya selama ini. "You gak boleh tolak pemberian dari orang," gumamnya, mengubah posisi kembali, menghadap Aurelia. "Kan, bener! Cantik banget!"

Aurelia tersenyum kikuk, tangannya menyentuh bandul saphire, kemudian menyengir lebar. "Makasih, Ci! Aku bakal jaga kalung ini, sama kayak jagain ayam-ayam di sini!" Celotehnya mengundang tawa, namun obrolan mereka harus terhenti ketika Mawar, salah satu pegawai memberi arahan kepada Aurelia untuk segera mengantar pesanan.

Sejauh Bumi & MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang