26

8.9K 1.3K 53
                                    

Surat dari Nox tiba seminggu kemudian. Di luar dugaan, dia menepati janji. Awalnya sempat berpikir dia tidak akan menanggapi keresahanku. Selalu ada yang lebih penting daripada "membalas surat". Bisa saja penyihirku ini melakukan apa pun selain mengabulkan keinginan teman masa kecilnya. Namun, itulah yang terjadi. Dia membalas. Kertas lavendel bertuliskan ungkapan kerinduan. Kata-kata yang tidak kumengerti. Maksudku: Aku tidak mengerti alasan Nox menulis kalimat manis (yang kujamin bisa meruntuhkan hati wanita mana pun). Awalnya kukira aku tengah berhalusinasi. Halusinasi buruk. Lalu, setelah kupastikan beberapa kali (tepatnya kubaca berulang kali) barulah aku menyerah dan yakin surat itu benar-benar ditulis Nox.

Sebagai teman baik (dan calon rekan kerja), aku pun menulis balasan. Tentu saja tidak ada bumbu romantis. Oke, aku mengaku. Sebenarnya aku menuliskan kerinduanku dengan cara sopan. Lagi pula, Alina yang asli amat bodoh memilih Caius daripada Nox. Aku pun, andai Nox memilihku, pasti tidak menolak. Tidakkah dia, Alina yang asli, bisa melihat kualitas Nox? Lebih baik memilih lelaki yang bisa setia kepadaku alih-alih membagi hati dan waktunya demi wanita lain. Tidak menutup kemungkinan Caius di masa depan memperistri sejumlah wanita demi kepentingan penguatan kekuasaan. Sampai kapan pun aku tidak sudi berbagi suami dengan siapa pun. Nox tidak akan membagi hatinya dengan wanita mana pun. Aku yakin. Harus. Semoga saja perkiraanku benar.

Pergi sana, poligami!

Untungnya krisis antara Nox dan aku sudah terselesaikan. Setidaknya begitu. (Menurutku.) Nah, sekarang yang perlu kupertanyakan ialah, Jenin! Setelah malam "itu" kami berdua tidak bertemu. Tidak di acara undangan minum teh, tidak di perayaan ulang tahun (yah aku, kan, tetap harus menjalankan fungsiku sebagai anak Inocia dan Joseph. Jadi sembari bersosialisasi tidak lupa kugunakan kesempatan mempromosikan bisnis boneka. Ha ha. Aku bahkan bisa mengendus bau uang dan kesuksesan), dan bahkan di kamarku (mungkin saja, kan, dia menyelinap? Semua lelaki di Crimsom Rose tampaknya tidak punya etika soal "tidak boleh masuk ke kamar anak gadis"). Nihil. Dia menghilang ditelan bumi. Semoga saja dia tidak merencanakan hal buruk. Aku tidak suka bencana alam maupun bencana yang diciptakan manusia. Bisnisku sedang baik dan kemunculan kemelut hanya akan memperburuk usahaku memperkaya diri. Tanpa uang aku tidak bisa mewujudkan impianku hidup damai di pinggir danau. Tanpa uang aku tidak bisa menghindari algojo satu, dua, tiga, dan empat. Tanpa uang akhir tragis akan menjadi satu-satunya takdir yang paling mengerikan setelah jatuh miskin.

Yup, aku mata duitan, tapi dalam artian positif. Uang yang kuinginkan bukan milik orang lain alias uang haram. Bisnisku dijalankan dengan cara legal dan tercatat resmi. Orang yang kupekerjakan mendapat gaji serta tunjangan sesuai aturan. Intinya aku tetap mata duitan, tetapi sesuai aturan.

Saat kukira masalahku selesai di titik Jenin menghilang, di suatu siang cerah tanpa awan datanglah undangan dari istana. (Kalau kubilang "undangan dari istana", maka artinya benar-benar tidak menyenangkan.)

Joseph dan Inocia duduk merapat seperti amplop dan perangko, lengket tidak terpisahkan.

"Tidak boleh," Joseph menolak. "Katakan Alina tidak bisa menerima panggilan istana."

Inocia meletakkan tangannya di bahu Joseph, tatapannya mahfum dan tersirat sedikit keletihan di kedua matanya. "Menolak panggilan istana merupakan penghinaan. Sayang, kau tidak ingin putri kita menanggung hukuman akibat ulahmu, bukan?"

Hei! Mana boleh aku (yang mati-matian berusaha memperbaiki takdir buruk) menerima hukuman karena kekurangajaran ayahku?

Tiba-tiba saja kursi yang kududuki terasa panas seakan tengah menduduki kompor. (Tentu saja aku tidak pernah menduduki kompor sungguhan. Lagi pula, siapa yang kurang ajar berani melakukan tindakan tidak terpuji demikian rupa?) "Kenapa aku tidak boleh menolak?"

"Karena undangan kali ini dikirim langsung oleh sekretaris kerajaan," Inocia menjawab. "Berarti Baginda benar-benar serius mengharapkan kehadiranmu."

Jari telunjukku mengetuk dagu. "Tidak masalah. Ada Ayah bersamaku."

Crimson Rose (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang