Kekuasaan. Aku tidak ingin terseret arus perebutan posisi nomor dua di Arcadion. Satu-satunya misi yang masih berlaku dalam hidupku hanyalah bertahan hidup. Sudah berjuang sejauh ini. Segalanya tidak boleh sia-sia. Omongan Jenin mengenai Caius jelas memicu kecemasan dalam diriku. Bagaimanapun juga aku ingin hidup. Sesusah apa pun rutinitas, setidaknya mengetahui bahwa aku masih bisa bernapas dan menikmati cahaya matahari, pantas disyukuri. Semoga Caius mempertimbangkan saran menikahi gadis yang memiliki pengaruh. Kalaupun ia kecewa dengan istri pertama, maka-dengan kesempatan lain-ia bisa mempersunting selir. (Sekali lagi aku penganut "tidak suka diduakan". Oleh karena itu, andai Caius kukuh mengajukan lamaran, maka akan kutolak. Namun, tampaknya itu tidak mungkin terjadi. Lihatlah aku! Biasa saja; tidak memiliki relasi pejabat, pesona jauh dari kata mengagumkan, dan andai menyalonkan diri sebagai presiden-di dimensi asalku-pasti tidak ada yang mendukung. Aku Alina versi 0.2 yang tidak sempurna. Terjemahan: Menyedihkan.) Lagi pula, mana mungkin aku betah memikirkan keselamatan selama berada di istana. Bayangkan pembunuh bayaran yang mungkin disewa istri pertama dan orang-orang yang merasa terancam dengan keberadaanku. Cukup! Memikirkan para algojoku saja amat melelahkan, apalagi algojo tambahan. Oh tidak, terima kasih. Silakan ambil kursi sialan itu dan jauhi kehidupanku. Aku ingin hidup damai. Titik.
Aku dan Caius? Bersama?
Syalala, tidak. Dia tidak bisa kumiliki secara utuh. Hatinya memang untukku, tetapi dedikasi dan waktu jelas harus diberikan pada Arcadion. Lelaki yang memikul tanggung jawab sebesar itu membutuhkan wanita yang bisa menyangga separuh beban. (Bisa kalian perkirakan bila aku yang menjadi istri pertama Caius, maka kekacauan pun tercipta. Lalu, rakyat menuntut keadilan. Dengan kata lain, seseorang harus disalahkan. Ya, siapa lagi kalau bukan aku. Enak saja, aku tidak sudi dijadikan kambing hitam.)
Tidak ada hitam dan putih dalam politik. Segalanya abu-abu. Hal ini pun berlaku dalam hubungan antarmanusia. Hari ini seseorang adalah kawanku, esok mungkin beda cerita.
Jenin, tampaknya, pantas masuk dalam kategori mencurigakan. Dalam hati kuingatkan diri sendiri, "Jangan terpikat tampang gantengnya. Perjalanan hidup masih panjang." Namun, tidak ada salahnya menikmati ketampanan seseorang. Tanpa unsur cabul dan mesum.
Lalu, sadar. Biasanya antagonis tampan-menawan-tiada-tara pasti memiliki sengat. Oke, aku mengerti. Seperti mawar dan durinya. Harus berhati-hati. Jangan dekati pria tampan. Bahkan seekor laba-laba gurun pun bisa menyaru dengan pasir; sabar menunggu mangsa, kemudian ketika kesempatan tiba, ia akan langsung menyergap. Mati.
Memikirkan mati terbukti sakti mempertahankan unsur Nona Waras dalam diriku. "Hidup ini milikku," kataku dalam hati. "Tidak boleh ada yang merusaknya."
Kesempatan tidak datang dua kali. Jadi, hati-hati dalam bertindak.
"Alina, saat Caius tidak bisa mempertahankan diri. Kau akan jadi orang pertama yang diburu."
Teh dan segala makanan yang tersaji di hadapanku kehilangan daya pikat-tidak lagi menggiurkan. Bahkan aroma gula dan cokelat yang tercium pun tidak ampuh menggerakkan tanganku agar segera menandaskan makanan.
Mati rasa.
Indraku tiba-tiba terasa tumpul. "Ancaman?"
Jenin meraih cangkir dan menyesap teh. Perlahan, ia kembalikan cangkir ke meja, kemudian berkata, "Aku tidak mungkin mengancammu."
Tidak mungkin mengancam. Sayangnya aku melihat ular tipu daya dalam tatapan Jenin. Takkan sudi aku dipatuk olehnya.
Aku ingin bertanya, "Kenapa kau memperkenalkan diri sebagai Larocha?" Namun, akal menyarankan bertindak hati-hati. "Jenin, atau haruskan aku memanggilmu Larocha?"
"Apa pun," jawabnya, samar-samar kudengar nada jenaka khas milik Jenin yang kukenal. "Aku tidak keberatan dengan 'Sayang'?"
Nyaris! Hampir saja tanganku menyambar cangkir dan (dengan senang hati) melemparnya. Tentu saja, aku bisa menahan diri. "Sayang?" kataku, sangsi. "Aku tidak bisa memanggilmu dengan sebutan yang satu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crimson Rose (TAMAT)
FantasyMemori yang bisa kuingat ialah rasa sakit luar biasa. Seluruh tubuh terasa berat. Sangat berat. Hingga akhirnya aku jatuh tak sadarkan diri. Begitu terjaga kukira aku akan langsung dilempar ke mulut neraka, tetapi.... "Nona Alina, apakah hari ini An...