33

6.9K 1K 17
                                    

Pergantian kepemimpinan. Bisa dipastikan posisi yang menjadi incaran selanjutnya ialah tangan kanan raja, permaisuri. Ada kabar burung bahwa beberapa orang penting menawarkan diri mengisi posisi tersebut. Namun, sejauh ini hanya sebatas gosip.

Caius. Tunggal, tanpa pasangan, dan kemungkinan besar mengandalkan nasihat menteri. Suatu saat dia akan didesak dan dipaksa memilih. Kursi penting kedua akan menjadi medan pertempuran. Semua orang ingin menjadi yang utama. Semua orang ingin menguasai dunia. Semua orang memiliki ambisi yang sama. Setelah uang, kuasa pun menjadi keyakinan. Bahkan bila harus dibayar darah pengorbanan. Tentu pihak yang kalah membayar paling banyak, secara finansial maupun mental. Aku bisa membayangkan betapa ganas lingkungan kerajaan. Terlebih kerajaan yang diperoleh raja muda ini, Caius. Dia akan memikul beban terberat. Siapa pun akan berusaha membelokkan tujuan Caius. Teman. Lawan. Itulah kehidupan milik Caius.

Berada dalam zona abu-abu. Kedua kaki Caius menjejak neraka dan surga. Dia membutuhkan perisai dan pedang. Namun, perisai dan pedang yang satu ini tidaklah terbuat dari besi maupun perak. Kedua hal tersebut haruslah ia peroleh dari aliansi. Dia tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Semua pemimpin membutuhkan bidak terbaik.

Bagiku siapa pun yang menjadi pemimpin tidak ada bedanya. Bisnis tetaplah bisnis dan hidup harus terus berjalan walau disertai trauma. Aku akan tidur sembari mengharapkan hal-hal baik. (Tidak ada yang kuinginkan selain bertahan hidup.) Sekali, aku sekarat. Dulu hal-hal yang menyenangkan terasa mustahil. Aku tidak bisa menikmati indahnya jatuh cinta, pertemanan, keluarga, bahkan cita-cita. Saat dihadapkan di posisi piramida ekonomi terendah, satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah bertahan. Orang kaya tidak perlu memikirkan biaya sekolah. Mereka bahkan tidak mencemaskan nominal buku yang harus dibeli. Anak-anak dari kalangan terbawah perlu bersusah payah memanjat piramida kehidupan. Ironis. Namun, begitulah hidup.

Aku tidak ingin mempertanyakan neraca keadilan. Keadilan bukan sekadar ilmu perhitungan. Satu ditambah satu sama dengan dua. Tidak, keadilan tidak seperti itu. Analogi menyebalkan. (Jenis analogi yang tidak bisa kumengerti.) "Apabila ada seseorang mendapatkan apel merah, maka kau akan mendapatkan apel serupa. Apabila aku bisa melakukan A, maka kau boleh bertindak A." (Halo, yang benar saja?) Padahal tidak semua orang suka apel merah dan tidak semua orang harus diberi apel merah. Oleh karena tuntutan setiap orang berbeda, maka bisa kutafsirkan orang pun menilai keadilan dalam arti berbeda. Ini bukan hanya mengenai apa yang aku dan orang lain dapatkan, tetapi mengenai ketepatan pemenuhan keadilan bagi setiap individu. Itulah keadilan yang kumaksud. (Memangnya kalau aku memilih melompat ke jurang, kalian juga ingin ikut? Tidak, 'kan? Toh mengacu pada ilmu bila seseorang bisa makan apel, maka kau juga harus bisa makan apel. Maka bila ada orang tertimpa kemiskinan, maka kau "wahai orang berbudi" pun harus merasakan kemiskinan. Tentu saja yang kumaksud "orang berbudi" ialah tipikal manusia yang senang memaksakan standar kehidupan mereka kepada siapa pun. Nah, jenis manusia menyebalkan ini akan sering kalian temui dalam lingkungan pertemanan maupun kerja. Buwahahahah.)

(Dunia ini akan damai apabila semua manusia saling memahami tanpa memaksakan standar kebahagian mereka kepada orang lain. Kalian tidak perlu merasa kurang hanya karena orang lain menilai kalian masih di bawah standar moral milik mereka. Aku yakin jenis manusia "pemaksa standar hidup" tidak mau melihat dari sudut pandang orang lain. Mereka, para pemaksa standar hidup, seolah mengerti segalanya sementara kita hanya penumpang gelap dalam kapal semesta. Apabila kita menyuarakan pendapat mereka akan berkata, "Apa yang kau mengerti?" Begini, ya, teman-teman. Kalimat ini bisa kalian terjemahkan sebagai pelecehan. Seakan apa yang kalian rasakan dan pikirkan itu dangkal. Padahal mereka, para pemaksa standar, tidak berada di posisi kalian. Nah, artinya mereka hanya "mengira" paham dan menyimpulkan secara sepihak. Saranku bila bertemu manusia "pemaksa standar hidup" lebih baik kalian menjauh, lari saja. Oh atau mungkin kalian bisa pura-pura tidak melihat mereka. Oke, abaikan. Kita hidup dalam ranah dan warna berbeda, menurutku tidak sepantasnya orang saling merendahkan dan menganggap dirinya luar-biasa-super-mega-bijaksana. Aku berani bertaruh kalau kalian berusaha mencurahkan permasalahan kepada mereka si kaum pemaksa standar, paling-paling mereka akan memberikan respons seperti ini: "Kapan kau dewasa?" "Berhenti bersikap kekanak-kanakan." "Memangnya apa yang kau tahu?" "Aku bicara fakta." "Logikamu cacat." Dan seterusnya, dan seterusnya. Sedih, bukan? Kalian bahkan belum sempat menyelesaikan cerita yang ingin kalian utarakan.)

Crimson Rose (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang