30

8.1K 1.1K 15
                                    

Aku tidak bisa berhenti memikirkan Jenin. Kecemasan dan Kegetiran. Kali ini aku tak sanggup membedakan keduanya. Bahkan di saat Perayaan Bintang Jatuh tiba, hatiku tetap risau seakan ada sesuatu yang terlewatkan olehku.

"Aku akan meminta jodoh yang baik."

Emily membantuku bersiap. Gaun merah delima berhias mutiara. Rambutku dikepang dalam satu ikatan. Setangkai mawar merah diselipkan dalam kepangan. Sepasang sepatu merah, pada ujung sepatu bertengger kupu-kupu hitam. Selama beberapa saat aku termangu menatap pantulanku di cermin.

"Sempurna," Emily mengomentari hasil karyanya. "Nona, malam ini kau akan jadi bahan perbincangan."

Alih-alih membalas, aku memilih bergegas menemui orangtuaku. Mereka berdua tampak antusias menyambut perayaan. Kereta kuda lengkap dengan kais menanti intruksi Joseph. Tidak ada kesatria yang akan menemani kami. Lagi pula, keluargaku tidaklah penting untuk dijadikan bahan penculikan. Nilainya murah. Paling-paling aset bisnis yang kalau tidak pintar mengakali akan jatuh sahamnya lantas bangkrut. Lalu, kami bertiga pun masuk dalam kereta dan bertolak menuju pusat kota.

Sepanjang perjalanan Joseph dan Inocia bercakap. Aku? Tidak tertarik mendengarkan sebab benakku berkelana pada negeri lain. Negeri tanpa sihir. Tempat asalku. Ruang berpencahayaan remang, tangis wanita yang mengharapkan kesediaanku menjadi anak berbakti, bau apak dari rokok, malam-malam yang kulewatkan dengan tangis kekecewaan, dan amarah kepada sanak saudara.

"Apa yang akan kauminta?"

Suara Joseph berhasil menyadarkanku kembali ke masa kini. Sesaat aku kehilangan fokus, tetapi secepat kilat kutemukan topeng kepura-puraan yang selama ini membantuku bertahan hidup: Sandiwara.

"Akan kuminta kesejahteraan bagi kita semua," jawabku ceria.

"Joseph, mungkin tiba saatnya kita melepaskan Alina kepada seseorang."

Tolong biarkan aku menikahi bisnis. Setidaknya bisnis bisa membahagiakanku dengan cara hedonistik.

Untung kami sampai di tujuan sebelum Joseph mengungkapkan persetujuannya atas pendapat Inocia. Begitu melangkah keluar dari kereta, aroma parfum bercamur memenuhi udara. Lampion berbentuk bulan dan bintang begitu elok dalam aneka warna menyala. Setiap kios dadakan pun digelar; satai, roti goreng, bunga, perhiasan, buku; semuanya penuh sesak oleh pengunjung. Panggung sandiwara pun diadakan. Suara genderang dan suling sahut-menyahut. Orang-orang terkisima pada tampilan para aktor yang tengah melakonkan cerita mengenai asal-usul Perayaan Bintang.

Alkisah seekor naga jatuh cinta kepada manusia. Makhluk itu ingin berkawan dengan manusia. Namun, manusia terlalu takut dan alhasil selalu melarikan diri karena tidak ingin dijadikan santapan. Akhirnya naga tersebut memutuskan menghadiahi manusia sekantong emas dengan harapan mereka, para manusia, akan mempertimbangkan naga tersebut. Sayangnya sifat manusia tidak seperti yang naga pikirkan. Mereka pun mulai malas bekerja dan meminta emas kepada naga tersebut. Akhir cerita sang naga kecewa dan memutuskan meninggalkan manusia.

Sekian tahun berlalu. Sang naga bersembunyi di kedalaman hutan, menolak menemui siapa pun. Dia telanjur patah hati. Manusia memilih harta daripada meluangkan waktu menemani si naga. Tidak ada kesetiaan dalam diri manusia. Oleh sebab itu, jantung hati si naga pun membeku oleh kenestapaan. Api kehidupan dalam diri si naga perlahan padam.

Dewi Bulan pun merasa iba dan memutuskan mengubah si naga menjadi salah satu bintang. Konon setiap beberapa tahun sisik-sisik sang naga akan jatuh ke bumi dan siapa pun yang mendapatkan sisik tersebut akan diberkati kemakmuran.

"Apa kita akan langsung pergi ke kuil?"

Rencana awal, kami akan melakukan pemujaan. Semoga saja dewi bersedia mendengar beberapa permintaanku. Bisnis, untung, dan keselamatan. Nah, hanya tiga itu yang kubutuhkan.

Crimson Rose (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang