46. FINAL

20.1K 1.2K 21
                                    

Aelia. Manusia memanggilnya sebagai perpanjangan tangan Sang Waktu. Dia merupakan salah satu penjaga rahasia semesta berikut kisah kejadian penciptaan. Kepada Aelia kehidupan dan kematian mengristal sebagai cermin kebenaran. Sebab setiap kematian akan melahirkan kehidupan. Aelia mengarahkan jiwa-jiwa kepada pemberhentian. Bila Elea, Sang Kematian, memilih membenamkan jiwa-jiwa merana ke Sungai Hitam, maka Aelia akan mengangkat jiwa-jiwa tersebut menuju kehidupan baru. Luma menganugerahi Aelia dengan sebutan Dewi Pengharapan.

Beratus dimensi saling tumpuk seperti halaman-halam dalam buku. Aelia menyaksikan era berganti, dari gelap menuju terang maupun sebaliknya. Seperti saat ini; dia memperhatikan kepergian seorang manusia. Jiwa tersebut terpisah dari raga, melayang, dan terbang meninggalkan alam fana.

"Selamat datang, Alina," sapanya. Aelia menarik jiwa Alina dari Alam Antara. Perlahan, dia membimbing jiwa Alina memasuki peraduannya. "Aku menunggumu."

Aelia mengubah panorama; memunculkan langit cerah berawan, rumput hijau menyelinap lewat rekahan dan memekarkan bunga-bunga liar, pohon-pohon tumbuh menjulang mengundang burung, lalu kupu-kupu dan kumbang pun hadir. Meja dan sepasang kursi berwarna putih menjadi hiasan terakhir yang Aelia ciptakan.

Dengan lembut Aelia mendudukkan jiwa Alina. Jiwa tersebut mengenakan gaun musim semi berwarna putih. Meski samar, Aelia bisa merasakan sisa pendar kehidupan darinya.

"Kau ... siapa?"

Itulah dua kata yang diucapkan Alina setelah membuka mata.

"Aelia," jawabnya. "Sang penjaga waktu."

Angin berembus sembari menebarkan aroma musim panas. Alina menyentuh perutnya-rata, tidak ada kehidupan apa pun di dalam sana.

"Putramu masih hidup," Aelia menjawab, suaranya merdu dan menenangkan. Dia duduk di seberang Alina, mencoba membaca perjalanan jiwa milik Alina. "Dia akan menjadi pemimpin yang baik."

"Anakku...." Kini Alina mengingat dirinya telah tiada. Dia bahkan tidak bisa mendengar putranya memanggilnya dengan sebutan "ibu". "Aku mencintainya."

"Kau tidak mencintai ayahnya."

Itu bukan pertanyaan. Aelia menyatakan kebenaran.

"Aku tidak bisa mencintai lelaki yang membunuh keluargaku," kata Alina, getir. Hanya sesaat tubuhnya gemetar, kemudian perlahan hilang. Lantas dia menatap langsung ke mata Aelia. "Apakah kau perpanjangan tangan penjaga dunia bawah yang akan mengantarku ke neraka?"

Seulas senyum terpeta di wajah Aelia. "Kau berpikir pantas dimasukkan ke neraka?"

Alina menggeleng. "Aku tidak tahu." Kedua tangannya kini menekan perut, seolah bayi yang dicintainya itu masih terlelap dalam tubuhnya. "Aku hanya ingin putraku tumbuh sebagai seorang penyayang, bukan pendendam yang senang menumpahkan darah."

"Percayalah," Aelia meyakinkan, "dia memang dilahirkan olehmu demi tujuan besar."

"Bagaimana kau bisa seyakin itu?"

Aelia menyentuh kelopak bunga aster yang tumbuh di dekatnya. "Sebelum aku memperlihatkan masa depan putramu, maukah kau melihat perjalanan jiwamu?"

Alina mengangguk, mengiakan.

Lalu, Aelia pun memulai: "Kelahiran pertamamu di dunia ialah sebagai seorang penyihir bernama Hamona."

Pemandangan musim semi pun berubah menjadi Arcadion di musim dingin. Bunga-bunga dan pepohonan berganti bangunan-bangunan dengan atap tertutup salju. Jalanan licin oleh es yang mengristal. Sebagian orang mengenakan pakaian berwarna gelap, sibuk berusaha menghangatkan diri dengan cara memasukkan tangan ke bawah ketiak. Pada salah satu pohon duduklah seorang bocah gelandangan. Bocah itu memiliki rambut berwarna perak yang tampak serasi dengan nuansa putih musim dingin. Di depan si bocah, berdirilah seorang wanita berambut merah yang mengenakan jubah khas penyihir Arcadion.

Crimson Rose (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang