3

40.6K 5.7K 652
                                    

Melalui jendela di lantai dua, aku mengamati orang-orang menyampaikan salam perpisahan. Kereta kuda perak terpakir di pekarangan. Joseph dan Inocia mengucapkan sesuatu kepada Nox (kubilang sesuatu karena haloooo ingat, kan, aku manusia biasa? Tidak memiliki pendengaran super). Dia terlihat tampan untuk ukuran bocah lima belas tahun. Kemeja abu-abu, celana denim, rompi hitam, dan topi. Tidak ada koper. Kemungkinan semua barang bawaan Nox sudah dimasukkan ke dalam tas gendong yang sekarang ia kenakan.

"Nona, kenapa Anda tidak mengantar Nox?" Emily, pelayan wanita yang dipekerjakan Joseph, berdiri di sampingku, ikut mengintip. "Dia pasti senang melihatmu."

"Tidak perlu," jawabku. "Nox pasti mengerti." (Dia pasti mengerti. Kami, kan, sudah menjadi sahabat. Tidak ada dendam, permusuhan, apalagi rencana pelenyapan karakter-mantan-antagonis.)

"Sayang sekali gaun lavendel yang Anda kenakan. Pagi ini aku sengaja mengepang rambutmu agar terlihat seperti peri bunga."

Sebenarnya aku ingin berkata, "Kalian tidak pernah membiarkanku memilih baju dan model rambut." Tetapi, sebagai Alina versi revolusi, tidak baik menyinggung perasaan siapa pun bahkan pelayan sekalipun. Tampaknya hal semacam ini remeh di mata sebagian manusia, tetapi andai kita berpikir tidak hanya berdasarkan kepentingan pribadi maka pastilah dunia menjadi tempat terindah yang pernah ada. Orang lupa bahwa sebagai manusia sudah sepatutnya kita mengedepankan musyawarah demi terwujudnya mufakat, tapi kenyataan di lapangan (khususnya pengalaman di kehidupan lalu milikku) individu licik muncul di setiap lapisan masyarakat (mulai dari penjual bumbu dapur di pasar hingga kelas kakap berdasi) satu sama lain sibuk saling menjatuhkan dan korup.
"Kau lihat pria berambut perak yang berdiri di dekat Nox?"

Emily mendengus. "Dia terlalu tampan sebagai penyihir."

Tolong jangan mengajari anak di bawah umur mengenai penampilan seseorang. Emily, tidak bisakah kita menilai seseorang berdasarkan perilaku dan bukannya penampilan luar? Seperti filosofi "hati-hati saat memilih jambu air". Lezat di luar ternyata dalamnya busuk.

"Penyihir Rugal menakutkan."

"Nona, dia sangat tampan."

"Ayahku lebih tampan." Tampan versiku ialah, lelaki baik hati yang tidak suka membunuh. Penyihir Rugal tidak termasuk. Pokoknya dia tidak tercatat dalam kategori pria tampan baik hati dan tidak sombong. "Sepertinya mereka akan segera berangkat."

Nox menengadah, menatap langsung ke jendelaku. Dia melambaikan tangan-perpisahan.

Sampai jumpa.

Kubalas lambaian tangan Nox. Aku akan merindukan kebersamaan yang kami lewati. Dia akan menjadi penyihir tampan ternama, bertemu Yuna, dan menjadi pesaing si putra mahkota. Yuna akan menjadi hal utama dan terpenting bagi Nox. Hanya Yuna, bukan Alina. Aku, Alina versi 0.4, akan berusaha menjauhi skenario picisan; tidak ada jatuh cinta, jangan sampai bertemu putra mahkota, dan merintis bisnis dagang. Selamat tinggal, Nox. Semoga kau menemukan cinta sejatimu dalam diri Yuna. Adios.

"Wah, Nona. Lihat. Lihat. Pria itu melihatku. Haruskah kulambaikan tangan?"

Entah mengapa tatapanku beralih ke Penyihir Rugal. Tampaknya ia melihat ke arahku dan bodohnya aku masih melambaikan tangan. Hei, Tuan! Lambaian tangan ini bukan untukmu! Penyihir Rugal terus menatapku seolah lambaian tangan anak kecil terlalu manis untuk dilewatkan. Hawa dingin menjalari tubuh. Aku tak sanggup melihat si penyihir. Alhasil aku kabur, bersembunyi di belakang Emily.

Jangan lihat aku. Jangan lihat aku.

"Nona, mereka sudah berangkat."

Kereta telah melaju, meninggalkan kediaman Joseph.

Crimson Rose (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang