Bonus Chapter 3: Jenin

14.5K 1.2K 103
                                    

The fallen flowers scattered by the season.
Remains alone, lonely, and sad.
Flowers bloom and wither.
Just like my heart.

~ Sunhae Im - Will Be Back

♥♥♥

Hadiah-hadiah, yang Jenin berikan kepada Alina, terabaikan-seperti perasaannya; hanya ia seorang yang mencintai tanpa balas, hanya ia seorang yang berharap, dan hanya ia seorang yang memendam rasa.

Cinta tanpa balas.

Jenin mencoba mengurangi jarak antara dirinya dan Alina. Namun, setiap kali ia selangkah mendekat, maka Alina akan menjauh sedemikian rupa-terus berlari, berlari, dan berlari menjauh tanpa menengok ke belakang. Dia merindukan masa ketika mereka berdua memiliki hubungan baik. Saat itu tidak ada tembok pembatas, segalanya terasa akan baik-baik saja.

Sayangnya keadaan memburuk. Jenin tidak bisa mengendalikan dendam dan amarah yang terakumulasi dalam dirinya. Bahkan setelah dia berhasil menyingkirkan Caius, Nox, beserta semua orang yang bungkam saat ketidakadilan menimpa; dirinya merasa kalah.

Sedari awal Jenin tidak berani berharap akan bahagia sebab ekspektaksi hanya akan mengecewakan. Pengharapan tidak berakhir manis di tangan Jenin. Seolah segala sesuatu kian memburuk bila dirinya yang menjadi tokoh utama.

Akan tetapi, keinginan memiliki Alina lebih kuat daripada keraguan. Dia tidak bisa melepas Alina demi apa pun. Membohongi diri sendiri, selalu memanipulasi perasaan; agar percaya bahwa yang dia lakukan benar, agar tidak terjebak di masa lalu, dan berpikir jalan yang dipilahnya memang tepat. Dia tidak peduli bahwa tindakan memaksakan kehendak kepada Alina tidaklah bijak. Satu-satunya yang terpikir dalam dirinya hanyalah memiliki.

Lantas ketika Alina mengandung, Jenin berharap kehadiran anak di antara mereka akan membantu memperbaiki hubungan di antara mereka. Dia merasa bahagia; ingin memeluk Alina, ingin mencium bayi dalam kandungan Alina, ingin selama-lamanya bersama Alina. Tahap kegilaan yang melanda dirinya teramat hebat hingga realitas tidaklah penting.

"Alina, tidak bisakah kau memperbolehkanku bertemu anakku?"

Kehamilan Alina memasuki bulan kesembilan. Dia duduk di dekat jendela, tatapannya terfokus ke dunia luar; bersama burung-burung yang terbang bebas, bersama angin yang mengembus dedaunan, dan saat itu Jenin berpikir keberadaan Alina akan pudar. "Biarkan kami bebas."

"Tapi, aku tidak bisa."

"Kau sudah mendapatkan segalanya," kata Alina, nada suaranya terdengar hampa. Seolah seluruh semangat yang dulu memenuhi kehidupannya telah lenyap tidak tersisa. "Pembalasan. Singgasana. Kau memiliki segalanya."

Dada Jenin terasa sakit. Dia tidak menyukai perasaan ... terabaikan. Alina bersamanya, tetapi hatinya memilih lelaki lain. Bahkan setelah Nox mati, lelaki itu tetap menjadi pelabuhan hati bagi Alina. "Kenapa harus dia, Alina?"

Kini Alina mengalihkan pandang kepada Jenin. Kedua matanya tampak lelah. "Aku tidak ingin menjawab."

Kedua tangan Jenin mengepal, mencoba mengalihkan perasaan menyesakkan yang kini mendera.

Hatinya tidak bisa dimiliki.

Perasaan cinta tidak bisa dimanipulasi.

Jenin membenci Nox dengan setiap tetes darah dalam dirinya. Tidak ada penyesalan ketika dia berhasil memisahkan Alina dan Nox. Namun, ternyata ada hal yang lebih memedihkan daripada perasaan bertepuk sebelah tangan; perasaan mendamba tanpa akhir.

Setiap berkunjung Jenin pasti menyempatkan diri memetik setangkai bunga dan menghadiahkannya kepada Alina. Sekuntum bunga yang terabaikan kemudian layu.

Crimson Rose (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang