Sebenarnya keinginanku tidak muluk-muluk. Satu, hidup berkecukupan. Cukup pembiayaan makan, tinggal, pakaian, dan bersenang-senang. Dua, hidup damai di suatu tempat yang dekat danau. Semoga danau incaranku tidak ditempati makhluk angker berbau amis dan busuk. Lagi pula, aku tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan "dana mengusir monster, setan, dan mutan". Pelit baik demi kesehatan dompet. Tiga, menjauh dari masalah. Terus terang tidak ada manusia di dunia yang bebas dari perkara buruk. Sayangnya aku ingin jadi salah satu manusia yang tidak memiliki masalah. Lebih bagus bila punya privilese. Sayangnya itu tidak mungkin. Mus-ta-hil.
"Aku mendengarnya."
Sekian banyak kemustahilan yang sungguh mustahil ada justru muncul saat otakku mustahil memikikirkan rencana penyelamatan mustahil. (Hitung saja jumlah "mustahil" yang kusebutkan. Terima kasih.)
Posisi duduk memunggungi jalan masuk. Oleh karena itu, kehadiran Caius sama sekali tidak terprediksi.
"Aku mendengar semuanya," Caius menegaskan.
Bulu halus di leher dan bahuku menegak.
Opsi pertama, pura-pura jadi batu.
Opsi kedua, kesurupan.
"Alina, apa kabar?"
Opsi ketiga, bangkit dan hadapi kenyataan. "Kabarku baik-baik saja, Pangeran. Semoga Bulan memberikan terangnya kepada Anda."
Caius mengenakan pakaian bernuansa hitam dan ungu. (Berbanding terbalik denganku yang seperti Alice dari negeri gila.)
"Nah, Alina. Sepertinya aku tidak bisa menemani kalian."
Seratus persen aku yakin itu bohong belaka. Namun, alih-alih menyuarakan ketidakpercayaan, aku pun memberi salam dan membiarkan Baginda meninggalkan kami. (Catatan tambahan. Danau impianku tidak boleh berdekatan dengan kawasan milik kerajaan. Sebaiknya aku mempertimbangkan danau di luar kerajaan Arcadion. Semakin jauh, semakin baik.)
"Terus terang aku kecewa," katanya, mengabaikan cangkir teh yang dihidangkan pelayan. "Kau tidak tertarik tawaran istana."
Satu-satunya hal yang bisa kulakukan hanyalah pura-pura tersenyum. Kuharap dia tidak bisa melihat langsung ke dalam kepalaku (maksudku bukan isi di balik tempurung kepalaku, tetapi isi pikiranku sebab percayalah tidak ada hal bagus di dalamnya).
"Ham-maksudku, saya tidak sanggup bersanding dengan Anda. Pengeran, saya yakin banyak calon pendamping yang lebih andal daripada saya." Formalitas sungguh menyiksa. Apabila lidah keseleo sedikit saja, niscaya hukuman pun menanti.
"Kau memenuhi semua kriteria."
Ia, yang duduk di seberangku, merupakan salah satu kematian terburuk dalam Crimsom Rose. Sampai kapan pun aku tidak menampik fakta tersebut. Jika ia tidak bisa menerima cinta gadis yang dulu tergila-gila kepadanya, maka bagaimana mungkin ia bisa menerima cinta lainnya?
"Pangeran, mengenai undangan ... maksudku, alasan kehadiran-"
"Pertunangan," Caius memotong ucapanku. "Aku mengajukan pertunangan denganmu."
Peringatan Jenin berdentang, nyaring. Sekali lagi dia mengungkapkan fakta.
Susah payah aku menelan ludah. "Pangeran, saya mohon pertimbangkan pilihan lain."
"Apa buruknya?" Caius menantang keberanianku mengungkapkan kebenaran. Matanya menatap langsung ke dalam mataku. "Katakan, apa buruknya menikah denganku?"
Kau mungkin akan membunuhku! "Saya tidak berani menentang keputusan Anda. Namun, ada baiknya Pangeran mempertimbangkan pilihan lain."
"Sejak kapan kau belajar diplomasi bersayap?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Crimson Rose (TAMAT)
FantasyMemori yang bisa kuingat ialah rasa sakit luar biasa. Seluruh tubuh terasa berat. Sangat berat. Hingga akhirnya aku jatuh tak sadarkan diri. Begitu terjaga kukira aku akan langsung dilempar ke mulut neraka, tetapi.... "Nona Alina, apakah hari ini An...