45

11.4K 1.1K 90
                                    

Jenin tidak bisa mencintai siapa pun kecuali egonya. Sekian banyak jiwa dimangsa hanya demi memuaskan kehampaan miliknya. Percayalah, tidak ada apa pun bisa memenuhi lubang di hati Jenin.

Termasuk aku.

Dia mengurungku dalam kemewahan; gaun, perhiasan, riasan, makanan, sutra; semua dipersiapkan khusus untuk menyenangkanku. Namun, aku tidak membutuhkan segala kemewahan tersebut. Satu-satunya yang begitu kudambakan hanyalah kebebasan. Istana hanyalah bentuk lain dari penjara. Aku merupakan seorang tahanan. Apabila manusia dirampas kehendak serta hak mereka, maka perlahan-lahan identitas diri pun memudar.

Jenin tidak mengerti.

Dia tidak mau mengerti.

Ketidakberdayaan membuatku sakit. Begitu aku menolak makan dan bermaksud melaparkan diri sendiri, Jenin akan menghukum salah seorang pelayan-melarangnya makan, membuatnya kehausan, dan pada akhirnya aku pun mengalah. Seluruh makanan terasa hambar. Lidahku kehilangan kemampuan merasakan apa pun. Namun, aku tidak peduli. Aku bahkan tidak peduli saat Jenin menyentuhku, memaksakan dirinya kepadaku, dan menjanjikan kesenangan yang tidak kuinginkan. Setiap malam seperti mimpi buruk. Andai bisa mengelak dari mimpi buruk yang satu ini. Aku sungguh berharap bisa bersama Nox dan mewujudkan segala impian yang mungkin bisa kami dapatkan. Sayangnya seluruh mimpi kini terasa membebaniku. Mimpi mengingatkanku kepada Nox, tentang betapa mudah kebahagiaan ditawarkan ke dalam pangkuan kemudian hancur. Jenin melakukannya. Dia menghancurkan mimpi-mimpi seperti bintang jatuh yang terbakar kekalahan. Aku tidak suka disentuh Jenin. Aku benci malam-malam yang kami, aku dan Jenin, lewatkan. Aku muak setiap kali dia meleburkan dirinya kepadaku. Kegilaan. Terjebak dalam labirin tanpa jalan keluar. Perlahan-lahan kesadaranku menipis. Hingga aku mencoba mengiris nadi menggunakan pecahan gelas. Bila kehidupan tidak bisa menawariku kebebasan, maka lebih baik aku menerima tawaran kematian yang tidak pernah ingkar kepada siapa pun.

Akan tetapi, Jenin berhasil menyatukan tali nyawaku. Dia menarikku dari tangan kematian dan menjejalkan kehidupan ke dalam mulutku.

"Kau tidak boleh meninggalkanku," Jenin menuntut. Anehnya dia menangis. Air mata terasa hangat di jemariku. Dia menggenggam tanganku, berhati-hati tidak menyentuh sayatan yang kini tertutup kain. "Hanya ada kau ... hanya dirimu seorang."

Diriku terbaring, seluruh tubuh terasa kebas. Tidak ada apa pun yang sanggup menyatukan kepingan dalam diriku. Aku tidak menginginkan seluruh hal yang dijanjikan Jenin.

"Biarkan aku pergi," kataku memohon.

Tidak ada tangis. Air mata telah mengering seperti jiwaku.

"Alina...."

Jenin tidak melanjutkan perkataannya. Perlahan dia melepaskan tanganku, kemudian pergi.

Kau bisa menyeretku ke neraka, tetapi aku pasti akan menemukan tangga menuju surga.

Sepenggal syair yang dulu dibacakan Paman Nuer kepada Nox. Paman yang kuharap tidak melakukan tindakan bodoh. Aku ucapkan terima kasih kepada siapa pun yang berhasil memaksa pamanku tetap bersembunyi. Aku tidak ingin dia mengalami kemalangan. Biarkan pamanku yang bodoh itu tetap hidup.

***

Jenin menyayat pergelangan tangan seluruh pelayan yang bertanggung jawab mengurusku.

Peringatan. Bila aku berani melakukan percobaan apa pun, maka dia tidak segan melenyapkan gadis malang mana pun.

Mereka, para pelayan, tidak berani memandangku. Aku bisa melihat, walau samar, kain membelit pergelangan tangan. Bahkan mati pun harus menanggung beban orang lain. Mau tidak mau aku terpaksa mengikuti permainan Jenin.

"Kau menyukainya?"

Jenin melingkarkan kalung ke leherku. Liontin berbentuk mawar merah terasa dingin menyentuh kulit.

Crimson Rose (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang