Nox tidak datang. Dia tidak menepati janji. Mungkin, dia terpaksa membatalkan pertemuan. Mungkin, ada tumpukan surat untukku yang tidak ia kirimkan-surat-surat berisi tumpahan perasaan, seluruh rahasia, dan mungkin rindu. Pasti ada penjelasan. Aku berharap, sangat berharap, apa pun itu, dia tidak mengabaikanku. Kesabaranku benar-benar di ambang batas kewajaran. Meskipun tahu bahwa dia berbuat ingkar, tetapi jauh di lubuk hati terdalam aku tidak bisa membencinya. Aku tidak sanggup. Tentu saja hatiku sakit. Namun, selama ini Nox memang tidak mudah dibaca-apa yang ia pikir dan rasakan hanya miliknya seorang. Sebesar apa pun usahaku membuka pintu dalam hati, Nox kukuh menutup rapat, tidak membiarkanku berusaha memahami dirinya secara penuh.
Boneka serigala tergeletak di meja, terabaikan, seperti kekasih yang tidak diharapkan.
Sendirian.
***
Saat malam menjelang, hatiku gundah.
Teh susu yang disiapkan Emily ada di meja-tidak tersentuh. Seorang diri berkawan sepi. Duduk dan menghadapi kenyataan. Berkali-kali aku berusaha merancang model boneka selain serigala, tetapi satu-satunya yang ada di kepalaku hanyalah sosok serigala. Bermacam serigala dengan aneka baju.
Goresan gambar mewakili sosok yang tidak bisa kusentuh.
Sebab kata tidak bisa disampaikan, maka hati pun merana.
Awalnya aku tidak mengerti alasan seseorang bisa jatuh hati begitu dalam terhadap seseorang. Seperti kata salah satu penyair barat, "Mencintai sedalam samudra dan melampaui angkasa." Dicintai. Satu kata yang terasa asing. Bagiku mencintai hanya perihal menyukai seseorang dan membayangkan pelbagai hal yang orang itu senangi. Tentu saja aku manusia normal. Aku pernah jatuh cinta meskipun semuanya berujung patah hati dan kebanyakan bertepuk sebelah tangan. Karena aku tidak cantik. Karena aku tidak menarik. Karena aku tidak sesuai apa pun yang mereka-para lelaki-inginkan dariku. Aku terbiasa patah hati hingga hampir lupa betapa menyenangkannya dicintai; merasa aman bersama seseorang, merasa diinginkan, dan merasa sebagai manusia secara utuh. Karena itu, perlahan kututup pintu hati dan berhenti mengharapkan cinta dari siapa pun. Aku tidak ingin memohon cinta seperti dahulu. Sebagai Alina, aku hanya ingin menghindari kematian dan belajar menghargai kesempatan keduaku. Meskipun paham bahwa segalanya berbeda; wajah, status sosial, dan peluang hidupku; ingatan masa lalu terus menghantui. Lalu, saat Nox seakan tidak bisa kugapai pun memunculkan luka lama dalam batinku.
Aku takut ditinggalkan.
Aku takut merasa sakit hati.
Aku takut tidak diinginkan.
Kemudian pertanyaan yang lain pun mengikuti. Apa ada yang salah denganku? Kenapa Nox meninggalkanku? Apa yang harus kulakukan agar dia tidak menjauhiku?
Seharusnya aku tidak berpikir buruk. Namun, seseorang jarang berpikir jernih saat berada dalam tekanan.
"Teganya kau, Nox!"
Aku menyerukan kekecewaan. Bahkan meski Nox tidak bisa mendengarku sekalipun.
Kalau bisa memilih, lebih baik aku merasa marah daripada kecewa. Saat kecewa rasanya benar-benar menyakitkan. Seolah ada seseorang yang menghunjamkan belati tepat di dada. Terluka, tetapi tidak berdarah. Aku bahkan tidak mengerti alasan Nox mulai menjauhiku.Apakah kematianku benar-benar tidak bisa dihindari?
Tidak.
Aku bukan Alina yang mencintai Caius tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain. Aku bukan Alina yang rela membunuh siapa pun demi cinta buta. Aku bukan Alina yang membenci Nox.
Aku ... orang lain.
Rasa panas menyengat mata. Aku menunggu hadirnya tetes-tetes air yang jatuh dari mata, tetapi tidak ada apa pun yang mengalir keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crimson Rose (TAMAT)
FantasyMemori yang bisa kuingat ialah rasa sakit luar biasa. Seluruh tubuh terasa berat. Sangat berat. Hingga akhirnya aku jatuh tak sadarkan diri. Begitu terjaga kukira aku akan langsung dilempar ke mulut neraka, tetapi.... "Nona Alina, apakah hari ini An...