"Mas, lo tuh harus cari pengganti biar lupa sama Sonia."
Sama seperti sebelumnya, seharian ini Jae hanya tidur, bangun, makan, nonton, tidak produktif sekali pria ini. Karena hari ini cuti terakhirnya, Jae manfaatkan untuk menenangkan diri. Brian yang pulang lebih awal sudah berada di samping Jae sambil makan mie ayam.
"Lo kira cari pengganti gampang apa, cari mbak pengganti buat jaga rumah aja susah."
Brian berdecak, "Maksud gue, lo cobalah buka hati juga. Gimana mau dapet cewek kalau lo aja masih keinget yang dulu-dulu."
"Tapi Bri—"
"Mas, gue emang nggak tau rasanya di tinggal nikah, tapi gue juga pernah di tinggalin cewek pas lagi sayang-sayangnya. Mungkin rasanya lebih sakit di posisi lo, tapi emang sih tai sakit banget, asu."
Jae menatap Brian dengan heran. Jae kira Brian akan berbicara panjang lebar agar Jae cepat move on tapi malah Brian yang jadi sedih sendiri.
"Tapi gini Mas," Brian mengubah posisi duduknya menghadap Jae.
"Cara terbaik melupakan itu mengikhlaskan dan menerima kenyataan. Selama ini lo terlalu sibuk mikir bagaimana cara melupakan tapi semakin lo pikirin caranya, gue rasa itu semakin buat lo sakit. Move on bukan berarti memaksa diri lo untuk melupakan tapi move on berarti memberi kesempatan pada diri lo untuk mencoba hal baru dengan cara yang lebih baik."
"Tapi tadi lo nyuruh gue cari cewek," kata Jae.
"Anggep aja itu contoh salah satu cara."
"Tapi Bri—"
Brian berdecak, menatap Jae kesal, "Tuh! Gimana mau dapet cewek, lo kebanyakan tapi, banyak ragu."
Jae menghela nafas, "Tapi gue takut."
Brian merangkul Jae, "Dih? Cemen banget."
Jae melirik, mendorong kemudian memberi jitakan pada Brian.
"A to the su," kata Jae.
"Asu," jawab Brian.
"Yeah, it's you," lanjut Jae.
"Sampah banget emang mulut lo," bales Brian.
"Gue belom siap, Brian," kata Jae dengan suara pelan.
Brian ikut menghela nafas, merasa tidak tega melihat Jae harus seperti ini. Brian tau, semuanya pun tau bagaimana selama ini Jae bekerja keras untuk mengumpulkan uang yang akan dipakai untuk pernikahannya nanti. Jae memang dari keluarga berkecukupan lebih, tapi itu tidak membuat Jae menggunakan uang dari orang tuanya untuk membiayai kehidupannya. Jae berpikir kekayaan itu bukan miliknya tapi milik orang tuanya, Jae hanya melanjutkan dengan caranya sendiri.
Jae mengumpulkan semua yang dimiliki sekarang dari nol, walaupun bekerja di kantor milik Ayahnya, Jae tidak pernah mendapat perlakuan khusus, Jae sama seperti karyawan lainnya. Salah satu pencapaian terbesar bagi Jae adalah Cafe Haru yang Jae bangun dari tabungan sendiri. Brian tau, orang tua Jae termasuk keras dalam mendidik anak. Brian dan yang lain juga tau bagaimana Jae berkorban banyak untuk Cafe Haru. Percaya tidak kalau Jae pernah mempunyai hutang dalam jumlah puluhan juta?
Ya, Jae pernah.
Hutangnya sama Wildan sih, Wildan tidak pernah masalah tapi Jae tetap merasa tidak enak. Uang itu Jae gunakan untuk melanjutkan pembangunan Cafe yang berhenti di tengah jalan karena kendala biaya. Awalnya Jae tidak mau melanjutkan pembangunan karena ternyata uang tabungannya tidak cukup di tengah jalan tapi Wildan dengan sukarela memberi tambahan, katanya sayang sudah dibangun tapi tidak di lanjutkan.
Pada awal Jae pacaran dengan Sonia, Brian dan yang lain sudah memperingatkan tentang kepercayaan keduanya yang berbeda tapi bukan Jae kalau tidak susah dikasih tau. Jae tetap melanjutkan hubungan sampai empat tahun lamanya dengan Sonia. Dan ketakutan Shaka, Brian, Wildan dan Doddy pada hubungan Jae terjadi. Rencana awal pertunangan yang Jae susun selama bertahun-tahun dengan harapan berhasil hancur kurang dari satu hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time of Our Life - DAY6 ✔️
FanfictionKisah mereka yang tak sabar untuk menikmati dan membuat kenangan baru di masa muda. Tapi masa muda itu tidak selalu punya sisi yang indah, tidak selalu hanya berisi kebahagiaan. Tapi setiap manusia pasti ingin mempunyai kenangan yang menyenangkan da...