41. Bimbang

257 39 3
                                    

Kalea merebahkan diri di kasur, matanya melihat ke arah langit kamar berwarna putih sembari memikirkan kejadian di cafe. Kalea memegang dada, merasakan jantungnya yang masih berdetak tidak karuan.

Jadi, Kalea harus maju atau tidak?

Jae seakan menyuruhnya untuk percaya diri tapi dirinya merasa tidak pantas. Kalea mengacak rambut kesal, berguling ke kanan dan kiri sesekali mengerang.

"Kalea."

Kalea menoleh ke arah pintu, "Iya Mah?"

Kalea bangun dari tidurnya kemudian menghampiri Mamanya yang sudah duduk di sofa ruang tengah.

"Bisa tolong masukin benang ini? Mata Mama nggak jelas lihatnya."

Kalea mendudukkan diri di samping Mama kemudian mengambil jarum dan benang, matanya menyipit mulai fokus memasukan benang ke lubang jarum.

"Kerjaan kamu lancar?"

"Puji tuhan lancar, Mah."

"Pacarmu nggak kamu ajak main ke rumah?"

Kalea menoleh, wajahnya tampak heran. Pacar? Apa itu?

Kalea menggeleng, "Kalea enggak punya pacar."

Kedua alis Mama bertautan, "Yang suka anterin kamu pulang siapa dong?"

Kalea tertawa kecil, "Itu Wildan, temen doang."

"Mama kira pacar kamu."

"Wildan udah punya pacar."

"Kamu?" lirik Mama.

Kalea terkekeh, "Masih di simpen Tuhan."

"Kamu gamau cepet nikah?"

Gerakan Kalea terhenti, menatap Mamanya dengan tatapan hangat kemudian tersenyum, "Mama mau Kalea cepet nikah?"

Mama menggeleng, "Enggak juga sih. Mama sama Papa ikut kamu aja. Karena nanti kan Kalea yang jalanin semuanya, Mama sama Papa hanya dukung."

Kalea memberikan jarum yang sudah berhasil di masukan benang kemudian melingkarkan tangan di lengan Mama, kepalanya pun ikut menyender di bahu Mama dengan manja.

"Maafin Kalea ya, Mah."

"Kenapa? Kamu hamil?"

Kalea membelalak, badannya menegak kemudian menggoyangkan lengan Mama membuat Mamanya tertawa.

"Sembarangan."

"Lagian setiap sama Mama kamu minta maaf terus."

Kalea kembali menyeder, "Maaf waktu itu Kalea gagal."

Mama tersenyum, menaruh peralatan jahit di meja kemudian mengelus rambut anak perempuan satu-satunya dengan lembut, memainkan beberapa helai rambut Kalea. Sebuah kebiasaan Mama yang sangat Kalea suka.

"Justru kamu harus bersyukur. Berarti dulu dia itu bukan orang yang tepat untuk kamu, waktu itu Tuhan mematahkan hati kamu karena Tuhan sedang mempersiapkan yang lebih baik dari dia. Gapapa Kal, siapapun orangnya, Mama enggak akan melarang selama dia takut akan Tuhan."

Kalea mengubah posisinya, menatap Mamanya dalam. Mata Kalea mulai memanas dengan kedua ujung bibir yang turun perlahan.

Mama tertawa, "Jangan nangis, kamu jelek kalau nangis."

Bukannya berhenti, airmata Kalea malah jatuh membuat Kalea menghambur ke pelukan Mama. Mama memeluk Kalea, masih dengan mengelus rambut Kalea dengan lembut.

"Kalau kamu sama yang kacamata Mama setuju kok."

Kalea mendongak, "Tadi Mama lihat?"

Mama mengedipkan satu matanya, "Lihat dong. Ganteng Kal, tinggi, Mama suka."

Time of Our Life - DAY6 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang