Kalea tersenyum kecil kemudian menunduk, menertawakan dirinya sendiri karena sudah sejauh ini ternyata semuanya tidak berubah, sama saja.Kalea menghela napas kasar, "Gue kira selama kita menjalin hubungan akan lancar, nyatanya?"
Jae menoleh, "Bukan gue aja tapi lo juga, Kal. Sampai kapan lo terus merasa tidak pantas untuk gue? Mau sampai kapan lo menyalahkan diri sendiri atas gagalnya gue yang belum bisa lupa dengan Sonia? Lo nggak salah, gue yang salah. Apa lo kira dengan lo menyalahkan diri sendiri gue bisa dengan mudah melupakan Sonia? Kalea, lo tau semua, lo tau ini nggak mudah buat gue."
Kalea mendongak, memberanikan diri untuk menatap Jae, memperhatikan setiap detail dari wajah pria itu. Wajah yang bisa menunjukkan keteduhan kini hilang entah ke mana di ganti dengan tatapan tajam Jae.
"Lo kira ini mudah juga buat gue yang setiap harinya harus menahan diri dengan lo yang kadang masih suka salah sebut nama pacar sendiri? Gue Kalea bukan Sonia. Kita dekat sudah berapa lama sih, Jae? Lo kira ini mudah juga untuk gue? Lo egois."
Jae menyenderkan kepala di jendela mobil, memijit kening yang mulai terasa berat, "Kalau lo lebih percaya diri dan merasa pantas lo bisa meyakinkan gue, Kalea."
"Lo sendiri gimana? Apa lo mikirin perasaan gue saat lo masih salah manggil nama? Perempuan mana yang nggak sakit hati di saat pacarnya sendiri malah sebut nama mantannya? Gue memaklumi kalau lo masih salah dua atau tiga kali, tapi lo itu sudah berkali-kali Jae."
Nafas Kalea terengah, tatapan Kalea menurun, merasa dirinya terlalu terbawa emosi karena sampai menaikan nada bicara. Kalea melihat Jae yang mengalihkan pandangan dalam diam tapi Kalea mampu menangkap raut wajah Jae yang menyendu.
Kalea menghela napas panjang, "Kita udahan aja ya."
Jae menoleh cepat dengan mata yang membelakak, memperhatikan Kalea yang menatap lurus ke depan tanpa menatapnya kembali.
Jae tidak bersuara tapi pikiran dan hatinya kacau di saat yang bersamaan. Napasnya terasa tertahan, degup jantungnya terasa lebih cepat. Dalam hati Jae mengamuk tidak menerima keputusan Kalea tapi kenapa bibir Jae terasa sangat berat untuk terbuka?
"Gue turun."
Kalea melepas sabuk pengaman kemudian membuka pintu mobil, berjalan menjauh dari mobil berwarna hitam milik Jae menuju pintu rumah.
Jae masih memperhatikan Kalea, memperhatian setiap gerakan yang Kalea lakukan. Kalea tidak berhenti maupun menoleh, wanita itu tidak menatapnya kembali.
Jae masih di sana, tanpa suara, tanpa solusi.
Jae melepas kacamata, melempar asal benda itu lalu mengacak rambut. Jae memukul kencang stir mobil dengan erangan. Tubuh Jae bergetar, merasakan matanya yang mulai memanas. Tidak, Jae tidak sekuat itu. Air matanya berhasil keluar perlahan, kelamaan menjadi deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time of Our Life - DAY6 ✔️
FanfictionKisah mereka yang tak sabar untuk menikmati dan membuat kenangan baru di masa muda. Tapi masa muda itu tidak selalu punya sisi yang indah, tidak selalu hanya berisi kebahagiaan. Tapi setiap manusia pasti ingin mempunyai kenangan yang menyenangkan da...