51. Wildan Pindahan

237 40 2
                                    

Minggu pagi kali ini tidak seperti minggu biasanya untuk Enam Kawan, yang biasanya mereka akan bangun siang dan entah kapan akan segera bangkit dari kasur, kali ini mereka semua sudah mandi karena membantu Wildan untuk pindah rumah, ada Milena juga, istri Wildan.

"Ada lagi nggak?" teriak Jae dari luar yang baru saja memasukan koper ke mobil pick up sewaan.

"Udah semua, tuh terakhir yang di bawa Mas Bri," jawab Doddy, memasukan keyboard kesayangan Wildan dengan hati-hati.

Wildan berdiri menatap rumah kontrakan yang mereka huni selama beberapa tahun terakhir. Bibir Wildan terangkat, kenangan indah ketika bersama Enam Kawan teringat kembali di pikiran Wildan. Kenangan awal saat Brian dan Shaka mengajak mereka untuk tinggal di satu atap yang sama, awal di mana semua cerita seru mereka di mulai. Dari bagaimana lelahnya mereka saat awal membereskan rumah saat pindahan, Jae yang galau karena harus batal menikah, Brian yang kembali bertemu seseorang dalam hidup, Shaka yang akhirnya mau menceritakan tentang percintaan hidupnya dan Doddy yang akhirnya sadar dengan perasaannya sendiri dan tentu saja untuk Wildan sendiri adalah kembalinya Milena dalam peluknya. Semua terjadi di rumah ini, tempat di mana mereka menangis, tertawa, bertemu dan berpisah. Mereka berada di tempat yang sama dalam waktu yang bersamaan.

Wildan menghela napas panjang, Wildan pasti akan sangat merindukan rumah ini. Jae menghampiri kemudian merangkul Wildan, di susul Shaka, Brian dan Doddy yang ikut menatap rumah kontrakan mereka dengan senyuman bahagia.

"Nggak nyangka ya rumah ini banyak banget buat kejutan," kata Brian.

"Banyak kenangan juga, tempat di mana gue galau dan bahagia secara bersamaan," tawa Jae.

"Tempat di mana gue santuy aja ada yang ngurus." Doddy terkekeh.

Shaka mengacak rambut Doddy, "Belajar urus diri lo."

Wildan menatap Enam Kawan satu persatu lalu memeluk mereka secara bersama, mereka berpelukan.

Shaka mengelus rambut belakang Wildan, "Gue pasti bakal kangen banget sama lo, Wil."

"Gue jadi tidur sendiri nih Wil," kata Jae dengan nada sedih.

"Mau gue temenin nggak, Mas?" tanya Doddy melirik Jae.

"Lo pasti berisik main game."

"Mas Bri aja santai tuh."

Brian melirik, "Telinga gue udah kebal dengar suara game dan teriakan lo"

Brian menepuk-nepuk bahu Wildan, "Sering-sering main ya, Wil."

Wildan mengangguk, "Pasti."

Milena keluar dari rumah, melihat Enam Kawan sedang berpelukan sambil berbagi tawa membuat Milena ikut tersenyum. Milena menatap Shaka, Jae, Brian dan Doddy lekat-lekat, peran mereka sangat berarti untuk hubungannya dengan Wildan. Karena Enam Kawan juga, Milena bisa berada di sini, jika tidak ada mereka mungkin saja sekarang Milena masih sendiri dan masih berkutat dengan kenangan masa lalu bersama Wildan.

"Mas-mas semua sarapan dulu yuk, udah gue siapin." teriak Milena yang di balas anggukan oleh Enam Kawan.

"Duh istri gue rajin banget sih, jadi makin sayang."

"Jadi mau ada yang ngurusin," balas Brian.





Entah kenapa sarapan kali ini terasa berbeda, perasaan mereka bercampur aduk antara sedih dan bahagia. Jae, Shaka, Brian dan Doddy sesekali melirik Wildan membuat mereka menghela napas panjang, sedih karena ini adalah sarapan terakhir Wildan di kontrakan bersama.

"Terakhir banget nih?" tanya Doddy.

"Udah kayak apaan aja terakhir. Nanti kan gue pasti bakal sarapan di sini juga sama kalian," balas Wildan.

Time of Our Life - DAY6 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang