Senja mulai menerangi langit membuat mentari memudar untuk segera pulang, begitu pula bagi Wildan harus segera pulang ketika waktu sore tiba. Jumat sore, masih dengan setelan kantor Wildan membuka pagar sedada itu. Beban setelah seharian bekerja terasa hilang bagi Wildan yang di ganti dengan kegiatan melihat Milena sedang bermain bersama anak-anak panti di taman membuat siapapun yang menyukainya betah berlama-lama untuk melihat.
Wildan melepas jas meninggalkan kemeja polos pada tubuh kemudian menghampiri duduk di samping Milena.
"Tadi ke sini sama Mas Brian?"
"Enggak, aku naik ojek."
"Biasanya bareng Mas Bri?"
"Dia lembur."
Wildan memperhatikan wajah Milena membuat kedua ujung bibirnya terangkat, senyum Wildan mengembang. Wildan berpikir mungkin dirinya sudah gila hanya karena melihat Milena tersenyum seperti ini sudah bisa membuatnya kecanduan. Rasanya Wilsan ingin selalu menikmati seutas garis indah yang melengkung di bibir Milena. Wildan jamin itu tidak akan membuat Wildan bosan walaupun melihatnya terus-menerus. Entah kenapa senyum Milena memberikan efek luar biasa yang membuat degup jantung Wildan berdetak tak karuan. Seolah kupu-kupu sedang beterbangan mengajak Wildan bercanda ketika melihat senyuman indah itu.
"Kadang aku penasaran sama rencana semesta tuh apa. Di izinkan tidak ya kalau aku penasaran duluan padahal belum terjadi?" tanya Wildan menatap langit.
Milena menoleh, "Mungkin."
Wildan menarik napas dalam, "Kalo aku minta izin untuk nyusun lagi rencana kedepan sama kamu, mungkin nggak? Aku rasa semesta ada di pihakku kali ini."
"Tau dari mana?" tanya Milena, kini posisi duduknya menghadap Wildan.
"Semesta sudah beberapa kali menjawab, sekarang kamu yang jawab."
Milena menatap Wildan dengan bingung, "Apa?"
"Apa aku di izinkan untuk kembali menyusun rencana ke depanku sama kamu?" ulang Wildan.
Wildan meraih kedua tangan Milena mengelusnya sembari menatap kedua mata wanita itu dengan teduh, "Na, mungkin dulu aku ada salah yang aku enggak sadar ke kamu atau ada perlakuan aku yang kurang sopan. Aku minta maaf ya? Kali ini, maaf kalau aku kurang ajar lagi buat minta izin ke kamu. Izinkan aku untuk kembali menyusun pecahan
sebagian dari aku di hati kamu, ya?"Milena terdiam. Milena rindu dengan tatapan lembut Wildan. Sudah lama, sudah lama sekali Milena tidak merasa seperti ini.
"Kalaupun aku harus nggak perlu tau apa alasan kamu dulu putusin aku, gapapa Na. Itu dulu, aku mau yang sekarang sama kamu."
"Wildan."
"Iya?"
"Maaf."
"Kenapa minta maaf? Kamu enggak salah."
"Kamu juga enggak salah."
"Oke, kita nggak salah," kata Wildan.
Milena mengangguk, "Tapi apa kamu masih mau menerima aku yang udah jahat sama kamu?"
Senyum Wildan mengembang, "Selalu aku terima, kapanpun."
"Aku minta maaf."
"Belum lebaran, nanti aja minta maafnya."
Milena tertawa. Ah tawa ini, Wildan sungguh merindukannya.
Wildan mengamati setiap lekukan pada wajah Milena membuat senyum Wildan kembali mengembang menampilkan deretan gigi putihnya. Memandangi bentuk wajah Milena yang selalu saja membuat Wildan terkagum-kagum. Bagaimana bisa Milena begitu cantik? Wildan benar-benar di buat gila olehnya. Rasa bahagia menjalar di tubuh Wildan, sangat menyenangkan. Wildan sampai lupa kapan terakhir kali merasa sebahagia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time of Our Life - DAY6 ✔️
FanfictionKisah mereka yang tak sabar untuk menikmati dan membuat kenangan baru di masa muda. Tapi masa muda itu tidak selalu punya sisi yang indah, tidak selalu hanya berisi kebahagiaan. Tapi setiap manusia pasti ingin mempunyai kenangan yang menyenangkan da...