11. I'm (Not) Falling!

539 43 0
                                    


Orly menatap wajah Arthur yang sedang membaca buku, sedangkan Kyle menopang tubuh Orly agar tidak terjatuh sambil memalingkan wajahnya dan Bima yang hanya membisu melihat Kyle melakukan adegan romantis di hadapannya dengan seorang wanita yang entah darimana.

Kyle mendorong punggung Orly agar dapat kembali berdiri.

"E-ekh?" Orly yang masih kebingungan karena tiba-tiba punggungnya di dorong dari belakang oleh Kyle untuk berdiri.

Orly yang baru berdiri langsung kehilangan keseimbangan tubuhnya karena kaki high heels-nya telah patah. Kedua tangannya secara refleks memegang pundak Arthur agar tidak terjatuh untuk kedua kalinya.

Orly, kemudian secara perlahan mencoba berdiri kembali sambil melepas sepatu high heels dengan menggunakan kakinya secara perlahan.

Orly mengambil sepatu high heels-nya yang telah patah di lantai dan menghadap Bima, Arthur, dan Kyle. Dan berkata, "Maaf yah, maafin Orly." Orly yang memiliki sikap dan wajah polos merasa malu karena membuat orang lain terkena musibah.

Orly menatap Kyle yang sedang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, sedangkan Arthur terus membaca buku dan seolah-olah tak peduli dengan apa yang terjadi. Orly secara bergantian menatap Kyle dan Bima yang terus membuatnya semakin malu karena gerak-gerik dan ekspresi mereka sangat intens.

"Jadi, apa maksud lu ngelakuin hal yang begituan? Sengaja? Atau udah direncanain?" Kyle mendekatkan wajahnya dengan Orly hingga membuat Orly sedikit memalingkan wajahnya.

"Ky, lu juga pasti tau apa maksudnya. Nomor urut lu ke 495 dan karena lu udah masuk tahap bahaya. Jadi, kesempatan lu nembak Arthur 0%" jelas Bima dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Nomor urut? Tahap bahaya? Nembak? Apaan tuh? Orly gak ngerti." Jawab Orly dengan polos.

"Hah? Masa gak ngerti. Jangan bohong! Umur lu berapa?" Ucap Kyle yang semakin curiga dengan Orly.

"16 tahun, emang gak ngerti." Ucap Orly dengan suara yang lembut dan polos.

"Kalo Sekolah? Pacar?" Bima juga semakin curiga terhadap jawaban-jawaban yang Orly lontarkan dari mulutnya. Bima semakin bingung untuk mencap Orly sebagai wanita pembohong ataukah memang sikap bawaannya yang polos.

"SMA Gatra, pacar? Pacar tuh temen?"

"Iyain aja." Ketus Kyle.

Orly yang mulai merasa kesakitan pada jari kelingking kakinya, padahal sebelumnya ia tidak merasakan sakit. Orly yang penasaran dengan jari kelingking kakinya langsung menunduk ke bawah dan melihat jari kelingking kakinya mengeluarkan darah karena saat sebelum terjatuh kain sepatu bagian dalam high heels-nya saling bergesekan dengan kulit jari kelingking kaki Orly.

"Kayaknya Orly harus duluan pergi ke Pak Shardan kasihan udah nungguin, terus juga jari kelingking Orly berdarah. Jadi, permisi dan maaf yah buat kecelakaan yang tadi." Orly berjalan melewati celah antara Arthur dan Kyle dengan jari-jari kaki kanannya ia angkat agar darah tidak banyak menetes.

Kyle membiarkan Orly berjalan melewati celah antara dirinya dan Arthur. Sedangkan, Bima terus berpikir dan memperhatikan Orly yang sedang berjalan sambil membawa sepatu high heels-nya yang telah patah. Karena menurut Bima, pikiran dan sikap Orly sangat polos seperti anak kecil, namun dengan versi remaja dan hal tersebut membuat Bima memandang Orly sangat aneh.

Arthur menutup bukunya sambil berjalan mendahului Kyle dan Bima karena dirinya mulai tidak nyaman dengan bisikan-bisikian beberapa pengunjung mall yang baru memperhatikan mereka.

"Bim!" Kyle memberi sinyal arahan ke Bima dengan mata yang melirik Arthur berkali-kali.

Bima yang langsung mengerti sinyal arahan dari Kyle. Berjalan mendekati Arthur yang telah memasuki area parkiran.

Rin dan Cantik yang baru datang melihat Bima dan Kyle sedang berjalan menyusul Arthur.

"Rin, kok disini rada rame?" Bisik Cantik di telinga Rin.

"Kagak tau, tapi lu liat deh dilantai ada patahan high-heels sama darah." Ucap Rin dengan berbisik di telinga Cantik.

Cantik dan Rin menuruni anak tangga. Setelah sampai dibawah Rin dan Cantik mengamati tetesan darah dilantai mall yang menetes sebanyak dua kali.

"Rin, kayaknya itu tetesan darahnya Arthur."

"Kayaknya bukan."

"Terus?"

"Kalau menurut spekulasi gua, ini mah cewek." Ucap Rin sambil melangkah menuju area parkir.

"Terus mana ceweknya?"

"Gak tau, udahlah gak usah dibahas, nanti yang ada malah tambah penasaran."

Cantik mengangguk-anggukkan kepalanya dengan perlahan dan Rin yang berada di samping Cantik langsung mengerti bahasa tubuh Cantik.

Jangan lupa tinggalin jejak karena cerita Raja Kelas bakalan update setiap hari.

Salam FSR,

Raja KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang