27. Trauma

440 31 0
                                    


Kedua bola mata Arthur tak bisa berhenti mencari buku sejarah terbaru dirak buku sejarah. Ia tidak bisa menemukan buku sejarah terbaru, seminggu yang lalu Arthur memang tidak ke toko buku dan seharusnya untuk minggu ini sudah ada buku sejarah terbaru.

Pandangannya tak bisa berhenti mencari buku sejarah terbaru. Setiap judul buku sejarah yang berada dirak buku ia baca dengan cepat, namun ia tidak menemukan buku sejarah terbaru yang keluar minggu ini. Bahkan, yang minggu lalu.

Seorang perempuan menghampiri Arthur yang terlihat kebingungan, bahkan perempuan tersebut tahu betul jika Arthur sedang kebingungan mencari buku sejarah. Lagipula, juga untuk apa Arthur berada di toko buku jika bukan untuk mencari buku sejarah terbaru? Untuk bertemu dengan pacar? Tentu tidak! Arthur merupakan cowok tipikal sedingin cristal, bahkan murid perempuan di SMA Trijayanda mengenalnya dengan level untuk mendapatkannya yang super-super-super sangat sulit.

Perempuan tersebut mengikuti Arthur dari belakang sambil memperhatikan gerak-geriknya.

"Arthur lagi cari buku sejarah baru?" Tanya perempuan tersebut.

"Kamu!"

"Iya ini Orly."

"Bukankah kaki kanan anda masih sakit?"

"Tapi, sekarang mah udah enggak sakit kok. Jadi, Orly bisa ke toko buku."

Arthur memperhatikan luka dikaki kanan Orly yang diplester, bukankah kemarin kaki kanannya diperban? Namun, Arthur tidak mempedulikannya. Arthur tahu. Yang seharusnya menerima gigitan ular dan menerima rasa sakitnya adalah dirinya bukan seorang perempuan polos yang berada dihadapannya.

"Arthur belum jawab pertanyaan Orly yang tadi."

"Perlukah saya menjawabnya?"

"Ikh, Arthur mah nyebelin."

Arthur mengabaikan perkataan yang sering Orly lontarkan kepada dirinya. Memang dirinya menyebalkan, namun itu karena suatu alasan. Dimana alasan tersebut adalah untuk mengetes dan menghindari para perempuan yang hanya menyukainya lewat wajah super-super-super-super sangat tampannya.

Dan dari 495 perempuan yang sudah mengemukakan isi hatinya kepada Arthur, semuanya dinyatakan gagal. Mereka hanya menyukai wajah tampannya, bukan hatinya. Apakah mereka akan terus mencintai Arthur karena wajah tampannya? Tidak. Ada masanya dimana manusia akan berubah menjadi tua. Apakah mereka akan setia menemani Arthur sampai tua? Tidak ada yang tahu.

"Arthur, kok Orly gak liat ada buku sejarah yang baru?"

"Perlukah saya menjawabnya?"

"Ikh, Arthur mah ngomong gitu melulu. Padahal, kan Orly nanya baik-baik."

Arthur menghela napas panjang sambil menatap Orly dengan tatapan dingin. "Saya tidak peduli."

"Arthur mah ngebosenin." Rajuk Orly.

Arthur dan Orly mencari buku sejarah terbaru di tiap-tiap rak buku sejarah, namun hasilnya nihil.

"Arthur, Orly lapar." Rengek Orly. "Arthur mau gak nemenin Orly makan?"

"Saya tidak bisa makan-makanan yang tidak sehat." Ketus Arthur.

"Emang kenapa?"

"Apakah anda tidak mendengar perkataan saya?"

"Orly denger kok, kan Orly masih punya telinga."

Arthur bergerak keluar dari toko buku, sedangkan Orly juga ikut berjalan disamping Arthur.

"Apakah saya memerintahkan anda untuk mengikuti saya?" Tanya Arthur datar.

"Enggak, tapi Orly cuman pengen ikut."

"Saya tidak ingin diikuti."

"Emangnya Arthur mau kemana? Kok Orly gak boleh ikut?"

"Toko buku seberang mall." Jawab Arthur dingin.

"Berarti Orly boleh ikut."

Arthur mengabaikan kembali ucapan Orly yang tidak penting dan berjalan menuju keluar mall, namun saat Arthur berada diluar mall. cuacanya telah berubah, tidak seperti sebelumnya.  Gemercik air turun dari langit dengan sangat deras hingga membasahi seluruh permukaan.

"Yah, hujan. Tapi, untung aja Orly bawa payung ditas." Orly mengeluarkan payung dari tas selempangnya dan menyodorkannya ke Arthur. Arthur menaikkan sebelah alisnya.

"Saya tidak membutuhkannya."

"Tapi, kan besok Sekolah. Emang Arthur mau hujan-hujanan?"

"Perlukah saya mendengarkan kata-kata anda?"

Dengan nekat, Arthur menuruni anak tangga mall dan pergi menerobos hujan yang kala itu sedang deras-derasnya. Namun, Orly yang melihat Arthur sedang menerobos hujan langsung membuka payungnya dan berlari menghampiri Arthur.

Orly takut jika traumanya akan kembali muncul disaat hujan. Orly yang tidak jauh berada dibelakang Arthur mencoba untuk berlari-lari semampunya. Namun, suara itu muncul.

Dar!

Orly menyebut nama Arthur dengan lirih. Seketika tubuh Orly lemas dan tangannya bergetar hebat karena mengingat trauma yang pernah ia alami. Bukan hujan yang ditakuti Orly, namun suara petir yang selalu mengingatkannya dengan rasa trauma.

Payung yang dipegang Orly terlepas dari genggamannya, kini air hujan mulai membasahi tubuhnya. Orly meneteskan air matanya, namun air matanya kalah jumlah dan kalah cepat dengan air hujan sehingga menutupi kesedihannya.

Arthur menoleh ke belakang dan memandang Orly yang berada dibelakangnya sedang berdiri mematung dengan kedua tangannya bergetar hebat.

Arthur langsung menghampiri Orly, kemudian mengambil payung yang terjatuh disamping Orly dan memayunginya.

Kini dirinya berhadap-hadapan dengan Orly yang teringat dengan rasa traumanya. Sesekali tetesan air menetes dari dagu mereka masing-masing, namun tetesan air lebih banyak keluar dari mata Orly.

Arthur tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan bagaimana cara menenangkan Orly dari rasa traumanya. Tanpa pikir panjang Arthur memeluk tubuh Orly dan tangan Orly secara perlahan membalas pelukan Arthur. Apakah ini yang disebut cinta tanpa suatu perjuangan? Ataukah cinta yang datang karena takdir sudah menjemput mereka berdua? Hanya Tuhan yang tahu dan hanya Tuhan yang mampu memutar balikkan hati setiap makhluk ciptaannya.

Bagaimanakah perasaan kalian setelah membaca part ini? Apakah mampu menembus sampai ke akar hati kalian? Silahkan berkomentar sesuka hati, bye.

Salam FSR,

*****
About me?

Follow Instagram: basztian11.2


Raja KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang