Jika, perasaan cemburu bisa membuat anda penasaran tentang saya, maka saya hanya ingin berkata "tidak" agar anda terus memikirkan tentang saya.
—Arthur—"Jadi, mau pergi kemana?" Tanya Arthur ketika berada di dalam mobil dengan seorang perempuan sebayanya.
Sebenarnya jadwal Arthur di akhir pekan tidak ada list untuk jalan-jalan bersama orang lain, apalagi dengan perempuan. Sungguh mustahil, namun kali ini menjadi kenyataan.
Seharusnya hari ini Arthur bisa duduk santai di kamarnya dengan membaca buku novel sejarah, bukannya mengajak Orly untuk pergi jalan-jalan.
Ini semua terjadi karena kebodohan Arthur ketika meminta Mamahnya untuk membantunya menjauhkan Orly dari Retha sementara agar Arthur bisa mengorek informasi tentang trauma yang dialami Orly.
"Mah," ucap Arthur ketika melihat Mamahnya sedang mengelap beberapa perabotan dapur yang sedikit berdebu.
"Kenapa?" Tanya Ana ketika melihat kehadiran putra semata wayangnya.
"Tolong bantuin Arthur," pinta Arthur.
"Bantuin apaan?"
"Tolong bantuin Arthur buat ngejauhin Orly dari Retha untuk sementara waktu, soalnya ada yang mau Arthur bahas sama Retha secara empat mata."
"Oke, tapi ada syaratnya."
"Syarat?" Tanya Arthur dengan mengerutkan dahinya dalam.
"Iya, akhir minggu ini kamu harus ajak Orly jalan-jalan," terang Ana. "Kalau gak mau ya terserah itu mah."
Tentu saja Arthur ingin sekali menolak persyaratan tersebut karena mengorbankan akhir pekannya untuk seorang perempuan adalah hal yang sangat konyol baginya, namun gejolak penasaran yang ada di dalam diri Arthur tak bisa tertahankan untuk mengetahui cerita tentang trauma yang dialami Orly.
"Iya Arthur mau."
Orly selalu saja bisa memporak-porandakan kehidupannya dan membuat akal serta perasaan Arthur saling bersaing satu sama lain untuk mengendalikan tubuh ini sepenuhnya
Bahkan, Arthur harus rela menukar akhir minggunya yang tenang hanya untuk mendapatkan informasi dari Retha tentang trauma yang dialami Orly.
"Nah gitu, tapi jangan lebih dari 15 menit. Kalau lebih dari 15 menit Mamah bakalan nambahin syaratnya lagi."
Arthur membuang napasnya dan mengutuk perbuatannya yang ceroboh ketika malam itu, kenapa dengan mudahnya Arthur mengiyakan jebakan yang telah di sediakan oleh Mamahnya.
Namun, Arthur beruntung bahwa pembicaraannya dengan Retha kurang dari 15 menit dan membuat Arthur bisa terlepas dari jebakan Mamahnya untuk kedua kalinya.
Arthur tidak pernah menyangka bahwa Mamahnya sangat menginginkan Arthur untuk menjadi pacar Orly, bahkan Arthur hingga kini masih merasa bimbang dengan apa yang terjadi pada tubuhnya akhir-akhir ini.
Satu hal yang bisa Arthur tangkap dari dirinya akhir-akhir ini, bahwa cinta mampu membuat akal dan perasaannya saling berperang satu sama lain.
Terkadang pada suatu momen perasaan akan lebih dominan, namun bukan berarti akal akan selalu kalah. Perasaan dan akal akan selalu membalaskan dendamnya masing-masing.
Jika hari ini akal yang menang, maka di suatu waktu perasaan akan membuat akal mengibarkan bendera putih dan membiarkan perasaan mengambil kendali sepenuhnya. Hal tersebut benar-benar membuat Arthur bingung!
"Kayaknya Orly hari ini cuman mau ke mall buat beli buku sama makan doang,"
"Baiklah."
Arthur menyalakan mesin mobilnya dan di sepanjang jalan perjalanan mereka hanya di isi oleh keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Kelas
Teen FictionKisah cinta anti-mainstream antara selembar kertas putih polos dengan setetes darah biru dingin yang tidak sengaja saling bertemu. Pertemuan tersebut membawa mereka ke dalam takdir cinta. Hanya takdir yang bisa menyatukan Arthur dan Orly. Jangan per...