Akhirnya aku sadar, bahwa kamu adalah planet yang harus kulindungi, bukan kuhindari.
—Arthur—Arthur menuruni tangga rumahnya dengan menggunakan seragam putih-abunya. Di ruang keluarganya ada Papahnya, Elvano.
Papahnya sedang asyik membaca koran di temani teh hangat yang ada di atas meja.
Terkadang ketika melihat Papahnya Arthur selalu bertanya-tanya kenapa Papahnya sangat suka membaca berita dari koran, ketimbang menonton berita dari TV yang ada di ruang keluarga?
Arthur termenung memikirkan persamaan dirinya dengan Papahnya yang sangat mirip. Ketika di zaman sekarang semuanya serba digital dan mendapatkan segala informasi dengan mudah dari ponsel atau laptop, kenapa dirinya memilih membaca buku untuk mendapatkan informasi tersebut? Dan Papahnya pun sama, tidak terlalu tergantung dengan teknologi.
Ternyata persamaan Papahnya dan dirinya terlalu mendominasi di dalam tubuhnya, dibandingkan dengan persamaan Mamahnya.
"Pah, Arthur berangkat sekolah dulu." Arthur menghampiri Papahnya, kemudian mencium punggung tangan kanan Papahnya.
"Iya, hati-hati." Ucap Elvano sembari mengelus rambut anak satu-satunya yang sangat berarti. "Tapi jangan lupa dengan dua syarat yang waktu itu."
"Iya Pah."
*****
Sesosok cowok berparas tampan mengembuskan napas kuat-kuat hingga stok oksigen di dalam paru-parunya kian menipis dan membuatnya harus meraup oksigen di sekitarnya.
Kini cowok tersebut menatap rumah yang di dominasi cat warna putih dan abu yang cukup besar dari dalam mobil hitamnya, sudah 10 menit cowok tersebut menunggu kehadiran lawan jenisnya.
Jika bukan karena syarat yang di berikan Papahnya, Arthur tidak akan mau mengajak Orly berangkat sekolah bersama dirinya, apalagi satu atap mobil. No!
Ini semua Arthur lakukan hanya demi sebuah imbalan menggiurkan yang mampu melemahkan dirinya, yaitu 5 buku novel sejarah terbaru.
Arthur tahu betul dalang dari semua ini adalah Mamahnya, Mamahnya sangat tahu betul titik buta Arthur. Buku novel sejarah.
Dengan berbesar dada Arthur harus rela menerima dua syarat tersebut dan mengganggapnya adalah sebuah rintangan. Bukankah di balik rintangan akan selalu ada garis finish yang menanti?
Dari balik pagar rumah, sesosok perempuan berparas cantik dengan kulit putihnya tengah berlari-lari kecil, kini Orly tengah berdiri di depan rumahnya seraya menatap bingung mobil sedan hitam yang terparkir di depan rumahnya.
Pasalnya ia tak ada janji berangkat bareng ke sekolah dengan siapapun. Itu mobil siapa, yah? Mungkin punya tetangga sebelah. Pikirnya positif.
Arthur yang gemas sendiri dengan tingkah laku Orly, kemudian turun dari mobilnya untuk menghampiri Orly.
"Masuk mobil." Perintah Arthur terkesan lebih ke nada bicara sehari-harinya. Datar. Ketika berada di depan Orly dengan menunjukkan tatapan mata mengintimidasinya.
"ALIEN!" Pekik Orly melengking. "Ini bukan Arthur kan? Atau Orly masih tidur terus sekarang Orly di alam mimpi?" Tanya Orly mengada-ada.
"Masuk mobil, nanti telat." Perintah Arthur lagi dengan raut wajah yang sama dengan beberapa detik sebelumnya.
"Tapi ini Arthur bukan? Orly takut di culik sama alien!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Kelas
Fiksi RemajaKisah cinta anti-mainstream antara selembar kertas putih polos dengan setetes darah biru dingin yang tidak sengaja saling bertemu. Pertemuan tersebut membawa mereka ke dalam takdir cinta. Hanya takdir yang bisa menyatukan Arthur dan Orly. Jangan per...