"Isabel?!"Bima menatap Isabel, seorang perempuan pertama yang mengutarakan cintanya kepada Arthur di SMA Trijayanda.
Bima tidak mungkin lupa dengan kejadian tersebut, karena untuk pertama kalinya Bima dan Kyle bisa melihat seorang kakak kelas langsung mengutarakan cintanya kepada Arthur saat beberapa minggu mereka masuk SMA.
Dan Bima juga tak perlu menjelaskan bagaimana tanggapan Arthur dengan pernyataan Isabel.
"Kenapa?!" Tanya Isabel sok ketus untuk menutupi rasa malunya.
"Ngapain lu disini?" Tanya Bima mulai menginterogasi. "Lu itu udah kelas 12, seharusnya diem di rumah."
"Apa urusannya sama lu? Dan gua ini kakak kelas lu, seharusnya lu lebih sopan sama senior!"
"Senior?" Kyle melepaskan cekalan tangan di belakang punggung Isabel, kemudian berdiri di depan Isabel bersama dengan Bima di sisinya. "Senior macam apaan lu?! Gak pernah kapok-kapoknya sama perbuatan lu sendiri. Gak pantes lu menyandang gelar senior, kalau kelakuan lu kayak bocah!"
"Emangnya kenapa kalau kelakuan gua kayak bocah?! Bukannya wajar jika seorang wanita kayak gua sedang berusaha mendapatkan cinta dari cowok tampan kayak Arthur?!" Murka Isabel. Kenapa dirinya seolah-olah tidak pantas untuk mendapatkan rasa cinta dari seorang Arthur. Sangat menyakitkan.
"Lu gak bakalan dapat cinta dari Arthur, karena lu bukan perempuan yang dia cari."
Ketika mendengarkan perkataan Kyle entah kenapa rasa sakitnya bertambah berkali-kali lipat, bagaimana jika perkataan tersebut diucapkan oleh Arthur? Mungkin rasanya ingin bunuh diri saja.
Membayangkannya saja membuatnya seperti semakin jatuh ke dalam kegelapan abadi dan bukankah dirinya sudah berada di kegelapan sejak dulu?
Isabel bersilang dada menatap Bima dan Kyle dengan tatapan benci dan penuh amarah. "Oh, gua tau maksud lu siapa yang pantes buat dapetin Arthur, Orly kan?!" Teriak Isabel dengan menaikkan suaranya ketika menyebutkan nama Orly.
"Iya." Jelas, singkat, padat, datar, dan menusuk hati Isabel lagi ketika mendengarkan jawaban dari Kyle. Dasar manusia jelmaan iblis.
"Gua mau tanya yang sebenarnya, lu kan yang ngebuat tetesan darah di lantai kelas dan lu juga kan yang nyimpen surat di atas meja Arthur?" Kini giliran Bima yang mengambil alih pertanyaan.
Isabel terkekeh pelan, kemudian menatap Bima dengan senyuman seringai. "Iya, gua, kenapa? Lu takut sama tetesan darah palsu?"
Bima kembali membalas senyuman Isabel dengan menyunggingkan bibirnya, tanda kemenangan sudah dekat. "Selamat rencana lu gagal membuat Arthur terkesima."
Isabel menekuk dahinya dalam-dalam, jadi surat tersebut tidak jatuh sampai ke tangan Arthur? Berarti selama ini Arthur belum mengetahui tentang keberadaan surat tersebut? Tidak mungkin! Lalu surat tersebut jatuh ke tangan siapa?!
"Lu pasti bertanya-tanya siapa yang ngambil surat lu sebelum Arthur." Jelas Bima yang menyadari raut wajah keheranan Isabel. "Dan itu adalah Orly."
Sial! Orly lagi Orly lagi! Dasar cewek sok polos!!! Umpat batin Isabel yang di penuhi amarah.
"Tapi, sayangnya surat tersebut berada di tangan Retha dan gua sama Bima udah baca isi surat gak guna lu!"
Bukannya merasa ketakutan Isabel malah tertawa dengan puas, membuat Bima dan Kyle saling beradu pandang sesaat.
Isabel mengangkat sebelah alisnya. "Well, gak gua sangka bahwa ranking 2 dan 3 SMA Trijayanda sampai baca surat gua dan mesti repot-repot datang kesini hanya untuk mengetahui penjelasan dari gua." Ucap Isabel merendahkan. "Sejak kapan lu berdua jadi tukang kepo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Kelas
Novela JuvenilKisah cinta anti-mainstream antara selembar kertas putih polos dengan setetes darah biru dingin yang tidak sengaja saling bertemu. Pertemuan tersebut membawa mereka ke dalam takdir cinta. Hanya takdir yang bisa menyatukan Arthur dan Orly. Jangan per...