32. Arthur Khawatir

437 30 0
                                        

Mohon maaf sekali baru update karena Author sedang mengalami beberapa masalah, jadi maaf banget kalo beberapa hari kebelakang gak update🙏

Dan ini part lanjutannya semoga kalian suka dan nyaman bacanya 😊😂

Selamat membaca dan terhanyut

Orly mendadak terbangun dari mimpi buruknya, masa lalunya selalu muncul ketika kondisi tubuhnya menurun. Masa lalu yang menjadi pemicu rasa traumanya.

Rasa trauma yang tidak bisa hilang dari pemikirannya, bahkan rasa trauma tersebut menghantuinya di saat yang tepat, seperti sekarang.

Bahkan Mamahnya tak tanggung-tanggung untuk melakukan dua cara pengobatan, dengan menemui Dokter psikiater dan Dokter psikolog di setiap bulan, namun dengan hari yang berbeda.

Tapi semuanya percuma, tidak ada hasil yang signifikan. Walaupun Orly selalu meminum obatnya sesuai anjuran Dokter psikiater, tetap saja rasa trauma tersebut akan datang. Begitu pun dengan Dokter psikolog, hasilnya tetap sama.

Orly mengatur napasnya yang memburu, di detik selanjutnya Orly mencoba memahami keadaan disekitarnya. Seluruh tubuhnya dibanjiri keringat karena beberapa tumpukan selimut membalut kaki hingga pergelangan lehernya.

Namun yang membuatnya terkejut adalah Arthur, Arthur yang tengah tertidur di sisi tempat tidurnya. Orly tidak pernah menyangka jika Arthur yang jelek baginya, nyebelin, jahat, cuek, dan sedingin kristal berada di sisinya.

"Arthur, Arthur, Arthur." Panggil Orly sembari menggoyang-goyangkan bahu Arthur, "Arthur ngapain disini?" Tanya Orly saat Arthur mulai terbangun.

"Mengkhawatirkan anda." Jujur Arthur.

"Emangnya Orly tadi pingsan?"

"Iya."

Orly mengelus-elus perutnya yang tengah digerogoti para cacing kelaparan, cacing-cacing di perutnya pasti membutuhkan nutrisi. Namun, Orly tidak menemukan tasnya di sekitarnya.

"Arthur, tas Orly mana?"

"Perpustakaan."

"Kok gak dibawa?"

"Saya terlalu khawatir dengan kondisi anda."

"Emangnya Orly anak kecil apa? Kan Orly udah gede." Protes Orly.

Arthur menggangguk mantap.

"Ikh, Arthur mah nyebelin."

Orly memalingkan wajahnya dengan diikuti bibir sedikit maju beberapa senti. Arthur tersenyum tipis nyaris tak terlihat, bahkan Arthur pun ragu dengan senyumnya.

Diluar pintu UKS terdengar suara seorang laki-laki yang sangat Arthur kenal sedang memanggil namanya, bahkan juga ada suara perempuan sedang memanggil Orly.

Arthur membuka sedikit tirai putih yang berfungsi sebagai penyekat dengan tempat tidur lainnya, agar Bima, Kyle, dan Retha tak perlu repot-repot membuka satu persatu tirai di UKS, lagipula juga tempat tidur Orly berada disamping pintu keluar-masuk UKS.

"Orly!" Panggil Retha dengan nada meninggi saat masuk di ruang UKS dan secara tidak sengaja tatapannya menemukan Orly.

Retha seketika memeluk tubuh Orly dengan raut wajah dipenuhi kecemasan, kecemasan layaknya seorang kakak yang kehilangan adik.

"Orly demam?" Tanya Retha sambil menempelkan punggung tangannya ke kening Orly.

Orly menggangguk lemah, sejujurnya Orly pun tidak tahu penyakit yang menyerang tubuhnya. Mungkin saja demam.

Raja KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang