Arthur menghela nafas gusar. Entah kenapa kini dirinya tampak resah, bahkan ketika membaca buku dirinya merasa ada yang janggal. Dan keresahan tersebut sungguh mengganggu konsentrasi membacanya.Arthur mencoba berkonsentrasi untuk merangkai setiap kata yang ada di bukunya, dan hasilnya tetap sama. Rasa resah mengalahkan konsentrasi membacanya.
Biasanya Arthur tidak pernah merasakan keresahan didalam hidupnya, sungguh perasaan yang sangat mengganggu. Mungkin, jika Arthur bisa membuang perasaannya maka ia tidak akan mengalami hal-hal yang sama seperti ini. Namun, dirinya tetap sadar, bahwa manusia tidak bisa menolak dan menerima pemberian Tuhan seenaknya.
Arthur melangkahkan kakinya keluar Perpustakaan, secara tidak sengaja Arthur berpapasan langsung dengan Retha.
"Thur, Orly lagi sama lu kan?"
"Tidak." Singkat Arthur.
"Hah? Terus Orly kemana?" Raut wajah Retha seketika panik.
"Saya tidak tahu." Tatap Arthur bosan.
Mengapa dirinya selalu saja terbawa masalah dengan perempuan yang bernama Orly. Merepotkan. Arthur dan Orly dapat diibaratkan seperti magnet, saling tarik-menarik, namun sikap mereka saling bertolak belakang.
"Thur, gua mohon lu harus bantuin gua nyari Orly." Pinta Retha.
"Saya tidak peduli."
"Terus gua harus minta bantuan sama siapa? Guru? Lagi pada rapat. Ke murid-murid yang lain? Disekolah cuman ada lu, gue, sama Orly." Jelas Retha.
"Saya tidak akan membantu anda." Ketus Arthur.
Arthur pergi meninggalkan Retha.
"Thur, tolong bantuin gua nyari Orly." Panggil Retha dari kejauhan.
"Thur! Gua takut Orly di apa-apain." Panggil Retha lagi.
"Auah! Mendingan gua cari sendiri." Gumam Retha.
Setiap kali Arthur memijakkan kakinya, debaran jantungnya semakin berpacu dengan cepat. Hatinya semakin diselimuti perasaan yang tak karuan. Dari mana kah perasaan ini muncul? Arthur mengurungkan langkahnya. Entah kenapa dirinya mencemaskan Orly. Akh! Inilah hal yang paling Arthur benci. Mencemaskan seorang perempuan.
Arthur terpaksa mengambil langkah seribu memeriksa setiap ruangan di Sekolah, baik dari luar maupun dalam ruangan. Namun, hasilnya nihil. Hanya satu tempat yang belum ia jelajahi, yaitu toilet perempuan.
Tanpa pikir panjang Arthur berlari-lari kecil menuju toilet perempuan yang dekat dengan posisinya sekarang. Arthur berpapasan kembali dengan Retha didepan pintu toilet perempuan.
"Arthur?"
Arthur membuka knop pintu toilet dengan terburu-buru mengecek seisi ruangan di toilet. Arthur menemukan Orly yang pingsan dengan keadaan seluruh pakaiannya basah kuyup, wajahnya tampak pucat, dan matanya tertutupi kain berwarna hitam tebal.
Arthur melepaskan ikatan kain yang menutupi mata Orly, kemudian memangku tubuh Orly dan berniat membawanya menuju UKS Sekolah. Retha yang baru saja masuk ke dalam toilet melihat Orly berada dipangkuan Arthur.
"Thur, Orly kenapa lagi?"
Arthur memangku Orly menuju UKS, sedangkan Retha mengekori mereka dari belakang sambil menyeka air matanya. Ia tidak boleh menangis, namun kenapa nasib buruk selalu menimpa Orly? Kenapa?!
Arthur menatap lekat Orly yang berada dipangkuannya. Arthur dapat merasakan tubuh Orly yang kedinginan, bahkan tetesan air menetes dari seragam SMA Orly.
Retha membukakan pintu UKS, Retha membiarkan Arthur masuk terlebih dahulu dan menyusulnya dari belakang. Arthur menaruh Orly diranjang, kemudian memberikan handuk dan jaket yang berada didalam tasnya ke Retha.
"Terimakasih, karena selalu ngebantuin Orly." Ucap Retha dengan tatapan sendu seraya tersenyum paksa.
"Sama-sama. Tapi, saya tidak bisa selalu membantunya." Arthur melangkahkan kakinya menuju pintu UKS.
"Tapi, lu takdirnya dan lu pasti bisa ngegantiin dia."
Arthur terdiam sesaat. "Mohon maaf saya tidak bisa."
Arthur menutup pintu UKS. Langkah kakinya berjalan menuju atap sekolah. Ia yakin, ini adalah ulah dari perempuan yang kemarin dan inilah maksud dari perkataannya.
Itu adalah ancaman. Namun, perempuan tersebut sungguh bermain bersih dan sudah membuat rencana dari jauh hari. Apakah itu disebabkan karena dendamnya kepada Arthur? Sungguh rencana busuk.
Menjadikan orang yang lemah sebagai korban. Tak bisa dimaafkan! Didunia ini tidak ada yang kuat dan lemah. Dimata Tuhan, manusia hanyalah makhluk ciptaannya yang lemah. Semakin manusia kuat, maka semakin lemah dirinya dimata Tuhan.
Arthur menapakkan kakinya diatap sekolah. Ada api dilubuk hatinya ketika melihat Isabel yang tengah menyambut Arthur dengan tatapan penuh kemenangan.
"Akhirnya datang juga." Bangga Isabel.
"Perlukah saya meneladani anda yang lemah?" Tanya Arthur tenang.
"Lemah? HAHAHAH." Tawa jahat Isabel keluar.
"Gimana rasanya? Melihat perempuan yang lu suka menderita."
"Bahkan, saya tidak menyukainya." Ketus Arthur.
"GAK USAH BOHONG!"
Arthur menghembuskan napasnya. "Perlukah saya berbohong?"
"KALAU GITU, GUA BAKALAN NGEBUAT PEREMPUAN ITU MENDERITA!"
"Tinggal saya laporkan kepada pihak sekolah dan anda akan di DO."
SKAK MAT! Tamatlah riwayat Isabel jika Arthur melaporkannya ke pihak sekolah. Entah kenapa dirinya dapat melupakan pengumuman yang waktu itu disampaikan Pak Mulyana tentang aturan murid pertukaran pelajar.
"Silahkan, lagipula juga lu gak punya bukti."
"CCTV."
Deg! Jantung Isabel berpacu dengan cepat hanya karena satu kata yang keluar dari mulut Arthur. Ia lupa dengan CCTV yang ada di sekolah dan kini dirinya tinggal menunggu surat pernyataan di DO.
Kini kemenangan berada di pihak Arthur, namun kemenangan tersebut hanya sementara. Sebenarnya, CCTV disekolah sudah dimatikan semenjak bel pulang sekolah berbunyi. Dan sebelum Isabel tersadar bahwa dirinya tidak akan di DO, maka Arthur akan memanfaatkan waktu tersebut untuk mencari barang bukti.
"Kalau lu ngelaporin gua ke pihak sekolah, maka gua bakalan loncat ke bawah." Ancam Isabel.
"Saya tidak peduli."
Dilema. Perasaan Isabel selalu saja dibuat bingung dengan Arthur. Isabel kira semuanya akan sesuai ekspektasi-nya dan Arthur akan tunduk kepadanya, namun kini Isabel yang harus dipaksa menunduk.
"Anda adalah orang terlemah yang saya temui." Sengit Arthur.
Isabel hanya bisa meneguk ludahnya.
Arthur meninggalkan Isabel diatap sekolah dan pergi menuruni anak tangga. Kini, kita hanya bisa menunggu seorang pemenang sejati yang berhak mengisi podium kemenangan untuk menyampaikan pidato kemenangannya.
Oke guys, mohon dimaafkan untuk part ini di up malam karena memang sudah bagian rencana yang tidak sengaja dari Authornya.
Jadi, mohon maaf bagi para pembaca yang menunggu Raja Kelas up.
Salam FSR,
*****
About me?Follow Instagram: basztian11.2
KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Kelas
Teen FictionKisah cinta anti-mainstream antara selembar kertas putih polos dengan setetes darah biru dingin yang tidak sengaja saling bertemu. Pertemuan tersebut membawa mereka ke dalam takdir cinta. Hanya takdir yang bisa menyatukan Arthur dan Orly. Jangan per...