17. Takdir atau Musibah?

455 31 0
                                    


Orly dan Retha yang sengaja datang pukul 07.00 saat seluruh murid Sekolah telah memasuki kelasnya masing-masing berjalan melewati gerbang Sekolah paling depan.

"Ret, emangnya gak apa-apa yah, kalau Orly sama Retha datang kesiangan?" Tanya Orly sambil mengedarkan seluruh pandangannya.

"Ya gak apa-apa, tenang aja disini ada Retha. Jadi, Orly gak perlu takut." Ujar Retha sambil memperhatikan sikap Orly yang penuh takjub.

"Eh, ada Eneng-eneng cantik. Kok datangnya pada siang?" Tanya seorang Bapak-bapak sambil membawa peralatan kebersihan Sekolah.

"Disuruh Pak." Ucap Retha dengan diiringi senyuman, sedangkan Orly masih mengedarkan seluruh pandangannya.

"Siapa yang nyuruh?! Kalau, Bapak jadi Eneng-eneng, gak bakal Bapak mau telat masuk Sekolah karena disuruh." Ucap Bapak tersebut sambil memegang pinggangnya dengan sebelah tangannya.

"Bapak Kepala Sekolah." Jelas Retha.

"Kalau disuruh Bapak Kepala Sekolah, mana berani Bapak nolaknya."

"Oh, iya. Bapak boleh nawarin sesuatu gak?" Bapak tersebut memegang erat gagang sapu yang berada di tangan kanannya sambil tersenyum manis.

"Nawarin apaan, Pak? Kayaknya menarik tuh, Orly mau tau dong."

"Si Eneng yang satu kayaknya minat, ntar dulu Bapak liat-liat dulu." Bapak tersebut memandangi Orly dari ujung sepatu sampai ujung rambutnya, sedangkan Retha yang sejak awal telah curiga kepada Bapak tersebut hanya memandangi tingkah laku Bapak tersebut dengan sorot mata tajam.

"Cocok ini mah."

"Cocok apa Pak?" Tanya Orly dengan lugu.

"Cocok jadi mantu anak Bapak." Ucap Bapak tersebut sambil terkekeh-kekeh.

"Mohon maaf nih, Pak. Tapi, kayaknya saya dan juga teman saya. Tidak tertarik." Jelas Retha sambil tersenyum palsu kepada Bapak tersebut, kemudian dengan cepat menarik tangan Orly untuk berjalan memasuki gerbang Sekolah yang kedua.

"Ret, mantu tuh apaan?"

"Retha juga gak tau." Jawab Retha dengan berpura-pura tidak tahu.

Retha menengok ke arah kanan-kiri sambil mencari ruangan Kepala Sekolah, namun mata Retha yang tajam langsung melihat ruangan Kepala Sekolah berada di lorong ujung kanan dari tempat mereka berdiri.

Retha berjalan menuju ruangan Kepala Sekolah sambil menggenggam erat tangan Orly hingga membuat tangan kiri Retha mengeluarkan keringat karena terlalu erat menggenggam tangan Orly.

Sedangkan, Orly sepanjang jalan menuju ruangan Kepala Sekolah terus mengedarkan pandangannya secara acak.

Retha mengetuk pintu ruangan Kepala Sekolah yang terdapat kaca berwarna hitam.

"Silahkan masuk." Ucap seseorang dari dalam ruangan dengan suara baritonnya yang khas.

"Permisi, Pak." Ucap Retha dengan lembut.

"Oh, kalian. Silahkan duduk." Ucap Bapak Kepala Sekolah tersebut dengan ramah.

"Terimakasih, Pak." Orly dan Retha masuk kedalam ruangan Bapak Kepala Sekolah dan duduk di kursi yang telah disediakan untuk dua orang.

"Jadi, gimana kesannya saat kalian tiba di SMA Trijayanda?" Tanya Pak Mulyana selaku Bapak Kepala Sekolah SMA Trijayanda sambil melipatkan kedua tangannya diatas meja yang bertilamkan kaca berwarna hitam.

"Kesannya bagus, bersih, dan sangat-sangat fresh suasananya juga." Jelas Retha sambil tersenyum.

"Tapi, tadi di depan ada orang yang ngomong ngajakin Orly jadi mantu. Padahal, Orly juga gak ngerti arti mantu." Jawab Orly dengan polos sambil mengayun-ayunkan kecil kakinya kedepan.

"Oh, itu mah bercanda." Ucap Pak Mulyana sambil tertawa kecil.

"Maaf yah, Pak. Orly emang orangnya sangat-sangat polos. Tapi, Bapak jangan khawatir. Walaupun sikapnya polos, otaknya encer banget."

"Tenang aja, Bapak juga ngerti." Ucap Pak Mulyana dengan santai.

"Oh, iya karena kalian berdua murid pertukaran pelajar. Maka, Bapak memasukkan kalian ke kelas XI-IPA1 untuk memberikan pengalaman yang mengesankan selama satu semester." Jelas Pak Mulyana.

"Kenapa kelas XI-IPA1?" Tanya Orly dengan penasaran.

"Karena di kelas XI-IPA1 kalian akan bertemu orang-orang yang memiliki karakter yang kuat."

"Orly udah gak sabar, ya udah Pak. Tolong anterin Orly sama Retha ke kelas XI-IPA1." Ucap Orly dengan antusiasme yang tinggi.

"Oke, Bapak juga bakalan ngasih tau ada apa aja di SMA Trijayanda." Pak Mulyana berdiri dari kursi kehormatannya dan berjalan menuntun Retha dan Orly menuju kelas XI-IPA1 sambil menjelaskan hal apa saja yang ada di SMA Trijayanda.

Pak Mulyana dengan padat menjelaskan setiap letak Kelas, Taman, Kantin, ruang Guru, ruang Kepala Sekolah, Laboratorium, dan Perpustakaan. Sedangkan, Orly dan Retha dengan cekatan langsung mengerti setiap kata yang diucapkan Pak Mulyana.

Pak Mulyana berhenti di kelas XI-IPA1, kemudian mengetuk pintu dihadapannya dan menarik gagang pintu kelas XI-IPA1 yang tertutup rapat karena peraturan di SMA Trijayanda saat KBM pintu kelas wajib ditutup rapat, baik ada guru maupun tidak ada guru sekalipun.

"Silahkan masuk." Ucap Pak Mulyana dengan mempersilahkan Orly dan Retha memasuki kelas XI-IPA1.

"Terimakasih Pak, udah mau ngejelasin dan nganterin kita ke kelas XI-IPA1." Ucap Retha dengan menundukkan kepalanya sesaat.

"Sama-sama."

Orly dan Retha berjalan memasuki kelas XI-IPA1 yang berisi sekitaran 30 siswa, sedangkan Pak Mulyana yang berada diluar kelas menutup kembali pintu kelas XI-IPA1 ketika Orly dan Retha memasuki kelas XI-IPA1.

"Silahkan perkenalkan nama kalian masing-masing." Ucap Pak Arfa yang sedang duduk dikursi guru dengan duduk menyamping sambil memandangi Orly dan Retha.

"Nama saya Margaretha Frandesca, sering dipanggil Retha. Sedangkan, yang berada di samping saya Orly Lindra Rachel, sering dipanggil-" Orly seketika berteriak kaget karena melihat ketiga orang yang pernah membuatnya kesal berada dihadapannya dan parahnya lagi satu kelas.

"Kalian?!"

Gimana? Udah ada yang nebak-nebak? Atau gak kepikiran sama sekali?

Jangan lupa untuk vote, komen, dan share karena Raja Kelas akan selalu update setiap hari sekali atau dua kali sehari.

Salam FSR,

*****
About me?

Follow Instagram: basztian11.2

Raja KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang