26. Rumah Sakit

428 34 0
                                    


Panik. Tentu. Hanya satu kata yang dapat menjabarkan keadaan isi hati Arthur yang biasanya sedingin cristal dan bersikap datar terhadap perempuan, hatinya kini berubah drastis hanya karena seorang perempuan yang sedang pingsan di pangkuannya karena terkena gigitan ular piton. Apakah hatinya yang sedingin cristal sudah mencair?

Arthur membawa masuk Orly ke dalam ruangan rawat sementara dan menaruhnya di tempat tidur pasien. Kemudian, keluar dari ruangan rawat sementara.

Retha hanya bisa menangis, air matanya seolah tak terhentikan. Ia tahu bahwa gigitan ular piton tidak mematikan, namun ia tetap sedih ketika melihat Orly pingsan. Sebegitu pentingnya kah Orly bagi dirinya? Tentu! Hanya Orly yang bisa membuat Retha merasakan kembali memiliki seorang adik. Bagaimana caranya dia menjaga Orly, bagaimana cari dia menasihati Orly, bagaimana tangannya menggenggam tangan Orly. Itu semua hanya untuk Orly!

"Sudah gak usah nangis, Orly juga bakalan baik-baik saja." Bujuk Pamannya Bima.

Retha mengusap air matanya dan mencoba untuk tegar menghadapi semuanya. Pamannya Bima betul. Orly tidak akan mati begitu saja karena gigitan ular piton.

Bima dan Kyle yang berada disamping Arthur terlihat kebingungan. Bima dan Kyle tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Namun, pikiran Bima tidak akan stuck disitu saja.

"Ky, lu bawa handphone-kan?"

"Bawa. Lu mau pinjam buat nelepon Pak Rafan kan?"

"Iya." Singkat Bima.

Untung saja otak Kyle tidak ikut stuck karena kejadian seperti ini. Bima mengetik nomor telepon Pak Arfan, kemudian meneleponnya. Bima menyuruh Pak Arfan untuk menjemputnya di Rumah Sakit yang dekat dengan rumah Pamannya.

Seorang Dokter keluar dari ruangan rawat Orly dan berkata, "Untuk luka gigitan ularnya sudah kami bersihkan dan bisa langsung dibawa pulang, tapi sebelum itu silahkan bayar uang perawatannya."

Retha langsung masuk ke dalam ruangan rawat Orly ketika telah selesai mencerna setiap perkataan Dokter tersebut.

"Saya yang akan bayar, Dok." Ucap Pamannya Bima.

"Bapak bisa mengikuti saya untuk menuju meja administrasi."

Pamannya Bima mengikuti langkah kaki Dokter tersebut. Bima, Arthur, dan Kyle hanya menunggu di depan. Sedangkan, Retha berada didalam.

"Orly gak apa-apa kan?" Tanya Retha sambil memeluk Orly.

"Orly gak apa-apa kok."

"Kaki Orly masih sakit?"

"Cuman sedikit. Retha, Orly pengen pulang."

"Sini Retha bantuin."

Retha merangkul tangan Orly untuk membantunya berjalan keluar ruangan. Orly berjalan dengan kaki kanan yang tersengal-sengal dan diperban.

Retha dan Orly keluar dari ruangan, tatapan Orly secara tidak sengaja bertabrakan dengan tatapan Arthur. Namun, Orly terlalu polos untuk mengetahui maksud dari tatapan Arthur. Apakah itu cinta? Ataukah sekedar rasa peduli? Tidak ada yang tahu.

*****

Retha dan Orly turun dari mobilnya Bima. Tangan Orly masih setia merangkul Retha. Helen yang sedang meminum teh di depan rumahnya langsung berlari panik menuju Orly ketika melihat sebelah kaki anaknya diperban.

"Kaki Orly kenapa?" Tanya Helen panik.

"Digigit ular, Tan." Jawab Retha.

"HAH?! Kok bisa? Anak Mamah gak bakalan mati kan?"

"Orly juga gak tau, soalnya Orly tiba-tiba digigit ularnya dari belakang." Jelas Orly.

"Ular apaan emang yang berani gigit dari belakang?"

"Ular piton, Tan."

"Untung ular piton." Helen menghembuskan napasnya sambil mengusap-usap dadanya.

Helen menyuruh Retha untuk membawa Orly masuk ke dalam rumahnya. Retha menuruti omongan Helen dan membawa Orly hingga ke ruang tamu.

"Tante, Retha mau pulang dulu." Ucap Retha setelah duduk di sofa ruang tamu.

"Emang Retha gak mau nginap dirumah Orly?"

"Iya nginap aja." Usul Helen.

"Lain kali aja, Tan."

Retha berpamitan dengan Helen dan meninggalkan Orly yang sedang melambai-lambaikan tangannya.

Mohon maaf, kalau terlalu pendek untuk part ini. Tapi, semoga aja berasa feel ceritanya ke hati kalian.

Salam FSR,

*****
About me?

Follow Instagram: basztian11.2

Raja KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang