34. Butuh Bantuan!

356 27 0
                                    

Gaise, gimana kabar kalian? Baik-baik aja kan selama seminggu ini? Jangan terlalu banyak pikiran, apalagi yang belajar online😂

Belajar woy! Belajar! Hayo siapa yang lagi belajar online malah nyangkut ke Wattpad? Hayo siapa yang belajar online otaknya kepikiran Wattpad?😂😂😂

Ceritain dong keluh-kesah kalian selama belajar online, boleh dong. Jangan terlalu lama di timbun, entar jadi tumpukan sampah yang bawa penyakit.

Selamat membaca para pejuang online😊

"Lu ngapain narik-narik tangan gua segala!" Protes Kyle ketika mendapati dirinya berada di belakang kantin sekolah yang telah tutup.

Suasana di belakang kantin sekolah yang sepi dan tidak terdapat CCTV memang tempat yang sangat sempurna untuk membeberkan salah satu rahasia Retha, lebih tepatnya Retha ingin meminta bantuan kepada Kyle dan Bima.

"Kurang kerjaan banget sih lu pake bawa-bawa gua segala." Bima menyandarkan punggungnya di dinding belakang kantin sekolah dengan kedua tangan disilangkan.

Sabar. Retha mengelus dadanya dan menarik napas perlahan, memang sulit untuk mengajak Kyle dan Bima. Bahkan, ketika mengobrol dengan mereka berdua rasanya ingin sekali membungkam pita suara mereka.

"Gua butuh bantuan lu berdua."

"Satu kata buat lu, GAK!" Tegas Kyle.

"Ngapain juga gua ngebantuin lu." Bima melemparkan tatapannya ke arah lain.

Sabar Retha, sabar. Emang susah kalo ngomong sama manusia yang gak punya saringan teh di rumahnya . Racau batin Retha mengada-ada.

Inilah resiko yang harus di terima Retha, menelan setiap perkataan menohok Kyle dan Bima. Semuanya ia lakukan karena terpaksa, terpaksa meminta bantuan Kyle dan Bima karena hanya mereka yang bisa membantu Retha dalam mengatasi kebingungan yang dialaminya selama tiga hari.

Semenjak Retha menemukan surat tersebut dari Orly, pikirannya hanya terfokus dengan maksud surat tersebut dan nama Sang Penulis. Banyak sekali waktu yang ia korbankan untuk mencari tahu Sang Penulis tersebut. Yang ia butuhkan hanyalah nama Sang Penulis. Serumit inikah mencari nama di atas tumpukan jarum?

"Terserah lu. Lu berdua emangnya mau kalo Arthur di teror sama orang gak jelas."

"Otak lu kali eror." Celetuk Kyle.

"Terserah." Retha memutar malas bola matanya.

"Nih, lu baca." Retha memberikan tumpukan kertas surat tersebut yang telah ia lipat menjadi satu-kesatuan.

"Ya elah, ternyata cuman setumpuk kertas biasa." Tolak Kyle.

"Silahkan lu mau ngomong apa aja terserah, tapi jangan harap lu ngerti maksudnya kalo lu udah selesai baca."

"Sini biar gua baca." Bima mengambil kasar tumpukan kertas tersebut dari genggaman Retha.

Kini giliran Retha menyilangkan kedua tangannya dengan menatap Bima yang penuh dengan kerutan-kerutan di keningnya.

"Lumayan juga."

Bima melipat kembali kertas tersebut seperti sebelumnya dan memberikannya ke Retha, namun sedetik kemudian Kyle langsung mengambilnya.

Dahi Kyle bergerak bergelombang ketika membaca setiap lembaran kertas tersebut.

"Ya elah, inikan cuman quote biasa." Ucap Kyle enteng, "Lu nemu darimana?" Tanya Kyle seraya memberikan kertas surat tersebut ke Retha.

"Emang quote, tapi gak sepenuhnya quote. Di atas meja Arthur." Jelas Retha setengah-setengah.

"Quote begituan aja sampe di stabilo, gak guna."

"Begini nih, kalau ngomong sama orang gak punya saringan teh di rumahnya." Gumam Retha sepelan mungkin.

"Lu pasti sengaja nge-stabilo quote yang punya berbagai macam arti. Karena disitulah kunci jawaban dan masalahnya. Tapi, bukan hanya itu saja masalahnya. Di surat paling terakhir ada sidik jari seseorang."

Retha menggangguk mengiyakan ucapan Bima yang seratus persen sama dengan pemikirannya.

Memang tidak salah jika Retha meminta bantuan Bima dan Kyle. Namun, sepertinya ia menaruh harapan lebih besar kepada Bima, dibandingkan dengan Kyle.

"Oke gua paham sekarang maksud dan tujuan lu." Jeda Bima, "Jadi mau lu sekarang apaan?"

"Bim, lu mau ngebantuin nih cewek cengeng?" Tanya Kyle yang tampak kaget dengan perubahan sikap Bima.

Bima menggangguk kecil. Kyle menghela napas panjang. Dengan sangat-sangat terpaksa Kyle harus ikut membantu Retha.

Jika Bima telah mengambil keputusan untuk membantu seseorang berarti ada hal yang sangat penting dan menguntungkan.

"Dengan sangat-sangat terpaksa gua mau." Kyle menatap sinis Retha. "Jadi sekarang mau lu apa?"

"Lu berdua harus bantu gua nemuin Sang Penulis surat quote tersebut, masalahnya yang kena imbas terornya Orly, dan gua yakin lu berdua pasti udah tau tentang trauma yang dialami Orly." Retha mencoba mengatur napasnya, jika sudah menyangkut tentang Orly seluruh tubuhnya sulit di kendalikan. "Orly cerita ke gua kalau dia nemuin tetesan darah di kelas, tetesan darah itu mengarah ke meja Arthur."

"Oh, jadi, tetesan darah terornya. Gila juga penulisnya sampai gak sayang darah. Tapi, tenang aja kali, saudara gua ada yang sering ngurus begituan."

"Ky, maksud lu Bang Arga?"

Kyle menggangguk mantap. Arga adalah anak dari saudara Papahnya Kyle, Arga bekerja sebagai Tim Infas yang mengurus sidik jari seorang korban kejahatan.

Bima mengenal Arga ketika mendapati dirinya sedang melakukan eksperimen pertamanya di rumah Kyle dan secara tidak sengaja membaca formulir pendaftaran Tim Infas.

"Ky, kita gak bisa ngelibatin Bang Arga di dalam masalah ini. Resikonya besar bagi kita, apalagi nama SMA Trijayanda bisa tercoreng dengan masalah beginian."

"Terus rencana lu sekarang apaan, Bim?"

"Gua bakalan ngelakuin penyelidikan sendirian pas pagi dan sore di sekolah karena hanya dua waktu itu yang sangat rentan buat ngirim surat."

"Gak bisa gitu. Gua bagian penyelidikan yang pagi, Orly juga akhir-akhir ini berangkat pagi-pagi dan pagi adalah bagian gua penyelidikan, sekaligus ngejagain Orly." Sergah Retha.

"Oke, gua terima pengajuan pendapat lu."

"Ky, tugas lu cuman harus mengamati gerak-gerik murid yang ada di kelas. Soalnya, gua khawatir kalau Sang Penulis surat tersebut ada di kelas."

Kyle mengiyakan ucapan Bima. Untuk masalah seperti ini lebih baik ia serahkan ke Bima dan menerima setiap perintahnya.

"Minggu depan gua mau kita kumpul lagi disini untuk membahas kemajuan kasus ini." Bima melenggang pergi di ikuti dengan Kyle yang sejalan lurus di belakangnya.

Mereka membiarkan Retha tertinggal jauh di belakang. Secepat apapun langkah kaki seorang perempuan tidak akan mampu mengejar laki-laki, dan itu adalah hal yang lumrah.

"Ky, lu pasti udah ngerti, kan? Apa yang akan kita hadapi." Ujar Bima di sela-sela langkah mereka.

"Gak usah di tanya, gua udah paham." Kyle menghela napasnya kasar. "Mode bahaya yang sebenarnya."

"Ini juga kesempatan kita buat melakukan penyelidikan."

Salam, FSR

*****
About me?

Follow Instagram: basztian11.2

Raja KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang