"Generasi bangsa tidak boleh lemah dan kalah."
____________
"Terima kasih che, chi."
Galan beringsut bangun, setelah dua jam lebih tubuhnya terbaring di ranjang UKS.
"Sama-sama. Kami justru senang bisa membantu." Chi tersenyum-menanggapi perkataannya.
"Jika kau belum pulih, jangan di paksakan masuk kelas dulu, Lan." Che memberi saran. Dia melihat Galan kasihan.
Galan mengangguk. "Jangan khawatir, tubuhku terasa lebih baik sekarang."
Chi dan Che adalah anggota PMR sekolah--yang kebetulan ada saat Raka membawanya ke ruang UKS.
Waktu Raka masuk dengan Galan ke ruangan ini, Chi dan dan Che tampak cemas melihat tubuh Galan penuh dengan luka. Mereka berdua sempat bertanya, "Galan kenapa, Ka?"
"Dia hampir tertabrak motor tadi." Raka berkilah, kemudian buru-buru keluar tanpa pamit.
Chi dan Che tidak banyak tanya, mereka segera mengambil obat-obatan dan selembar kain untuk mengkompres luka di wajah Galan. Hingga detik ini mereka tidak curiga sedikit pun atas kebohongan yang Raka buat.
Chi dan Che merasa iba melihat kondisi Galan yang belum terlalu pulih. Namun, Galan tetap bersikukuh ingin masuk ke kelas. Saudara kembar itu mengangguk, tidak bisa mencegahnya.
"Terima kasih Chi, Che."
Galan mengucap terima kasih untuk kedua kalinya, sebelum kakinya melangkah keluar.
***
Para pelajar hilir mudik di depan kelas, bercanda gurau dengan yang lain. Sesekali tertawa terbahak-bahak-mungkin ada lelocon yang lucu.
Guru-guru terlalu sibuk dengan urusan sendiri. Hingga tak sadar, ada muridnya yang berulah.
Galan melintas, tidak ada sepatah kata pun yang menyapanya. Lebih tepatnya tidak ada yang peduli tentang dirinya. Satu-satunya orang yang peduli hanya Rino, tapi entahlah kemana anak itu sekarang.
Pemandangan seperti ini sudah menjadi makanan sehari-hari baginya. Tidak ada yang peduli, tidak ada yang mendekat, apalagi menaruh perhatian--sama sekali tidak ada.
Semenjak kejadian di laboratorium waktu itu, semua orang berubah total.
"Siapa juga yang akan berteman dengan anak miskin sepertiku?" pikirnya, seraya berjalan menunduk.
"Biarlah, aku sudah biasa di campakan seperti ini."
Galan terus melangkah tanpa menghiraukan lingkungan sekitar.
Sebenarnya ia sudah lebih baik sejak tadi. Namun, karena ia pikir nanti akan mengganggu pembelajaran-jadi ia urungkan tekadnya untuk ke kelas.
Tutt ... tutt ... tutt ...,
Galan tersenyum.
Tepat sekali, persis saat ia sedang tidak bersemangat untuk hidup. Tuhan selalu punya belas kasih untuknya. Seperti kali ini, bagaimana Tuhan menyingkat waktu untuk hambanya.
***
Di dalam kelas Tania terus bertanya kepada Galan bak wartawan yang sedang memperebutkan berita terhangat di dunia.
Kenapa begitu? Kok bisa? Kapan? Kau tidak apa-apa? Bla-bla-bla.
Karena memang Galan duduk semeja dengan Tania, tidak ada salahnya Tania mengetahui apa yang terjadi dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...