05. Gugur bunga

3.1K 1.1K 138
                                    

Begitu tragedi itu terjadi---seantero sekolah gempar. Beramai-ramai para siswa yang masih selamat---menggotong awak Pak Riem yang berlumuran darah. Jas khusus untuk laboratorium tidak melindunginya dari percikan kaca.

Salah satu siswa melapor kepada Pak Gun---Sang Kepala Sekolah---yang mana segera ditelfonkan ambulance.

Pak Gun berlari menuju ruang laboratorium. Air mukanya penuh ke khawatiran yang mendalam. Dengan cepat tubuhnya melesat, tiba di ambang pintu air mata.

Tania tengah menangis tersedu-sedu di sudut ruangan, di sebelahnya ada Agat, Galan dan dua orang gadis---teman dekatnya.

Rintihan sakit terdengar di atmosfer laboratorium sekolah, ternyata tidak hanya Pak Riem yang terkena ledakan botol tadi. Beberapa siswa-siswi juga mengalami luka ringan di bagian belakang badannya.

"Bawa yang lain ke Rumah Sakit, jangan sampai ada yang tidak tertolong," tegas Pak Gun saat melihat ruangan penuh darah di depannya.

Raungan mengaduh berulang kali terdengar-membuat sebagian orang berlarian ingin melihat.

"Jangan apatis! Bantu teman kalian!" tegas Pak Gun. Dengan sigap, Pak Gun menyuruh semua muridnya saling membantu

Jery, salah satu Tim Galan terkena serpihan kaca di bagian wajah, dan leher serta anggota badan lainnya. Ia tengah mengerang kesakitan di atas lantai.

Tanpa banyak tanya, Galan, Agat, Oscar dan Dito bergegas membantunya kemudian mengangkatnya keluar menuju UKS.

Guru-guru berdatangan, mengerumuni laboratorium. Mereka bergegas ikut membantu muridnya yang terluka. Pak Gun meringis, ia bisa merasakan sakitnya terkena serpihan kaca.

Sementara Pak Gun-ia masih berdiri, bola matanya melirik CCTV yang belum lama ini tidak berfungsi. Ia menunduk-menyesal, sangat menyesal. Ia ingin menangis tapi malu. Dengan begini ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Di sudut ruangan, ada Tania dan teman-temannya yang belum keluar.

"Tenanglah Tania, ini bukan salahmu." salah satu gadis---teman dekatnya---mencoba menenangkan. "Kita ke kelas, yuk?"

Ketika kejadian berlangsung, beruntung tubuh Tania, Galan, dan dua lainnya jauh dari botol-botol yang meletus.

Dengan sisa tangisnya, Tania melangkah---meninggalkan laboratorium.

***

Sekolah hari ini kacau, guru-guru sibuk mengobati luka murid-murid yang terkena serpihan kaca di ruang UKS. Beberapa orang ada yang dilarikan ke rumah sakit.

Tiga jam pelajaran kosong, tidak terurus dengan semestinya. Seluruh pelajar berkeliaran di luar kelas, tak terkontrol. Kebanyakan dari mereka memilih ke kantin sekolah menunggu pulang.

Galan dan empat temannya duduk murung di kelas. Hati tidak bisa dibohongi. Dengan kejadian tadi, mereka merasa luar biasa bersalah.

Satu dua orang menyalahkan mereka atas kejadian barusan. Namun, ada pula yang memihak.

"Ayolah, semua itu bukan salah kalian. Aku juga salah, kenapa malah minta bantuan kepada kalian saat ujian praktek." Oscar ikut prihatin, ia mencoba mendinginkan suasana.

"Mending kita makan ke kantin," ajak Dito. Sejak tadi perutnya keroncongan.

"Kalian duluan. Aku tidak lapar." Agat menolak halus. Ia tidak berselera.

Dito dan Oscar akhirnya mengalah, ikut duduk di samping teman-temannya. Walau bagaimanapun, mereka berdua tidak mungkin pergi begitu saja saat yang lain berduka.

Pada saat situasi kurang membaik seperti ini-Yuri justru menyebarkan kabar yang sengaja menjelek-jelekkan tim mereka.

"Dasar pembawa sial! Ujian praktek malah ditinggal!"

Jika waktunya berbeda, Agat ingin sekali melempar kursi ke muka Yuri.

Beberapa saat setelah kejadian, berita duka melanda langit sekolah. Pak Riem meninggal dunia. Serpihan kaca tadi banyak mengenai organ tubuh terlarang.

Mendengar itu sontak Tania menggedor-gedor meja, tangisnya semakin kencang. Dari lubuk hati yang paling dalam-penyesalan tiada tara menggulung di benaknya. Ia belum bisa memaafkan dirinya sendiri.

Deraian air mata tak terbendung dari ujung pelupuk mata guru-guru, dan para pelajar sekolah. Siapa pun tidak akan pernah menyangka akan peristiwa menyedihkan ini.

Di jam akhir sebelum pulang, seluruh pelajar, guru-guru melayat ke rumah duka---tempat terbaik seluruh umat manusia---makam.

Tiba di makam, lagi-lagi Tania yang masih menangis. Air matanya tak bisa dibendung. Suaranya tersendat-sendat suram.

"Selamat jalan Pak Riem," ucap Tania. Dengan suara tersedu-sedu. Sembari menabur guguran bunga di atas makam.

"Jangan menangis lagi. Ini bukan salahmu. Semua manusia pasti akan mengalami kematian." Salah satu guru mencoba menenangkan.

***

I'm sorry part-nya pendek wkw

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang