41. Pemimpin Sejati

1.1K 625 15
                                    

Jika ada kesalahan tolong kasih tahu.

***

Pemandangan serba hijau menjadi objek utama setiap pagi bagi mereka. Laksana sinar mentari yang datang untuk memanjakan seluruh alam.

"Istirahat parade!"

Rey salah besar dengan dugaannya kalau Galan akan terseleksi. Buktinya, dia masih berdiri memimpin pasukan. Bahkan, Galan ditunjuk oleh Rangkas untuk memberikan sambutan.

Latihan pagi ini lebih cepat, hanya sekitar empat puluh lima menit----kemudian, duduk membentuk lingkaran seperti biasa. Ada hal yang harus segera diselesaikan agar tidak ada kesalahpahaman.

"Selamat pagi semua. Sebelum kita kembali ke kelas, mari kita dengarkan sambutan dari Danton kita. Jangan ada yang salah paham. Jadikan ini sebagai pelajaran buat kita semua."

"Tepuk tangan untuk kita semua," Rangkas membuka kegiatan ini dengan tepuk tangan meriah dari para juniornya. Dia mundur, gantian Galan yang maju.

Seperti yang diharapkan oleh Rangkas kemarin, 'Berikan yang terbaik buat semuanya'. Maka dari itu—mulai detik ini Galan akan memberikan yang terbaik.

Galan mengatur nafas, memasang tampang tegas, menarik senyum tipis—menyapu seluruh pandangan.

"Selamatt ... Pagi!" Galan berseru, menghantamkan tangannya ke udara. Jiwa kewibawaannya mulai terlihat.

"Salam sejahtera. Tetap semangat buat kita semua. Penerus bangsa sekaligus pembangkit kejayaan Sang Pusaka."

"Sebelumnya, saya meminta maaf karena terlalu naif, terlalu bodoh, ceroboh—mengepentingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama." Galan meminta maaf dengan intonasi suara terbaiknya atas insiden Olimpiade yang membuatnya lupa diri.

"Dan saya berjanji, kebodohan seperti ini tidak akan terulang kembali." Galan berdehem, mengatur intonasi suaranya kembali.

"Kenapa saya lebih memilih meninggalkan Olimpiade?" Galan mengangkat alisnya, bertanya.

Semua senyap, tidak ada satu pun yang menjawab.

"Karena Nasionalisme ini sudah menancap di relung jiwa. Apapun yang terjadi dengan Merah Putih, saya akan selalu membelanya sampai titik darah terakhir. Tidak bisa dibayar,  tidak bisa juga ditukar dengan pangkat sekalipun. Walaupun kalian memberiku jabatan Presiden, jika harus mengorbankan Merah Putih. Maaf, saya akan menolaknya mentah-mentah."

"Karena saya sadar, saya hanya bisa menikmati kemerdekaan ini---tanpa harus berperan melawan penjajah."

Semua orang melongo. Pembawaan Galan benar-benar memukau. Belum pernah mereka melihat Galan seserius ini. Rey, Yuri dan kawananya tidak bisa berkata apa-apa. Juga Rino, Agat, Tania, dan kawananya. Mereka tercengang. Terbius dengan kalimat yang baru saja Galan ucapkan. Benar-benar menakjubkan. Inilah yang dinamakan pemimpin sejati, yang berjuang demi bangsa dan negara.

Hingga sambutannya selesai pun semua mata masih saja menatap lekat ke arah Galan.

***

Sory, hanya sedikit wkwk

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang