Saat sedang berdebat hebat mencari solusi yang tak kunjung datang, bel sekolah berbunyi enam kali, menghentikan adu mulut dari empat kawanan itu.
Galan mendongak, menatap atap kelas yang sejak tadi membisu. Sementara itu, Raka, Dito dan Oscar tengah mengatur napas, memulihkan tenaga yang terbuang sia-sia lantaran percekcokan antar mulut.
"Sudah, jangan saling menyalahkan!" Galan menegur pelan sembari memejamkan mata. "Kita itu sedang mencari solusi, bukan mencari yang benar dan mana yang salah."
Keempatnya terdiam. Jika saja tidak ada bunyi bel, mungkin sekarang mereka masih ribut.
Raka menoleh ke arah jendela. Puluhan pelajar mulai berduyun-duyun ke auditorium. Jika bel dibunyikan enam kali, itu pertanda agar semua pelajar diharapkan untuk berkumpul.
"Ayo, kita ke auditorium sekarang." Raka mengawali lebih dulu. Mereka sudah pasrah. Tidak ada cara untuk membuktikan kecurangan Rey. Ini sama seperti buah simalakama. Maju-mundur, kena.
Mereka menarik langkah, berjalan gontai bersama dengan ratusan siswa-siswi lainnya. Cuitan-cuitan dari mulut menciptakan kebisingan, bersahut-sahutan layaknya burung camar.
Sebagian dari mereka bisik-bisik kecil. Ada yang masih tidak percaya akan Rey yang menjadi OSIS. Ada juga yang hanya mengangkat pundak, tidak peduli.
Setelah melewati pintu-pintu kelas, akhirnya Galan dan lainnya masuk ke auditorium. Seperti biasa, ruangan terlihat rapi. Kursi-kursi, panggung, dan segala macam yang dibutuhkan sudah lengkap.
Galan dan lainnya mengambil tempat duduk yang paling pinggir, paling jauh dari panggung. Memang sengaja, kenapa juga duduk di depan—itu hanya akan memancing emosi.
Sambil menunggu yang lain, mereka duduk tak bergeming. Jika saja diperbolehkan untuk di kelas. Mereka akan sangat senang, tapi itu tidak akan pernah terjadi.
Lima menit menunggu, semua terkumpul. Kursi-kursi penuh, para guru duduk didepan—menjadi orang yang paling terhormat. Salah satu anggota OSIS yang bertugas menjadi MC naik ke atas panggung. Ia memgucap salam, membuka acara, lalu memberikan sedikit taburan lelucon untuk menyita perhatian.
Satu persatu acara di buka, sambutan demi sambutan di mulai—dari sambutan Wakil Kepala Sekolah, Bidang kesiswaan, hingga pembina OSIS.
Sederet acara yang membosankan terlewati, akhirnya tiba juga di acara yang ditunggu-tunggu, serah terima jabatan.
Ke empat kawanan itu menatap Rey penuh geram, ingin sekali menghantam wajahnya dengan kursi duduknya.
Rey berdiri mentereng, di sebelahnya—ada Agat yang tidak ubahnya bergaya seperti dirinya. Dengan gagah mereka maju, Ferdy dan jajaran OSIS tahun lalu juga—mereka bersiap melepaskan almamater kebanggaannya. Lalu menyerahkan kepada pengganti OSIS tahun ini.
Galan dan lainnya hanya bisa menghela napas berkali-kali. Mereka tidak iri, tidak. Cuma merasa bodoh saja.
Alangkah jauh jika selama ini mereka menilai Rey dengan pandangan sebatas 'anak nakal', memang kesalahan mereka juga—kenapa tidak memikirkan hal ini lebih matang?
Akibatnya, semua berantakan. Deadline Paskibra yang semestinya sudah hatam, harus diundur entah sampai kapan. OSIS kocar-kacir, tidak ada yang dibanggakan. Ini sungguh di luar dugaan, Rey lebih dari yang mereka kira.
Semakin ke sini semakin jelas kalau Rey bukanlah berandalan biasa, ia sudah merencanakan ini jauh hari. Dan untuk mengacaukan segalanya—tidak perlu repot—dengan uang, semuanya mulus.
Dan sekarang—lihatlah, di tengah susunan acara—seluruh penjahat itu mengadakan pesta kemenangan. Mereka tidak lagi di cap berandalan sekolah, melainkan pemimpin terpilih yang sudah terbukti keagungannya.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah, apakah para politik negeri ini juga seperti itu? Entahlah.
"Kita sambut, Kandidat OSIS baru tahun ini!..."
" ... Reynanda Dinata dan Agatha Legiustman!"
Terdengar jelas kalau MC agak kesulitan mengucapkan nama Agat. Namun, tidak mengapa—karena diujung pelafalan langsung disambut meriah oleh tepuk tangan.
Di tengah hiruk-pikuk tepuk tangan, Raka justru menggerutu penuh kecewa di dalam hatinya. Ia mengepalkan tinju, sembari memejamkan mata.
Masih di auditorium acara sakral ini berlangsung. Tak ada yang protes, tidak ada yang unjuk rasa.
Di depan sana, Rey dengan angkuhnya melambai-lambaikan tangan—menyapa seluruh pelajar sekolah. Sementara Agat—ia tersenyum kecil juga ikut melambaikan tangan.
Tampaknya hanya kawanan Galan dan teman-temannya yang tidak suka dengan acara pelantikan ini. Di samping kanan-kirinya, orang-orang bersorak sorai menyambut ketua OSIS baru. Sementara mereka—hanya diam tidak berselera.
Pak Halim, selaku Wakil Kepala Sekolah—mengambil alih perhatian. Ia memambil Mic dari MC kemudian berkata ....
"Perhatikan, pelantikan ini hanya pelantikan sementara."
Mata Galan membundar. Galan, Raka dan lainnya saling pandang. Mereka tidak salah dengar bukan?
"Hah, Pelantikan sementara?"
"Sejak kapan ada pelantikan sementara?"
"Baru kali ini ada Sertijab sementara!"
Pak Halim tidak menjelaskannya secara langsung. Ia kembali melancarkan serah terima jabatan antar OSIS lama dengan OSIS yang baru.
Suara riuh rendah memenuhi ruangan, mulut-mulut berkicau ria. Dari ujung depan sampai ujung belakang, tidak ada yang diam.
Bagi sebagian murid yang mendukung Rey, tentu saja mereka tidak terima.
Tapi, sepertinya tidak pada Galan dan teman-temannya. Hal itu malah membuat mereka gembira. Tidak sia-sia memikirkannya siang-malam untuk menggugat Rey yang licik itu.
"Yeah! Bagus! Bagus sekali" celetuk Oscar, girang bukan kepalang."Apakah Pemilu OSIS akan diulang kembali?" Dito bertanya.
Galan mengangguk pelan. "Boleh jadi, iya. Tetapi, alangkah baiknya kita diam terlebih dahulu, karena kita belum dengar penjelasan dari Pak Halim," jelas Galan.
"Itu artinya, Wakil Kepala Sekolah memberikan kesempatan kita untuk menang," cetus Raka dengan senyum mengembang.
Semua temannya mengangguk. Setuju. Wajah lesu mereka seketika berubah berseri-seri. Mereka bersiap untuk memukul mundur Rey di pemilu nanti.
***
Note.
Ah, akhirnya bisa up. Ekwk
Sory🙏 saya sibuk kuliah, bre. Meskipun daring, tapi tugas numpuk.Oh iya, buat kalian yang mau rekomen bacaan ini buat temen-temen lainnya. Boleh bangettt. Asal jangan spoiler.
Sekian
감사합니다Mweheheh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...