51. Leadership

1.1K 545 7
                                    

Matahari belum tiba di pucuk ubun-ubun. Tapi panasnya mampu membuat kulit mereka gosong. Kalau tidak salah, ini baru pukul sebelas. Dan baru empat jam mereka latihan.

Pelatih menghentikan latihan sejenak. Memberi mereka napas untuk istirahat. Satu dua helaan napas terdengar, agaknya mereka lelah.

Galan mengelap keringat di dahi, kepala, muka, hidung—dengan lengan baju. Mengipaskan tangannya agar lebih adem lagi. Beruntung teman-temannya perhatian memberi air minum. Jadi kalaupun Galan tidak meminta—pasti mereka memberikan air minum.

"Terima kasih." Galan menyerahkan botol air Oscar yang barusan diteguknya.

Istirahat mereka tidak ditengah lapangan, tidak juga di kantin. Tapi dibawah pohon beringin yang rindang, pinggir lapangan. Setiap hari, pohon beringin ini adalah tempat istirahat satu-satunya bagi mereka.

Para pelatih juga ikut berteduh. Meneguk air minum, melemaskan kaki dan seluruh badan. Senior—junior tidak ada bedanya. Sama-sama lelah, haus dan panas.

Lima belas menit, Rangkas berdiri—menyuruh para juniornya untuk bangun. Istirahat selesai. Latihan kembali dimulai.

Saat Galan hendak berseru agar semuanya kembali ke barisan. Rangkas menepuk bahunya dari belakang.

"Persiapan materi," bisik Rangkas.

"Siap." Galan mengangguk, membalas pelan.

Tidak butuh lama untuk seorang komandan seperti Galan. Usai perintah itu diserahkan. Dalam tiga puluh detik, seluruh anggotanya sudah membentuk lingkaran untuk persiapan materi.

"Kira-kira, materi apa lagi ya, Lan?" Oscar bertanya. Mereka tengah duduk melingkar, menunggu pemateri datang.

"Cara makan yang banyak, dalam waktu tiga puluh detik," sahut Dito, ia mengembangkan senyum---meledek.

Kontan tawa mereka pecah mendengar ledekan Dito. Jika biasanya Oscar yang meledek Dito, sekarang gantian Dito yang meledek Oscar.

Oscar yang mendapat ledekan itu, langsung bungkam, membuang muka sambil bersungut-sungut.

Semua juga tahu, Oscar adalah anak yang paling tidak bisa makan cepat. Setiap kali makan—entah sarapan atau makan siang saat latihan. Hitungan dari pelatih tidak membuatnya semakin cepat---justru malah membuatnya tersedak.

Entahlah, mungkin karena mulutnya yang kecil---atau malah lambungnya yang kecil.

Rangkas melangkah, berdiri di tengah lingkaran. Sebagai ketua panitia, ia kerap mengisi materi---memberi motivasi, atau sekedar arahan untuk mereka.

"Apa kabar kalian semua? Saya harap kalian masih bersemangat seperti awal kita latihan." tutur Rangkas denngan bersemangat.

"Untuk semua, perhatikan. Materi ini adalah kunci untuk mengembangkan kepemimpinan kalian."

LEADERSHIP

"Kalian tahu, satu kata ini bisa merubah seseorang---baik yang malas atau pun yang tak berselera hidup."

Semua menatap lekat ke satu titik tengah, sesekali menggoreskan tinta hitamnya ke kertas mereka masing-masing.

"Leadership secara garis besar adalah kekuatan atau skill yang melekat pada diri seseorang—yang mana dengan kemampuan itu, seseorang bisa mengendalikan, mengubah, bahkan membawa perubahan."

"Lalu, apakah leadership itu bakat dari lahir?" Rangkas bertanya. Semua terdiam. Kemudian ia menggeleng kecil. "Tidak. Kawan. Semua itu proses. Leadership atau kepemimpinan seseorang itu dibentuk oleh diri kita sendiri."

"Lantas, bagaimana cara membentuk kepemimpinan seseorang? Apakah semua orang bisa mendapatkan jiwa kepemimpinannya?" Rangkas kembali membuat mereka bertanya-tanya. Tapi, tidak lama—dia menjawabnya.

"Semua orang bisa membentuk sekaligus mendapatkannya. Caranya? Dengan cara melatih kepercayaan diri, mengasah publick speaking, sosialitas antar kawan, dan banyak lagi."

"Tapi, jiwa kepemimpinan hanya akan melekat pada orang yang benar-benar bertekad

"Sejatinya, seseorang bisa dikatakan pemimpin—jika dia bisa membawa pengaruh bagi kehidupan."

"Mari kita lihat, Galan. Kita lihat bagaimana dia bisa menundukkan ego teman-temannya. Membuat orang terpukau dengan tatapan matanya. Membuat kagum dengan setiap ucapannya. Itu semua tidak mudah. Membangun kepercayaan diri, kewibawaan, serta prudensial."

Galan diam, menyimak. Dia tidak memperdulikan kalau semua tatapan sedang datang kepadanya. Termasuk Tania.

"Satu hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh pemimpin. Pemimpin tidak boleh mementingkan kepentingan pribadi maupun kelompok, di atas kepentingan rakyat."

"Organisasi ini misalnya. Jika, esok lusa Galan jadi OSIS—masih misal—dia tidak boleh memihak satu organisasi. Dia harus bijak. Karena apa? Karena, akan menimbulkan kecemburuan bagi banyak pihak."

"Seorang pemimpin pasti akan mementingkan hal yang paling terpenting. Saat bangsa sedang dilanda kacau balau. Seorang pemimpin akan mempertahankan agar negaranya tidak jatuh ke tangan orang lain."

Di tengah penjelasan Rangkas, Raka meminta izin untuk ke toilet. Semua mata menoleh. Raka mengangguk, mempersilahkan.

Penjelasan masih berlanjut, Rangkas juga menjelaskan tentang gaya kepemimpinan. Model, serta jenis-jenis kepemimpinan.

Sesaat suasana yang terlihat tenang, mendadak dipenuhi dengan kecemasan. Dan semua orang merasakan kecemasan itu.

Hingga matahari tepat di atas ubun-ubun. Tepat di jam 12:00 siang. Materi usai. Raka belum juga kembali.

***

Kalian tahu Raka dimana?
To be continue ..

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang