Hola, ada yang tahu kemana Raka? Apakah dia diculik Rey? Atau .. atau ...
Baca aja deh :v
___
Sore harinya, Rangkas datang ke rumah Galan. Ia membawa mobil pribadi, masuk ke perkampungan pemulung, sendirian.
Beruntung Galan tidak kemana-mana, juga para penduduk tengah berbondong-bondong ke sumur-jadi kedatangan Rangkas tidak menimbulkan kehebohan.
Rangkas turun, menutup pintu mobilnya.
"Bagaimana dengan Raka? Apakah dia belum juga kembali ke rumah?" Tanya Galan, saat Raka bertandang ke rumahnya.
"Dia sudah di rumah." Rangkas menjawabnya tenang.
"Syukurlah."
"Barusan, kami para pelatih-berkumpul, membahas bagaimana kedepannya latihan kalian."
"Memang ada apa dengan latihan? Apakah kita akan segera disahkan jadi anggota?" Pertanyaan Galan sebetulnya memancing Rangkas agar dia membuka mulut tentang, 'kapan latihan mereka berakhir'-tapi sepertinya Rangkas tidak akan sebodoh itu.
"Nikmati saja latihanmu. Nanti juga sampai diujungnya. Ada masalah baru, makanya para pelatih dikumpulkan."
"Masalah apa?"
"Raka mengajukan diri menjadi ketua OSIS."
Galan terhentak. "Yang benar saja?!"
Rangkas mengangguk kecil. "Untuk sementara waktu, latihan di pending sampai pemilu OSIS selesai. Tidak akan lama. Kemungkinan hanya satu Minggu."
Itulah Keputusan yang diambil para pelatih. Tidak ada latihan untuk beberapa hari ke depan. Selaku ketua panitia, ia bergerak cepat-mengonfirmasikan keputusan di luar dugaan. Ini rumit, serumit benang jahit yang tiba-tiba salah arah.
Keputusan ini bukan semata-mata ia ingin melindungi adiknya. Akan tetapi, lebih ke-bagaimana dia dan para senior lainnya mempertimbangkan masalah baru yang mendadak muncul.
"Apa kau akan membiarkan teman seperjuanganmu hilang begitu saja?"
Galan menghela napas. Ini pilihan yang sulit. Ia tentu tidak akan melepaskan Raka dari pasukannya.
Ibarat pemimpin, Galan tidak akan membiarkan salah satu pasukannya mati di Medan perang.
"Jadi, keputusannya?" Tanya Galan memastikan.
"Keputusan final pelatih, demi menjaga seluruh anggota junior-latihan ditunda sampai Pemilu OSIS diselesaikan."
***
Sehari ini Galan telah menghadiri dua tamu istimewa. Tadi sore Rangkas, malam ini Raka.
"Duo kakak beradik ini kenapa tidak sekalian saja datang bersamaan?" batin Galan.
"Mau masuk rumah atau di luar?" Galan menawarkan.
"Di luar saja, Lan." Raka memilih di luar. Alasannya ingin cari angin, hawanya panas.
"Tunggu sebentar, aku buat kopi dulu."
Raka mengangguk. Segera duduk di kursi panjang depan rumah Galan. Ia memandangi derasnya sungai yang menjadi primadona sehari-hari penduduk kampung.
Sedangkan Galan, ia masuk membuatkan dua gelas kopi hitam. Dua menit, kopi sudah siap.
Kedatangan Raka bisa ditebak, ia pasti mau menceritakan yang tengah terjadi padanya. Sebetulnya Rangkas juga sudah cerita tadi, tapi-ya sudahlah. Apa salahnya mendengarkan cerita yang sama?
Galan menghidangkan dua gelas kopi. Hanya kopi. Tidak ada makanan, atau sekedar camilan kecil.
"Malam setelah perkumpulan itu. Aku pusing, Lan. Pikiranku terus menerus berkelana---jika Rey terpilih, apa yang akan terjadi? Aku tidak bisa membayangkan apa jadinya jika bedebah itu yang akan terpilih."
Raka menggenggam kuat tangannya. "Apalagi saat Rey mengancam akan membakar perkampungan ini-aku ingin sekali meninjunya saat itu juga."
"Apa? Rey mau membakar perkampungan ini?" Galan terkejut bukan kepalang. Rangkas tadi tidak membuka tentang ini sebelumnya.
Raka mengangguk kecil, meneruskan ceritanya.
"Aku berjanji, jika Rey membakar rumahmu malam itu-aku akan melaporkannya ke polisi. Tapi, sayangnya malam itu Kepala Sekolah mengumpulkan kita di auditorium. Jadi batal." Raka mengangkat gelas kopi, mulai menyeruput sedikit demi sedikit.
"Dua bulan yang lalu-Rey menantangku agar melawannya di pemilu OSIS. Aku mengabaikan, aku kira Rey hanya berbohong. Dan aku kira juga-jika hal itu bakal terjadi-pasti ada yang maju jadi calon ketua OSIS selain dirinya."
"Ternyata tidak. Aku salah besar. Kemarin malam dia kembali menantang, kali ini terlihat memaksa-karena dia mau membakar perkampungan ini. Dan setelah itu, barulah aku sadar-Rey tidak main-main mengajukan diri menjadi ketua OSIS." Raka menjelaskan semuanya kepada Galan.
Angin malam menerpa wajah, membuat dingin sekitar. Mereka mendongak. Indah sekali. Langit hitam dipenuhi kelap-kelip bintang.
"Aku juga menjelaskan semua ini pada Rangkas. Bahwa tidak ada yang maju ke pemilu OSIS tahun ini kecuali Rey. Kepala Sekolah sedang membutuhkan kita. Jika, tidak ada yang maju-berarti Rey resmi menjadi ketua OSIS tanpa pemilihan. Yang menjadi pertanyaan besarnya adalah, dari ratusan manusia yang duduk di kelas sebelas-kenapa tidak ada satu pun yang maju?" Raka berhenti sejenak, menoleh ke Galan.
Galan mengangguk paham. "Ada yang ganjil. Sepertinya semua ini sudah dirancang oleh Rey."
"Nah, betul. Aku juga sepemikiran denganmu," sergah Raka. Akhirnya temannya satu ini mengerti apa yang dimaksud.
"Terus, bagaimana latihan kita-jika kau mencalonkan diri untuk maju ke ketua OSIS?" Galan sebetulnya sudah tahu keputusan pelatih, hanya saja ia ingin tahu tanggapan Raka.
Raka menghembuskan napas berat. Inilah yang membuat dirinya sedikit merasa bersalah.
"Aku tidak tahu, Lan." Raka menggeleng, tetap tenang. "Jika aku tidak bisa menjadi bagian dari kalian, tidak masalah."
Sebagai seorang pemimpin, Galan tahu apa yang tengah menghantui pikiran Raka. Dia pasti bingung memilih antara organisasi atau Sekolah. Tadi sore, Rangkas juga ke sini-dia menjelaskan perihal latihan mereka yang ditunda seminggu ke depan.
"Aku bisa seperti ini, ketika Rangkas bicara tentang kepemimpinan. Kau pasti masih ingat, bahwa seorang pemimpin harus mementingkan kepentingan di atas kepentingan lainnya."
"Coba kita pikir baik-baik. Andaikata Sekolah itu adalah negara. Maka Paskibra adalah Organisasi yang bertempat dibawah naungan sekolah. Lalu, saat negara (sekolah) sedang membutuhkanmu apa yang akan kau pilih? Negara (sekolah) atau organisasi (Paskib)?"
Ini hanya masalah OSIS, kenapa jadi serumit ini? Pikir Galan. Dalam lingkup pemuda seperti mereka, sekolah mungkin hanya sekedar tempat untuk menimba ilmu-tapi di sini? Jauh berbeda.
Galan termangu mendengar cerita Raka. Dia tidak bisa berkomentar lagi. Tentang fakta Rey-yang akan membakar perkampungan ini, Galan baru tahu itu. Sekarang, ia harus lebih waspada-kapanpun Rey bisa kembali, melakukan penyerangan secara terang-terangan. Jika tiba-tiba Rey melakukan pembakaran itu, siapa yang tahu?
"Terus, siapa yang akan menjadi wakilmu?" Galan bertanya penasaran. Sejak tadi hal satu ini menyelinap ke dalam pikirnya. Siapakah yang akan menjadi wakilnya? Apa Tania? Atau Agat? Atau orang lain yang Galan belum tahu?
"Hei, jangan diam. Cepat kasih tahu aku. Siapa wakilmu?" Galan mendesak.
Raka menoleh. Cepat atau lambat, Galan harus tahu.
"Perihal wakil, aku akan memilihmu menjadi wakilnya."
Galan menelan ludah.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...