52. Menghilang

1K 529 7
                                    

Usai jam materi, Raka belum kembali. Pun demikian, setelah sholat dhuhur—lalu makan siang—Raka belum juga kembali.

Rangkas memerintahkan mereka untuk menunggu di bawah pohon. Latihan tidak akan dimulai, jika satu orang tidak ada.

Menghilangnya Raka yang sejak tadi dianggap biasa saja, kini menjelma jadi kecemasan luar biasa. Ribuan pertanyaan segera menyerbu pikiran mereka. Gelisah, cemas—itu pasti.

"Kira-kira dimana ya Raka?" Rino bertanya seperti lainnya. Ia juga penasaran. "Apa jangan-jangan--"

"Jangan sembarangan bicara. Berdo'a saja, semoga tidak terjadi apa-apa dengannya," sergah Galan.

"Mungkin juga ke kantin. Atau bisa jadi saat di toilet mendadak perutnya mulas." Oscar menanggapi sembarang. Seperti tidak ada yang perlu dicemaskan.

Dito menjatuhkan tubuhnya ke rumput, seraya berkata ringan, "semoga hari ini pulang cepat."

Ajaib. Do'a Dito dikabulkan. Lima menit setelah itu Rangkas menyuruh mereka untuk pulang.

Latihan dibubarkan setelah sholat dhuhur, selepas makan. Ini adalah rekor tercepat mereka pulang latihan. Penyebabnya adalah hilangnya Raka ketika jam materi. Jika tidak ada penyebabnya, latihan ini terus berlanjut.

Atas nama solidaritas, mereka tidak latihan. Tiga puluh satu orang langsung bubar, latihan dilanjutkan besok pagi.

Dua jam yang lalu.

Sebelum mereka dibubarkan. Rangkas mencari adiknya ke segala penjuru sekolah. Kecemasan langsung melanda pikiran. Ia juga sempat menelepon mamah di rumah—menanyakan ada Raka atau tidak. Jawaban mamah sama saja, 'tidak ada'. Pertanyaan itu, justru membuat mamah ikut khawatir.

"Kemana sebenarnya anak itu, kenapa tidak ada batang hidungnya?" Rangkas bermonolog  sendiri---berjalan setengah berlari. Ini sudah lebih dari satu jam adiknya izin ke toilet. Dan tidak kembali.

Masuk area sekolah, yang paling utama yang ditujunya adalah kantin, kemana lagi tempat yang paling disukai para pelajar kalau bukan kantin?

Rangkas masuk, dia yakin Raka ada di kantin.  bertanya langsung kepada penjaga kantin.

"Cak, ada Raka di sini?" Rangkas langsung bertanya kepada penjaga kantin

"Raka ... Raka, Raka, Raka ...." Cak Mamat mencoba mengingat nama itu. "Sepertinya ... Tidak ada," jawab Cak Mamat.

Rangkas bersedecih, alamat jam latihan jadi molor.

Ia memutuskan untuk ke kelas Raka, barangkali anak itu ada di sana. Jika benar-benar ada—lihat saja nanti. Lapangan bendera sudah siap jadi ajang hukuman.

Tiba di depan kelas, ia melongok sepintas---memeriksa setiap bangku. Tidak ada. Hei, Kemana dia?

"Ada apa Rangkas? Mau panggil seseorang?" Mr. Keny yang sedang mengajar, tidak sengaja melihat dia dengan gerak gerik aneh.

"Tidak jadi, Pak." Rangkas tidak melihat ada guru yang sedang mengajar. "Maaf, mengganggu."

Ia balik kanan, terus berjalan—sampai ke toilet-toilet---namun, hasilnya nihil. Tidak ada bau-bau keberadaan Raka.

"Duh, mencari Raka saja, kayak lagi cari anak kucing yang hilang." Raka mengeluh. Ia sudah setengah sekolah mencari Raka.

"Sebentar ..." Rangkas berpikir sejenak. Adakah tempat yang terlewat? Rangkas mengedarkan pandangannya.

Auditorium? Museum? perpustakaan? Laboratorium? Ruang guru? Gudang sekolah?

Apa iya, Raka ke sana?

Rangkas Berbarengan dengan itu, bel berbunyi nyaring, kelas berakhir.

Ternyata banyak sekali tempat yang belum ia periksa. Sekolah ini sangat besar. Apakah dia harus memeriksa satu persatu?

Tanpa banyak pikir, Rangkas bergegas menuju gudang---karena tidak mungkin Raka ke perpustakaan atau laboratorium. Jam pelajaran sudah berakhir.

Lama Rangkas menyusuri lorong gudang. Sesampainya di sana, tidak ada orang. Gelap gulita.

Rangkas melepas napas berat, ia sudah di penghujung sekolah. Namun, tetap tidak ada Raka.

Kemana sebenarnya Raka?

***

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang