Keadaan di sekolah ....
Selama dua bulan lebih Pak Gun tidak masuk sekolah. Hal itu membuat para guru berbondong-bondong menjenguknya. Tidak hanya guru, tetapi juga siswa-siswinya.
Melihat itu, Pak Gun terharu, sekolah yang diasuhnya jadi tak terurus lantaran sakit yang dideritanya.
Sementara itu, dua bulan serasa dua abad mereka menunggu, pemilu ulang tak kunjung datang. Sudah tidak sabar mereka menyaksikan.
Orang-orang semakin bimbang, apakah pemilu ulang sungguh akan dilakukan atau tidak. Sebab, semakin ke sini kabar itu semakin meredup, seperti hilang ditelan waktu.
Kondisi ini membuat Rey tertawa dalam hati. Ia samakin angkuh, bertindak sesuka hati tanpa perasaan.
Baru-baru ini Pak Gun mendapat laporan dari sekolah, bahwa OSIS sekarang tidak becus, suka semena-mena, juga tidak bertanggung jawab dalam mengemban tugas. Laporan itu spontan membuat dirinya ingin cepat-cepat masuk sekolah, dan segera mencopot jabatan Rey dari pangkatnya.
Hari berganti hari, kondisi Pak Gun semakin membaik. Saking tidak sabarnya ia bertekad masuk, meskipun belum sembuh total.
"Pagi ini, apapun yang terjadi aku harus pergi ke sekolah," ucapnya saat berhadapan dengan sang istri.
"Tetapi, kesehatanmu belum pulih, Pah." Istrinya mencoba membujuk suaminya agar tidak berangkat hari ini.
Pak Gun merapikan lengan kemejanya sembari berkata. "Aku tidak bisa terus-terusan menelantarkan sekolah, Mah."
Ucapan itu membuat istrinya tidak berkutik sedikitpun. Menjawab pun merasa enggan. Toh, ini juga kewajibannya. Bagaimana mungkin dia mau melarang?
Pak Gun keluar, masuk ke mobil yang sudah ada di depan rumah. Sebelum berangkat ia berjanji kepada istrinya kalau ia akan baik-baik saja.
"Jangan khawatir, Pak tua ini bisa menjaga dirinya sendiri." Pak Gun melambaikan tanagn, menancap gas, mengemudi dengan kecepatan sedang.
Lima belas menit mengemudi, akhirnya sampai. Ia bangun, berdiri dengan seragam kehormatannya. Wajah-wajah para murid langsung sumringah melihat ia kembali. Mereka sangat merindukan sosok beliau, karena gurulah yang saat ini menjadi panutan untuk mereka.
Pak Gun memejamkan mata, menghirup napas sekolah, ia siap untuk memulai kembali perjalanan hidupnya.
Ia menarik langkah yang kemudian diiringi guru lain di sampingnya.
Begitu masuk kantor, mendadak tubuhnya berhenti bergerak. Ada sesosok tubuh yang membuat jantungnya kambuh di ruangannya.
"Kenapa kau ada di sini?"
Mendengar seruan Pak Gun, orang itu memutar badannya. Terlihat jelas bet OSIS terpangkir di depan baju. Papan namanya berubah menjadi ketua OSIS membuat napas Pak Gun pengap. Ia seperti kehabisan napas. Para guru yang melihat itu segera menyuruh Rey untuk pergi sementara waktu.
Pak Arman langsung memberikan air putih, menuntun Pak Gun duduk di kursinya.
"Jika Bapak belum sehat, jangan masuk dulu Pak," ujar Pak Arman setengah khawatir.
"Tidak, aku tidak akan membiarkan penjahat yang memimpin sekolahanku. Hari ini juga akan ku urus semuanya. Siapkan pemilu untuk hari ini setelah upacara."
Kening Pak Arman berkerut. "Ta-tapi, kita tidak punya bukti untuk melengserkan Rey. Meski ia ketua OSIS sementara." Ia bicara dengan gugup.
"Aku punya buktinya."
Pak Gun meraih handphone-nya, membuka salah satu foto di galerinya. Kemudian menunjukkannya tepat di depan muka guru BK itu.
Betapa terkejutnya Pak Arman melihat foto itu. Foto berisi percakapan tentang penyuapan itu terlihat jelas dengan di screenshot.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...