Tiga belas hari berlalu. Dari sembilan puluh orang lebih calon---hanya tiga puluh tujuh orang yang tersisa.
Beberapa yel-yel dan materi-materi seputar keorganisasian telah disalurkan ke dalam latihan-latihan mereka.
Itu pun belum selesai. Entah apa lagi yang akan para pelatih siapkan untuk penyeleksian babak selanjutnya.
Semua itu hanya pelatih yang tahu.
Sehari sebelumnya, Ferdy---salah satu senior mereka memberi perintah untuk mencari biodata diri para senior.
Ini sudah menjadi tradisi turun temurun, jika ada pemilihan anggota baru---pastilah ada segmen untuk mereka mengenal para senior.
Begitu perintah itu diucapkan, tiga puluh tujuh manusia itu bergegas mencari para senior yang pernah terlibat dalam pengibaran bendera.
Mereka berpencar ke sudut-sudut sekolah, ke perpustakaan, ke kelas-kelas para senior tanpa ragu.
Para senior itu tidak jauh-jauh dari tempat nongkrong---tempat keramaian biasa para pelajar berkumpul.
Akan tetapi, mendapat biodata diri mereka—tidak segampang yang kalian kira.
Kalian kira, para senior akan memberikan tanpa cuma-cuma?
Jangan harap.
Terlebih dahulu para senior akan memberikan tantangan, jika mereka bisa melewatinya---maka mereka akan mendapatkan biodata itu beserta tanda tangannya.
Berbagai macam cara para senior itu mempermainkannya, mulai dari menyanyikan yel-yel secara gila-gilaan, berteriak-teriak menyuarakan Mars Paskibra.
Masuk ke kantin sekolah---membuat semua pengunjungnya tunggang langgang---karena saking berisiknya.
Dan yang paling mengerikan adalah berjemur di tengah lapangan, bernyanyi sekeras mungkin—hanya untuk sebuah tanda tangan.
"Maju, ayo maju, ayo terus maju ...
Sing ... kirkan, dia ... Dia ... Dia ...
Kikis habislah mereka ....
Musuh negara indonesia.Wahai kawanku pasukan Paskibra ...
Di ma ... na engkau berada, di sini ...
Demi bangsa (hei) ...
Kami 'kan berjuang, berjuang!Melihat tantangan para pelatih yang begitu gila, Rey dan komplotanya tidak mau ikut dalam pencarian tanda tangan senior.
"Dasar bodoh!" pekik Rey. "Mau saja dibodoh-bodohi sama senior!"
Rey memandangi mereka dari kantin, tersenyum sinis, mereka tidak akan mengemis-ngemis hanya untuk sebuah tanda tangan. Tidak sudi. Mereka punya cara sendiri untuk mengatasi hal semacam ini.
Tenang saja, tidak akan sesulit yang dibayangkan.
Pencarian biodata diri senior diberi jangka waktu dua hari. Dan hari itu sudah dimulai kemarin, berarti hari ini hari terakhir dan esok hari sudah harus dikumpulkan.
***
Dua hari itu berlangsung cepat, secepat Tuhan membuat siang dan malam. Tidak terasa tahu-tahu sudah ganti hari saja.
Sebelum latihan, buku-buku mereka dikumpulkan ke Ferdy—salah satu senior mereka. Tidak tahu apa kabarnya setelah itu. Yang jelas, usai terkumpul semua—mereka latihan seperti biasa.
Mula-mula mereka berlari keliling lapangan bola tiga kali, melemaskan badan, lalu mengulang materi PBB, dan materi lainnya.
Ketika jam latihan hampir habis, mereka dikumpulkan di pinggir lapangan—berdiri rapi dalam barisan. Rangkas mengamati setiap jengkal mata mereka. Dia bisa tahu siapa yang benar-benar ingin masuk organisasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...