27. Deskriminasi yang busuk

1.4K 655 24
                                    

Terhitung sudah lima belas hari, Galan bekerja di tempat ini. Semua terkendali, tidak ada masalah meskipun ia harus bekerja dengan wanita seangkuh Yuri.

Andai saja ada tawaran pekerjaan lain, mungkin Galan berhenti dari sini. Kadang Yuri menjengkelkan—suka bertingkah semaunya sendiri.

Tapi itu tidak akan terjadi, mana mungkin ada yang menawarkan pekerjaan kepadanya? Dapat pekerjaan ini saja sudah sangat beruntung.

Bu Ita keluar dari dalam kamar, mengenakan baju cerah serta tas kecil berwarna merah di pergelangan tangannya---tampaknya ia akan pergi.

Wajahnya terlihat sumringah, secarik senyum terbesit di bibirnya. Bu ita menyuruh Galan untuk melipat baju di ruangan tengah. Dia bilang, mau pergi sebentar.

"Kalau sudah beres, apa yang harus saya kerjakan, Bu?" Galan bertanya kelanjutan pekerjaan ini. Ia tidak akan mengerjakan apapun kalau tidak ada perintah lagi.

"Nanti, tunggu saja perintah dari Pak Dedi, ya." Bu Ita menutup pintu kamar, mengucapkan salam. Keluar dari rumah.

Sepeninggalnya Bu Ita. Galan bergegas melaksanakan kewajibannya. Ia segera mendatangi tumpukan baju yang berantakan itu.

Ruangan laundry ini tidak terlalu besar. Panjangnya cuma tujuh meter dan lebarnya pun tidak lebih dari empat meter. Hanya cukup untuk menampung delapan mesin cuci.

Namun Galan tidak di sana sekarang, ia diruang tengah—melipat puluhan pakaian yang menggunung.

Hening.

Rumah ini lengang, nampaknya penghuninya tidak ada. Sebab, sedari tadi—tidak ada sedikitpun suara manusia yang terdengar.

Tiga puluh menit berlalu. Galan menoleh ke kanan-kiri, tidak ada siapa-siapa. Tumpukan pakaian yang tadinya menggunung, telah selesai dibereskan.

Sekarang waktunya membungkus---akan tetapi ini bukan bagiannya. Biasanya Yuri yang disuruh untuk hal ini. Galan mana tahu perkara bungkus-membungkus.

Galan diam, bingung mau ngapain lagi. Dia melangkah—duduk di sofa.

"Ah, empuk sekali sofa ini," gumamnya sambil mengelus-elus kecil.

Sembari menunggu instruksi selanjutnya, ia memandangi satu persatu bingkai foto keluarga Bu Ita.

Di ujung paling kanan, ada foto Bu Ita dan keluarganya. Yuri terlihat masih kecil. Kira-kira menginjak umur sembilan tahun. Dia juga tidak terlihat galak.

"Hei, siapa itu?" Galan mengamati lebih dekat foto itu. Ada anak kecil yang digendong Bu Ita.

Tidak lama kemudian Pak Dedi keluar dari kamar. Air mukanya dingin, tidak pernah ada senyum yang muncul di wajahnya.

"Sudah selesai?" tanya Pak Dedi dengan suara berat.

Galan mengangguk. "Semua sudah selesai," jawab Galan. "Tinggal dibungkus saja, Pak."

"Yuri! " Pak Dedi meneriaki Yuri. "Bungkus pakaiannya. Antarkan ke rumah semua pelanggan!"

Hening. Tidak ada jawaban.

"YURI!!" Pak Dedi Berteriak lagi membuat Galan menutup telinga saking kerasnya.

"IYA, PAH!" Yuri menjawabnya tidak kalah keras.

Dengan muka kusut dan rambut acak-acakan---Yuri keluar dari kamar. Menutup pintunya dengan kasar.

Brakk!

"Mana?!" Yuri bertanya dengan nada tak suka pada Galan. Ia memalingkan wajah, tidak melihat sedikitpun muka Galan.

Galan menunjuk meja dengan malas. "Itu, ditumpuk di atas meja."

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang