18. Detik-detik pertaruhan

1.7K 691 14
                                    

Dua insan dengan paras penuh syahdu memandangi sebilah kaca dengan tatapan berkaca-kaca.

Tangan-tangannya meratap, melihat bayangan hidup seolah hanya sebuah permainan.

Wajah-wajah keputusasaan begitu terlihat di wajah mereka, menyisakan gejolak ambisi yang mulai terkikis perlahan.

Dito dan Oscar, dua remaja seperti mereka hanya bisa memandangi mading itu. Seraya bergumam kecil dalam hatinya, "apakah aku bisa lolos?"

Pertanyaan-pertanyaan itu yang beberapa hari ini kerap mereka rasakan. Setelah lima hari berjuang, tetapi tidak ada hasilnya.

Semua usaha telah mereka kerahkan. Mulai  jogging tiap pagi, makan makanan yang sehat, dan cara-cara lainnya untuk menumbuhkan tinggi badan. Tapi, apa yang terjadi-tidak ada gunanya, satu senti pun tidak tumbuh.

Terhitung tiga hari ke depan adalah sebuah pertaruhan dari semuanya, mereka hanya memilih pasrah kepada sang pemilik kehendak. Tidak ada yang bisa dilakukan kecuali berserah.

Agat dan Raka berjalan santai sambil berkelakar ria di tengah koridor sekolah. Mereka sejak tadi mencari Oscar dan Dito yang tak kunjung ketemu.

Namun, diarah jam dua belas-tepat di depan mata, tidak jauh dari mereka tanpa sengaja Oscar dan Dito ditemukan. Mereka bedua tengah termenung di depan mading.

"Itu, mereka." Agat menunjuk dengan dagunya. "Ayo, kita ke sana!"

"Hei, sedang apa mereka berdua di sana?" Raka bertanya. Tapi langsung dijawab. "Oh, aku tahu-pasti mereka tidak sabar dengan seleksi besok Senin."

Mereka berjalan cepat, menghampirinya.

Sesampainya Agat melambaikan tangannya ke depan wajah mereka berdua. "Hello?"

Oscar dan Dito menoleh bersamaan.

"Hei, kenapa wajah kalian murung begitu?" Karena dipergoki Raka, mereka cepat-cepat menarik senyum. Menggaruk kepala. Menutup-nutupinya.

"Kenapa, kenapa? Cerita. Ada apa? Laki-laki jangan cemberut, malu sama cewek lain." Agat mencekcoki mereka. Sengaja.

Oscar menggeleng. "Tidak apa-apa."

Meskipun menjawab demikian, tapi kelihatan sekali-wajah mereka tidak bisa bohong.

"Pasti kalian berdua mikirin seleksi 'kan?" Agat menebaknya. Dengan senyum tengil ala Oscar. "Ayolah, masih ada tiga hari untuk mempersiapkannya." Ia merangkul pundak mereka dari belakang, mencoba menghibur.

Oscar menepis tangan Agat. "sudahlah, lupakan soal organisasi ini. Aku tidak akan bisa lolos." Oscar membalikkan badan, beranjak pergi meninggalkan mereka.

Ini bukan Oscar yang mereka kenal, orang yang punya sifat riang gembira, mendadak berubah jadi sadboy. Hei, sejak kapan Oscar jadi sadboy?

"Hei, tunggu dulu!" Raka meneriaki Oscar yang berjalan menuruni tangga setengah berlari.

Agat memandang Oscar kasihan. "Sejak kapan dia punya sifat murung seperti itu?"

"Pada dasarnya semua manusia itu sama, meski Oscar sering ketawa-bukan berarti ia tidak punya kesedihan." Dito menimpali pertanyaaan Agat yang tidak tahu keadaan Oscar saat ini.

Raka akhirnya berlari, menyusul Oscar yang telah menjauh. Ia berlari tergopoh-gopoh, diikuti Dito dan juga Agat.

"Kita belum mencobanya! Jangan menyerah sebelum mencoba!" Raka berteriak, membujuk.

Oscar terus berlari menuju parkiran mobil. Dia tidak peduli dengan teriakan Agat.

"Hei, hei, dengarkan aku!" Raka terus membujuk Oscar yang sudah masuk ke dalam mobil. Ia menggedor-gedor kacanya. Mencoba membuka pintu kemudi.

Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang