Ada yang nungguin cerita ini enggak?😁 Cuma pengen tau doang, hehehe.
Kalau ada typo, bilang ya.
Selamat menikmati.***
Serah terima jabatan akan dilaksanakan pagi ini. Auditorium sekolah pastilah akan penuh. Semua pelajar akan didorong masuk untuk mengikuti acara sakral satu ini.
Para OSIS dan para guru tentu sibuk mempersiapkan apa-apa yang mesti dipersiapkan. Saat yang lain belum datang, mereka sudah standby di sekolah.
Galan dan Rino masih di tengah perjalanan, mereka jalan kaki—menyusuri trotoar seperti biasa.
Sepanjang perjalanan Galan menumpahkan semua keresahan yang saat ini dirasa. Termasuk siasat Rey yang begitu licik, tentang suara bayaran, juga fakta tentang orang tuanya yang baru Galan ketahui.
"Apa yang akan kau lakukan jika kau menjadi diriku?" Galan bertanya. Siapa tahu Rino punya solusi.
"Aku tidak bisa membayangkannya." Rino menggeleng. "Salah sendiri mau ikut OSIS. 'Kan sudah kubilang, ikut OSIS hanya menambah masalah. Apalagi sampai berurusan dengan bandit besar—urusannya bisa runyam." Rino bukannya memberi solusi, malah menyalahkan.
Galan mengeluarkan puh pelan. Perkataan Rino tidak membantu sama sekali.
Di tengah perjalanan, dari arah belakang—mobil hitam menepis di trotoar. Pengemudinya menawarkan tumpangan mobil.
Ketika melihat mobil itu mobil Raka, wajah Galan mendadak sumringah. Ini kebetulan sekali, secepatnya Raka harus tahu akan kelicikan yang dibuat oleh Rey.
Saking tidak sabarnya, Galan langsung menceritakan semua pertemuannya dengan Agat sore itu. Persis saat mereka pulang, Agat justru datang menemuinya. Ia menceritakan panjang lebar tentang Rey beserta kelicikan-kelicikannya.
"Aku tahu dari Agat kemarin sore," ujar Galan setelah menyelesaikan ceritanya.
"Bedebah itu!" Raka meringis, gemas. Tangannya menggenggam kuat stir kemudi.
"Apakah di negeri ini ... Ada yang sama seperti Rey? Eh, maksudku—melakukan suap saat ingin jadi anggota dewan?" Rino memotong. Memikirkan hal lain.
"Boleh jadi, iya." Raka menjawab cepat. "Yang se-level bedebah rendahan seperti Rey saja main suap, apalagi para petinggi? Ah, aku tidak bisa membayangkannya jika bedebah seperti itu merajalela."
Tidak terasa gerbang sekolah di depan mata. Raka dengan tangkas membelokkan stir ke arah jam tiga. Masuk gerbang, kemudian menuju parkiran sekolah.
***
"Kita harus segera melaporkan ini, sebelum pelantikan itu terjadi!" Raka berkata seperti hilang kesadaran. Ia jalan duluan meninggalkan Galan dan Rino yang masih di dalam mobil.
Cepat-cepat Galan turun, menyusul Raka yang sudah menjauh dari parkiran mobil. Ia meninggalkan Rino yang tertinggal di belakang. Tidak perlu khawatir, Rino pasti mengerti keadaan yang dialami teman-temannya.
Secepat kilat kaki Galan segera menyamai ritme jalan Raka. "Kau jangan gegabah dulu!" Galan mencoba menyadarkan. Ini tidak semudah dibayangkan. Apa jadinya kalau Raka sungguhan akan melaporkan hal ini ke pihak guru? Sedangkan mereka tidak punya secuilpun bukti untuk menguatkan pengaduan.
"Hei, Raka!"
"Galan!"
Dari belakang punggung, terdengar dua orang memanggil mereka. Tetapi, Raka dan Galan tidak menggubris. Mereka tetap berjalan cepat, menghiraukan suara itu.
"Kau mau melaporkan apa, hah?" Galan masih bersikeras mencegah. "Tidak bisa semudah itu. Kita belum punya bukti kuat atas ini!"
Raka mengernyitkan dahi. "Apa maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...