Lantaran muak mendengar perdebatan mereka—moderator merubah acara. Panggung yang tadinya diisi dua podium, kini tinggal satu podium. Antara Agat dan Galan, keduanya tidak saling berhadapan seperti tadi. Sebagai Pamungkas, mereka akan diberikan layanan terbaik.
Agat maju lebih dulu—lantas Galan yang terakhir.
Tepuk tangan bergemuruh, cuitan-cuitan nyaring memenuhi langit auditorium.
Alasan Agat maju dulu, karena memang nomor urutnya nomor satu—jadi ia berhak mendapat kesempatan lebih awal.
Agat mengucap salam, menyapa seluruh audien, lalu memberikan sambutannya.
"Yah, seperti yang telah kami rencanakan, kami berjanji akan membuat sekolahan ini lebih maju."
Memang siapa dia? Hanya OSIS bukan? Kenapa bicaranya seperti pemilik sekolah? Jelas tidak pas.
Suara yang begitu licin dengan balutan janji-janji manis itu mendapat tepuk tangan bergemuruh dari penonton.
Di kursinya, Raka tampak membuang muka, tidak senang dengan Agat. Dalam benaknya mengalir pertanyaan, "Kenapa tiba-tiba temannya satu ini berpihak pada orang yang jelas-jelas musuhnya? Ada apa sebenarnya?"
Agat turun, kembali ke kursinya. Moderator memanggil Galan untuk maju. Dengan sangat elegan ia melangkah, berdiri di atas podium dengan tatapan yang penuh wibawa. Tidak lupa juga untuk menarik senyum—menyapa mereka, memberikan sambutan yang telah dirancangnya.
Raka, Oscar, Tania dan lainnya berseru-seru memberi semangat kepada Galan.
"Kami punya project baru yang siap memberi perubahan. Tapi, itu nanti—jika kami benar-benar terpilih."
"Salah satu project itu adalah Sinergi Berprestasi, dan itu yang akan menjadi program andalan kami. Prospek ini sudah matang, dan lagi-lagi akan dilakukan jika kami terpilih."
"Gambarannya seperti ini, Sinergi Berprestasi ini akan menyatukan, merangkul kalian agar bisa berprestasi—meraih mimpi bersama-sama."
"Saya yakin semua orang itu pasti punya talenta sendiri-sendiri. So, buat kalian semua. Bersiaplah untuk mengangkat bakat kalian. Kita tunjukan bakat dari lingkup sekolah bisa Go Nasional, bahkan hingga Go Internasional!"
"Saya tidak sedang bergurau, saya juga tidak berlebihan. Apa wajahku terlihat seorang pembohong?" Galan bertanya, menunjuk wajahnya. "Jika kalian tidak percaya—lihat saja nanti."
Sambutan Galan membuat Rey dan lainnya tercenung. Program kerja macam apa itu? Bagaimana caranya mereka membawa sekolah ke Go Internasional? Rey berdecak, "omong kosong! Go Nasional saja belum tentu."
"Satu hal terakhir sebelum saya tutup, hanya sepenggal kalimat." Galan berhenti sejenak, menyapu pandangan audien dengan sorot mata tak berkedip.
"Pilihlah pemimpin—yang bisa memegang teguh perkataannya, bukan hanya memberikan janjinya."
Tenggorokan Rey tercekat. Kontan ia berdiri---tidak terima dengan perkataan Galan yang seolah memang untuk menyindir dirinya.
Semua mata terpaku. Para audiens beranjak berdiri, ingin tahu. Suasana mendadak berubah tatkala Galan melontarkan kalimat penutupnya.
Pak Arman tidak tinggal diam, ia maju—dibantu Ferdy dan guru-guru lainnya—membekap tubuh Rey yang tengah meronta-ronta, lalu menyingkirkannya dari muka umum.
Raka dan lainnya tertegun. Sedetik saja Pak Arman telat, mungkin auditorium ini menjadi arena pertarungan.
Galan selesai, kembali ke tempat duduknya dengan tenang. Ia tidak merasa takut sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bangkitnya Sang Pusaka (Completed)
General Fiction"Akan kubuktikan kalau aku, bukan orang yang lemah dan kalah!" ~Dari Galan, seorang anak miskin yang akan mengubah wajah Bangsa Indonesia. Langsung baca, pasti suka. Semoga kalian terinspirasi😊. Baca juga Sequelnya (Sang Pelopor) Follow jika berken...